TRIBUNNEWS.COM - Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) kembali menggugat kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan.
KPCDI mendaftarkan uji materi Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 ke Mahkamah Agung (MA).
Penggugat sebelumnya pernah mengajukan gugatan yang sama dengan putusan diterima, sehingga iuran BPJS Kesehatan pun dibatalkan.
Kuasa Hukum KPCDI, Rusdianto Matulatuwa mengatakan, dalam putusan MA terkait iuran BPJS Kesehatan itu diketahui masih meninggalkan sejumlah PR.
Baca: Kelas BPJS Kesehatan Akan Dihapus, Komisi IX : Siapkan Fasilitas Dulu
Baca: Iuran BPJS Naik Lagi, KPCDI Daftarkan Judicial Review Perpres 64 Tahun 2020 ke MA
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Kamis (21/5/2020).
Rusdianto menyebut, pihak BPJS seharusnya bisa memperbaiki PR yang ada.
"Seperti kita tahu bahwa di dalam keputusan Mahkamah Agung itu kan meninggalkan beberapa PR yang harus dibenahi oleh pihak BPJS," terang Rusdianto.
Rusdianto Matulatuwa menilai, kenaikan iuran BPJS Kesehatan jilid II ini sangat tidak memiliki empati.
Menurutnya, keputusan BPJS untuk menaikkan iuran masih ada ego sektoral yang menjadi pertimbangan.
"Kita tahu dalam pertimbangan itu BPJS belum maksimal, masih terjadi ego sektoral di sana ketika mengambil keputusan," ujar Rusdianto.
"Sehingga tidak berpihak kepada masyarakat," sambungnya.
Sementara itu, ia memaparkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sempat mengeluarkan rekomendasi untuk menekan defisit pengeluaran BPJS tanpa menaikkan iuran peserta.
Baca: Aturan Kenaikan Iuran BPJS Kembali Diuji Materi ke Mahkamah Agung
Baca: Kerja Sama dengan BPJS, Anggota DPR Ini Salurkan Bansos Beras 10 Ton
Namun, rekomendasi dari KPK itu belum dilakukan oleh BPJS Kesehatan.
"Akhir-akhir ini KPK juga baru mengeluarkan suatu kajian yang mana kami sudah diberikan."
"Ada beberapa rekomendasi dari KPK itu juga belum dilaksanakan oleh pihak BPJS," paparnya.
Rusdianto menambahkan, kenaikkan iuran BPJS seharusnya bisa dialihkan dengan melihat sisi internalnya.
"Artinya bahwa coba kita melihat dari perspektif yang lain dulu, jangan terlalu ngotot dulu di soal keuangan."
"Jangan terlalu ngotot dulu mengatakan masyarakat ini tidak disiplin."
"Jangan terlalu keras dulu kepada masyarakat yang mengatakan bahwa ini penyebabnya dari suatu kekurangan dan sebagainya," jelas Rusdianto.
"Tapi lihatlah dari sisi lain, bagaimana kalau kita merubah suatu perspektif pemikiran kita lihat dari sisi internalnya," imbuhnya.
KPCDI Minta Iuran Kelas 3 Tidak Dinaikkan
Sebelumnya, Ketua Umum KPCDI, Tony Samosir menyayangkan terbitnya Perpres tersebut di tengah pandemi virus corona di Indonesia.
Adapun kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II.
Sementara iuran kelas III akan naik pada 2021.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Rabu (13/5/2020).
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Publik Diminta Jangan Selalu Salahkan Jokowi
Baca: Pemerintah: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berdasarkan Pertimbangan Ahli Independen
"Yang pasti KPCDI menyayangkan sikap pemerintah yang menerbitkan peraturan tersebut di tengah situasi krisis wabah virus corona di Indonesia," jelas Tony Samosir.
Tony Samosir juga meminta pemerintah tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III.
"KPCDI menyatakan harusnya pemerintah tidak menaikkan iuran, khususnya pada segmen kelas III," ujar Tony.
"Kelas III ini kita tahu banyak masyarakat yang hampir miskin atau hampir tidak mampu, tapi dia tidak bisa masuk kategori penerima bantuan iuran," sambungnya.
Lebih lanjut, Tony menyoroti tingginya kenaikan iuran BPJS.
"Kalau kelas III naiknya sebesar Rp 35 ribu, kalau ada empat orang anggota keluarga, maka dibayarkan per tahun itu sebesar Rp 1,6 juta," tuturnya.
Baca: Kritik Tokoh untuk Pemerintah soal Iuran BPJS Naik, 2 Politikus Ini Kompak Sebut Tertimpa Tangga
Baca: Presiden Jokowi Didesak Kaji Ulang Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Ia menambahkan, hal itu dirasa akan semakin memberatkan golongan hampir miskin dan tidak mampu.
Tony juga menilai, kenaikan iuran BPJS Kesehatan saat ini tidak tepat waktu.
Menurutnya, kondisi ekonomi saat ini sedang sulit mengingat banyaknya masyarakat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Walau ada perubahan jumlah angka kenaikan, tapi ini masih dirasa memberatkan bagi masyarakat," ucap Tony Samosir.
"Apalagi kita tahu kondisi ekonomi yang tidak menentu saat ini," lanjutnya.
Sementara itu, Tony Samosir menyebutkan kebijakan tersebut adalah cara untuk mengakali keputusan MA yang telah membatalkan kenaikan iuran BPJS.