Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Adi Toegarisman, mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung), muncul di sidang kasus suap terkait dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Nama Adi disebut-sebut oleh Miftahul Ulum, mantan asisten pribadi mantan Menpora Imam Nahrawi. Ulum menyebut Adi kecipratan uang Rp 7 miliar dalam kasus tersebut.
Merespons hal demikian, Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono mengatakan bahwa pernyataan Ulum tak berdasar, tanpa disertai bukti-bukti yang kuat.
"Keterangan saudara Ulum sifatnya hanya dugaan saja, tak didukung bukti," kata Hari dalam keterangannya, Minggu (17/5/2020).
Sebenarnya, kata Hari, Jampidsus telah memerintahkan tim penyelidik untuk mengumpulkan data dan keterangan dari pihak-pihak terkait.
Namun, imbuh dia, ternyata belum menemukan bukti adanya dugaan tindak pidana. Sehingga belum dapat ditingkatkan ke tahap berikutnya.
"Untuk diketahui bahwa penyidikan perkara dugaan tipikor dana hibah KONI tahun 2017 oleh penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampidsus masih tetap berjalan dan dalam proses pengumpulan bukti-bukti,” kata Hari.
Pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (15/5/2020) kemarin lusa, selain Adi Toegarisman, Ulum juga menyebut nama Achsanul Qosasi, anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Achsanul, disebut Ulum, menerima uang sebesar Rp3 miliar dari perkara tersebut.
"BPK untuk inisial AQ yang terima Rp 3 miliar itu, Achsanul Qosasi, kalau Kejaksaan Agung ke Andi Teogarisman, setelah itu KONI tidak lagi dipanggil oleh Kejagung," ujar Ulum.
Untuk memenuhi permintaan uang itu, dia mengaku, meminjam sekitar Rp 10 miliar.
Dia mengklaim pihak KONI dan Kemenpora sudah punya kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang ke BPK dan Kejagung guna mengatasi kasus yang membelit.
"Yang menyelesaikan dari Kemenpora itu salah satu Asdep Internasional di Kejaksaan Agung yang biasa berhubungan dengan orang kejaksaan itu, lalu ada juga Yusuf atau Yunus, kalau yang ke Kejaksaan Agung juga ada Ferry Kono yang sekarang jadi Sekretaris KOI [Komite Olimpiade Indonesia]," jawab Ulum.
Di persidangan itu, Ulum mengaku menerima uang dari mantan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy.
"Karena waktu itu kejadiannya Pak Jhony memang memberikan saya ATM, lalu saya akui di persidangan ini, saya berniat untuk berkata jujur," ujarnya.
Untuk diketahui, mantan Menpora Imam Nahrawi, didakwa menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI Endang Fuad Hamidy.
Imam Nahrawi didakwa bersama-sama dengan Miftahul Ulum meminta uang tersebut untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018 lalu.
Ketika itu, KONI Pusat mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional Pada Multi Event 18th ASIAN Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA Games 2018.
Selain itu, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
Atas perbuatannya, Imam Nahrawi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selain itu, Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 8,6 miliar. Pemberian gratifikasi itu didapat dari sejumlah pihak.
Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12B ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.