Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyusun potensi kerawanan di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 yang diselenggarakan di tengah pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Sejumlah kerawanan itu, yaitu potensi malapraktik dalam penyelenggaraan Pilkada, penyalahgunaan kewenangan pejabat, politisasi bantuan sosial dan politik uang, mahar politik, mobilisasi pemilih, intimidasi pemilih, dan penyalahgunaan hak pilih.
"Menyusun kerawanan Pilkada di tengah Covid-19. Pemetaan kondisi Covid-19 per provinsi menjadi penting," kata anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Ratna Dewi Pettalolo, dalam diskusi virtual, Sabtu (30/5/2020).
Dia memprediksi politisasi bantuan sosial dan politik uang diprediksi akan meningkat.
Berdasarkan data yang dimilikinya, sekitar 230 petahana akan berpartisipasi untuk kepentingan kemenangan kontestasi pemenangan Pilkada 2020.
Baca: 4,3 Juta Calon Pemilih Bakal Diverifikasi Faktual untuk Calon Perseorangan di Pilkada 2020
"Sama-sama membutuhkan. Masyarakat butuh bantuan dan peserta pemilu butuh suara. Bertemu dua kepentingan, politik uang dan politisasi bansos dikhawatirkan meningkat. Kekhawatiran menyebar di beberapa tempat. Ini khawatir politik uang dan politisasi bansos tidak ditangani serius semakin meningkat," kata dia.
Selain itu, kata dia, terdapat potensi penyalahgunaan hak pilih.
Hal ini dapat terjadi ketika petugas tidak dapat mengenali wajah calon pemilih karena memakai masker.
"Penggunaan hak pilih lebih dari satu dan menggunakan hak pilih orang lain karena penerapan standar kesehatan ketat. Masker penghalang untuk mendeteksi. Ini hal diperhatikan serius untuk mengantisipasi pemilih lebih dari satu atau menggunakan hak pilih orang," kata dia.
Baca: Ini Daftar 102 Kabupaten Kota yang Masuk Zona Hijau Covid-19
Untuk mengatasi potensi kerawanan Pilkada, pihaknya berupaya mengawasi dan mencegah supaya tidak terjadi.
Dia menambahkan, Bawaslu RI dapat berkreasi karena secara eksplisit di undang-undang tidak ditentukan metodenya.
"Sehingga ruang inovasi memanfaatkan sumber daya alam dan teknologi terbuka. Tidak masalah dalam kreativitas," kata dia.
Namun, dia menambahkan, pihaknya harus berhati-hati agar tidak digugat.
"Hati-hati mendesain penggunaan teknologi untuk memasukkan tata cara penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa agar tidak muncul gugatan di kemudian hari," tambahnya.