TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ruslan Buton diduga kuat akan langsung ditahan oleh Polisi terkait laporan polisi terhadapnya.
Demikian dikemukakan Ketua Umum Cyber Indonesia Muannas Alaidid terkait dijemputnya Ruslan Buton oleh aparat gabungan Polri dan POM TNI pada Kamis (28/5/2020) hari ini.
"Ruslan Buton diduga menyebarkan berita bohong, kebencian berdasarkan SARA dan penghinaan pada penguasa melalui surat dan audio yang viral di media sosial," ujar Muannas Alaidid.
Menurut Muannas, berita bohong jelas terlihat dalam surat dan audio Ruslan Buton dalam kalimat "Saya Ruslan Buton, mewakili suara seluruh Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia...".
"Ini berita bohong karena Ruslan Buton berbohong dengan mengatasnamakan mewakili suara seluruh WNI. Ini dugaan pelanggaran terhadap Pasal 14 ayat 1 UU No.1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana tentang larangan menyebarkan berita bohong," ujar Muannas.
Dikatakan bahwa kebencian berdasarkan SARA dipakai oleh Ruslan Buton demi kepentingan politiknya dalam kalimat "Seluruh komponen bangsa dari berbagai suku, agama dan ras yang akan menjelma bagaikan Tsunami dahsyat".
"Ini dugaan pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat 2 UU No. 19 Tahun 2016 Tentang ITE terkait larangan kebencian berdasarkan SARA," katanya.
Muannas mengatakan penghinaan pada penguasa Pasal 207 KUHP yang terlihat dalam surat dan audio Ruslan Buton khususnya kepada Presiden Joko Widodo sekaligus kalimat-kalimat ancaman, seperti "Namun bila tidak, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat".
Juga ada kalimat "Yang akan meluluhlantakan para penghianat bangsa, akan bermunculan harimau, singa dan srigala lapar untuk memburu dan memangsa para penghianat bangsa" kemudian kalimat "pertumpahan darah".
"Kalimat itu diulang-ulang dalam narasi dia," ujar Muannas.
Menurut Muannas, narasi Ruslan Buton tidak bisa dibela atas dasar kebebasan berpendapat karena dia diduga kuat menyebarkan berita bohong, kebencian berdasarkan SARA, penghinaan dan ancaman yang berdampak pada kegaduhan sosial.
Pecatan TNI
Ruslan Buton pecatan TNI yang meminta Presiden Joko Widodo legowo untuk mundur di tengah pandemi Covid-19 diamankan tim gabungan di Kabupaten Buton pada Kamis (28/5/2020).
Video yang berisi suara Ruslan yang meminta Jokowi legowo untuk mundur sempat viral di media sosial.
Ruslan ditangkap di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.
Menurut Kapolda Sultra Irjen Merdisyam, yang bersangkutan kooperatif saat diamankan.
Ia menjelaskan saat ini Ruslan dalam perjalanan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri.
"Kami di Polda hanya membantu dalam penangkapan saja. Kasus ditangani Mabes Polri," jelas Merdisyam, Jumat (29/5/2020).
Sementara itu Kabid Humas Polda Sultra AKBP Ferry Walintukan menjelaskan dalam penangkapan itu, tim menyita sebuah telepon genggam beserta SIM card dan satu kartu tanda penduduk (KTP) milik Ruslan Buton.
Dari hasil pemeriksaan awal pelaku mengaku rekaman suara yang meminta Presiden Jokowi mundur itu adalah benar suaranya sendiri.
Ruslan membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk video yang viral pada 18 Mei 2020.
Di video tersebut Ruslan menilai tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi corona sulit diterima oleh akal sehat.
Ruslan juga mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Ia mengatakan solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur Ruslan di video itu.
Terlibat kasus pembunuhan
Ruslan adalah mantan perwira menengah di Yonif RK 732/Banau dengan pangkat terakhirnya Kapten Infanteri.
Saat ia menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017.
Pengadilan Militer Ambon memutuskan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan. Ia kemudian dipecat dari anggota TNI AD pada 6 Juni 2018 lalu.
Setelah dipecat, Ruslan membentuk kelompok mantan Prajurit TNI dari 3 matra darat, laut, dan udara yang disebut Serdadu Eks Trimatra Nusantara.
Dia mengaku sebagai Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com