TRIBUNNEWS.COM - Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) kembali melakukan judicial review atau uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020.
Perlu diketahui sebelumnya, Perpres nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang menjadi dasar hukum pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
KPCDI melakukan judicial review Perpres nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung (MA) pada hari ini, Rabu (20/5/2020).
"Setelah kami melakukan kontemplasi untuk menemukan pencerahan bagi kepentingan KPCDI pada khususnya dan Rakyat Indonesia pada umumnya akhirnya kami harus kembali mendaftarkan hak uji materiil," ucap Kuasa Hukum KPCDI, Rusdianto Matulatuwa, dalam keterangan tertulisnya, Rabu.
Rusdianto menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan jilid II ini sangat tidak memiliki empati yang mampu menyikapi keadaan serba sulit bagi masyarakat saat ini.
Baca: Alimansyah, Peserta JKN-KIS Tak Canggung Sampaikan Puasnya Pelayanan BPJS Kesehatan
Baca: Komisi IX DPR Bakal Panggil Menkes dan BPJS Kesehatan Bahas Kenaikan Iuran Usai Lebaran
Baca: Kritik Pedas Iuran BPJS Naik, Kader PDIP Disebut Cemburu
"Jelas merupakan suatu ketidak-adilan dan kenaikan tersebut juga tidak sesuai dengan apa yang dimaknai dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang BPJS," imbuhnya.
Rusdianto melanjutkan, ketika ketidak-adilan berubah menjadi suatu hukum yang dipositifkan, maka bagi KPCDI selaku warga negara yang melakukan perlawanan dimuka hukum tentu menjadi sesuatu hal yang diwajibkan.
"Karena apa yang kita lakukan ini untuk mengontrol kebijakan menjadi suatu kebutuhan dan bukanlah karena suatu pilihan semata”, katanya
Selain itu, KPCDI pun akan menguji apakah kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sudah sesuai tingkat perekonomian masyarakat di tengah pandemik virus corona.
“Saat ini kan terjadi gelombang PHK besar-besaran, tingkat pengangguran juga naik."
"Daya beli masyarakat juga turun. Harusnya pemerintah mempertimbangan kondisi sosial ekonomi warganya, bukan malah menaikkan iuran secara ugal-ugalan”, ungkapnya.
Baca: Politikus PAN Kritik Alasan Istana Naikkan Iuran BPJS Kesehatan untuk Perbaiki Layanan'
Baca: Sebut Pemerintah Naikkan BPJS demi Rampas Uang Rakyat, Refly Harun Langsung Ditegur KSP: Tenang Dong
Baca: Kenaikan Iuran Bukan Satu-satunya Cara Mengatasi Defisit BPJS
Rusdianto juga mengingatkan pemerintah yang harusnya mendengarkan pendapat MA mengenai akar masalah yang terabaikan, yaitu manajemen atau tata kelola BPJS secara keseluruhan.
“Padahal BPJS sudah berulang kali disuntikkan dana, tapi tetap defisit. Untuk itu perbaiki dulu internal manajemen mereka, kualitas layanan, barulah kita berbicara angka iuran."
"Karena meski iuran naik tiap tahun, kami pastikan akan tetap defisit selama tidak memperbaiki tata kelola menajemen” kecamnya.
Rusdianto menegaskan gugatan uji materi kenaikan iuran ini dilakukan untuk menilai apakah kenaikan ini sudah sesuai tanggung jawab BPJS Kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada seluruh pesertanya.
“Harus bisa dibuktikan adanya perubahan perbaikan pelayanan, termasuk hak-hak peserta dalam mengakses obat dan pengobatan dengan mudah” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)