News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Iuran BPJS Kesehatan Naik

Kritik Kenaikan BPJS, Fadli Zon: Naik Sesudah Kondisi Memburuk, Apa Namanya Kalau Bukan Jahat?

Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Politikus Gerindra Fadli Zon ketika ditemui di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020).

TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPR RI, Fadli Zon kembali mengkritik kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang baru saja dilakukan oleh Pemerintah.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu meminta agar Presiden Jokowi mencabut Perpres No 64 Tahun 2020 yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan. 

Menurut Fadli Zon, keputusan menaikkan iuran BPJS Kesehatan merupakan keputusan yang jahat. 

"Di tengah pandemi Covid-19, yg telah menekan perekonomian masyarakat, di mana semua sektor dan pelaku ekonomi saat ini sedang terpukul, keputusan Pemerintah untuk menaikan iuran BPJS ini

Menurut sy, adlh sebuah keputusan yg jahat sekali. Absurd," tulis Fadli Zon. di akun twitternya, @fadlizon, Sabtu (16/5/2020). 

Tweet Fadli Zon mengkritik kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Sabtu (16/5/2020). (twitter @fadlizon)

Fadli Zon mengemukakan, terdapat dua alasan sehingga ia menyebut keputusan menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebagai keputusan jahat. 

Alasan pertama, kenaikan iuran BPJS dilakukan di saat pandemi Corona dimana masyarakat tengah terpukul secara ekonomi. 

Terlebih, menurut Fadli Zon, alasan MA membatalkan kenaikan BPJS sebelumnya karena kenaikan dilakukan di tengah ekonomi yang sulit. 

"Ada dua alasan kenapa keputusan itu saya anggap jahat.

Pertama, salah satu alasan knp MA membatalkan Perpres No. 75/2019 krn MA menilai kenaikan iuran di tengah kondisi ekonomi sedang lemah sangatlah tak tepat.

Bayangkan, sebelum terjadinya pandemi saja kenaikan iuran itu sudah dianggap tidak pantas,

Kenapa sesudah kondisi kita kian memburuk, Pemerintah justru kembali menaikkan tarif?

Apa namanya kalau bukan jahat?," tulisnya. 

Adapun alasan kedua, lanjut Fadli Zon, kenaikan iuran BPJS dilakukan setelah pemerintah melakukan penambahan anggaran sebesar Rp 405,1 triliun melalui Perppu No 1/2020. 

Seharusnya, dengan penambahan anggaran itu, pemerintah tidak perlu menaikkan iuran BPJS. 

"Kedua, pada akhir Maret lalu Pemerintah baru saja menerbitkan Perppu No. 1/2020 ttg penanganan Covid-19, yg isinya memberikan legitimasi bagi pelebaran defisit serta penambahan anggaran sebesar Rp405,1 triliun.

Dengan tambahan anggaran sebesar itu, Pemerintah seharusnya tidak perlu lagi membebani rakyat dengan kenaikan tarif  @BPJSKesehatanRI

Sebab, mestinya prioritas penggunaan anggaran tadi kan untuk belanja kesehatan masyarakat, termasuk untuk nomboki BPJS.

Ini kan aneh. Di satu sisi anggaran belanja ditambah dengan dalih darurat kesehatan,

Namun beban iuran kesehatan masyarakat justru ditambah hampir seratus persen. Sungguh ironis. #bpjs," tulisnya lagi. 

Fadli Zon meminta agar Perpres No 64 Tahun 2020 dicabut karena terbitnya Perpres itu merupakan bentuk ketidakpatuhan pada hukum. 

Pasalnya, sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Peraturan Presiden No. 75/2019, yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan di 2019. 

"Jadi, kalau Presiden dan pemerintahan ini merasa masih memiliki empati dan nurani, Perpres No. 64/2020 sebaiknya segera dicabut.

Apalagi, Presiden seharusnya bs jadi contoh praktik taat terhadap hukum.

Patuhilah putusan MA, jgn mengakalinya dgn menerbitkan Perpres No. 64/2020," pungkasnya. 

Berikut isi tweet lengkap Fadli Zon sebagaimana dikutip Tribunnews.com dari akun twitternya. 

PRESIDEN SEHARUSNYA TAAT HUKUM DAN SEGERA BATALKAN KENAIKAN IURAN BPJS. (A Thread)

Presiden @jokowi memutuskan untuk kembali menaikkan iuran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan hampir dua kali lipat dari tarif saat ini. #bpjs

Padahal, pada Maret lalu, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan kenaikan tarif BPJS Kesehatan sebesar rata-rata 100 persen yang diberlakukan Pemerintah sejak Januari. #bpjs

Sebagai catatan, pada 2018, Presiden Joko Widodo @jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 82/2018 yang menetapkan besaran iuran BPJS Kesehatan masing-masing Rp25.500 (Kelas III), Rp51.000 (Kelas II), dan Rp80.000 (Kelas I).

Pada 2019, melalui Perpres No. 75/2019, Presiden menaikkan iuran tadi rata-rata sebesar seratus persen, jdi Rp42.000 (Kelas III), Rp110.000 (Kelas II), dan Rp160.000 (Kelas I). Kenaikkan ini berlaku mulai Januari 2020. Namun, sprt telah disebut, keputusan ini telah dibatalkan MA.

Bukannya mengembalikan iuran  @BPJSKesehatanRI ke tarif semula, sesuai Perpres No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, Presiden justru meneken Perpres No. 64/2020 yang isinya menaikkan kembali besaran tarif BPJS, dengan kenaikan antara 37,25 persen hingga 96 persen.

Dalam Pasal 34 ayat (1) Perpres No. 64/2020, disebutkan iuran peserta Kelas III pada 2020 dinaikkan menjadi Rp42.000 dari semula Rp25.500. Tahun ini Pemerintah akan memberikan subsidi sebesar Rp16.500, sehingga peserta Kelas III cukup membayar Rp25.500.

Namun, subsidi ini akan dikurangi menjadi Rp8.500 pada 2021, sehingga tahun depan peserta Kelas III harus membayar Rp35.000.

Sementara itu, iuran bagi peserta mandiri Kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu, atau naik sebesar 96 persen. Begitu juga dengan peserta Kelas I, naik dari semula Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu, alias naik sebesar 87,5 persen. Kedua kenaikan ini mulai berlaku 1 Juli 2020.

Di tengah pandemi Covid-19, yg telah menekan perekonomian masyarakat, di mana semua sektor dan pelaku ekonomi saat ini sedang terpukul, keputusan Pemerintah untuk menaikan iuran BPJS ini, menurut sy, adlh sebuah keputusan yg jahat sekali. Absurd.

Ada dua alasan kenapa keputusan itu saya anggap jahat. Pertama, salah satu alasan knp MA membatalkan Perpres No. 75/2019 krn MA menilai kenaikan iuran di tengah kondisi ekonomi sedang lemah sangatlah tak tepat.

Bayangkan, sebelum terjadinya pandemi saja kenaikan iuran itu sudah dianggap tidak pantas, kenapa sesudah kondisi kita kian memburuk, Pemerintah justru kembali menaikkan tarif? Apa namanya kalau bukan jahat?

Kedua, pada akhir Maret lalu Pemerintah baru saja menerbitkan Perppu No. 1/2020 ttg penanganan Covid-19, yg isinya memberikan legitimasi bagi pelebaran defisit serta penambahan anggaran sebesar Rp405,1 triliun.

Dengan tambahan anggaran sebesar itu, Pemerintah seharusnya tidak perlu lagi membebani rakyat dengan kenaikan tarif
@BPJSKesehatanRI

Sebab, mestinya prioritas penggunaan anggaran tadi kan untuk belanja kesehatan masyarakat, termasuk untuk nomboki BPJS.

Ini kan aneh. Di satu sisi anggaran belanja ditambah dengan dalih darurat kesehatan, namun beban iuran kesehatan masyarakat justru ditambah hampir seratus persen. Sungguh ironis. #bpjs

Jadi, anggaran yang besar tadi untuk belanja apa sebenarnya, kalau tidak digunakan untuk membantu belanja kesehatan dasar seperti BPJS ini?!

Kenaikan hampir seratus persen tarif BPJS di tengah pandemi ini kian menguatkan kecurigaan banyak pihak kalau tambahan anggaran APBN 2020 lebih dri Rp400 triliun yg dirancang oleh Pemerintah tdk digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, tapi kepentingan yg lain.

Apalagi, kalau kita membaca Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang ditandatangani Presiden pada 9 Mei 2020 lalu, yg mematok anggaran Rp318 triliun bagi pemulihan ekonomi nasional.

Anggaran itu habis untuk membiayai restrukturisasi kredit, rekapitalisasi perbankan, relaksasi pajak, serta menalangi modal BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Apa artinya?

Anggaran publik kita tidak digunakan untuk menolong sebagian besar masyarakat kita, tetapi malah digunakan untuk menolong korporasi dan BUMN.

Menurut sy, ini tragis sekali. Darurat kesehatan digunakan untuk mencaplok anggaran publik secara besar-besaran, bukan untuk belanja kesehatan itu sendiri, tapi untuk belanja kepentingan oligarki ekonomi.

Jadi, kalau Presiden dan pemerintahan ini merasa masih memiliki empati dan nurani, Perpres No. 64/2020 sebaiknya segera dicabut. Apalagi, Presiden seharusnya bs jadi contoh praktik taat terhadap hukum. Patuhilah putusan MA, jgn mengakalinya dgn menerbitkan Perpres No. 64/2020.

Pemerintah Sebut Menaikkan Iuran BPJS sebagai Pilihan Sulit

Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, mengungkapkan akan ada evaluasi terkait putusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Jumat (15/5/2020).

Muhadjir Effendy mengatakan rencana kenaikan iuran akan dievaluasi terlebih dahulu.

Iuran BPJS Kesehatan akan dinaikkan per Juli 2020 mendatang.

Sehingga masih ada waktu untuk melihat dampak dari putusan itu bagi keberlangsungan jaminan kesehatan masyarakat.

Muhadjir Effendy kemudian meminta, baik masyarakat dan pihak terkait lainnya, dapat lebih sabar.

Karena menurut Muhadjir Effendy, menaikkan iuran BPJS Kesehatan merupakan pilihan yang sulit bagi pemerintah.

Terlebih di situasi seperti saat ini, ketika Indonesia sedang menghadapi pandemi corona atau Covid-19.

"Sabar, nanti akan kita evaluasi dulu, masih ada waktu untuk diadakan evaluasi," terang Muhadjir Effendy.

"Pilihannya memang sulit ya," lanjutnya.

Muhadjir Effendy menjelaskan, sumber dana keberlangsungan program jaminan kesehatan BPJS berasal dari iuran para peserta.

Setiap bulannya, para peserta diwajibkan untuk membayar iuran maupun dipotong secara langsung dari pendapatan.

Dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan ini, pemerintah juga turut memberikan andil dalam menjaga kesehatan para masyarakat.

Pemerintah telah memberikan subsidi atau bantuan kepada peserta dengan kelas tertentu.

Muhadjir Effendy mengatakan iuran BPJS Kesehatan harus terpaksa dinaikkan, apabila iuran yang ada sudah tidak bisa memenuhi dasar pelayanan minimum kesehatan.

"Ingat ya BPJS itu dananya dari iuran peserta bukan dari pemerintah," jelas Muhadjir Effendy.

"Kalau pemerintah itu mensubsidi memberikan bantuan," tambahnya.

(Tribunnews.com/Daryono/Febia Rosada)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini