News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Petisi 'Tunda Masuk Sekolah Selama Pandemi' Sudah Ditandatangani Lebih dari 97 Ribu Orang

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hingga Senin (1/6/2020) sore, petisi 'Tunda Masuk Sekolah Selama Pandemi' sudah ditandatangani lebih dari 97 ribu orang.

TRIBUNNEWS.COM - Petisi 'Tunda Masuk Sekolah Selama Pandemi' muncul di tengah adanya wacana pemerintah membuka aktivitas belajar di sekolah pada Juli 2020 mendatang.

Meskipun rencana tersebut belum disahkan, banyak orang tua merasa khawatir bila wacana tersebut benar-benar diberlakukan.

Petisi 'Tunda Masuk Sekolah Selama Pandemi' itupun hingga Senin (1/6/2020) sore telah ditandatangani lebih dari 97 ribu orang.

Penggagas petisi 'Tunda Masuk Sekolah Selama Pandemi', Watiek Ideo, mengungkapkan kekhawatirannya.

Orang tua murid kelas 6 Sekolah Dasar (SD) itu mengatakan, bukan hal yang mudah untuk meminta anak-anak kembali ke sekolah.

Baca: Kemendikbud: Dimulainya Tahun Ajaran Baru Tidak Sama dengan Pembukaan Sekolah

Baca: Tanggal Dimulainya Tahun Ajaran Baru Tidak Berarti Sama dengan Pembukaan Sekolah

Terlebih, Watiek menambahkan, apabila belum ada edukasi dan fasilitas sekolah yang memenuhi standar keamanan di tengah pandemi Covid-19.

"Gak semudah itu untuk membuka sekolah dan meminta anak-anak kembali ke sekolah kalau memang kita belum ada edukasi dan belum menyiapkan fasilitasnya sesuai standar keamanan di tengah pandemi," kata Watiek dalam wawancaranya bersama Tribunnews.com melalui Zoom, Sabtu (30/5/2020) pagi.

Watiek mengungkapkan, kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan di sekolah memang menjadi poin kekhawatirannya.

Menurut Watiek, protokol kesehatan ini bukan hanya terkait perilaku anak di sekolah, melainkan juga mengenai kesiapan fasilitas sekolah.

"Kemudian masker kain kan hanya boleh dipakai empat jam dan misalkan kotor atau basah, apakah sekolah akan menyediakan masker cadangan nantinya?" Lanjut Watiek.

Watiek pun mempertanyakan apakah nantinya guru-guru mampu menjamin para murid untuk tetap konsisten menjaga jarak.

Sementara, Watiek mengatakan, anak-anak sudah lama tidak bertemu dengan teman-temannya di sekolah.

"Mereka sudah lama ga ketemu teman, pastinya excited, semangat untuk main lagi, atau cerita-cerita," kata Watiek.

"Itu kan pasti susah sekali untuk menjaga anak-anak tetap berjauhan minimal 1,5 meter, itu kan ada standarnya sendiri," sambungnya.

Baca: Komisi IX Nilai Pembukaan Sekolah Saat Pandemi Tidak Tepat

Baca: Langkah Kedua di Tokyo Jepang Dimulai: Sekolah, Teater, Bioskop Hingga Tempat Usaha Dibuka Kembali

Selain itu, Watiek mengaku, dirinya juga mengkhawatirkan ketika anak-anak menggunakan fasilitas toilet di sekolah.

Menurutnya, jika anak-anak tidak memahami prosedur penggunaan toilet secara bergantian maka hal tersebut dapat membahayakan.

"Kemudian terkait pengaturan fasilitas di sekolah, misalnya pengaturan ruangan atau kelas, tempat duduk itu seperti apa agar gak terlalu penuh, karena biasanya sekolah negeri atau swasta itu satu kelas bisa 35 orang nah itu harus diatur," lanjut Watiek.

Watiek menambahkan, kesiapan sekolah dalam mengatur penjemputan supaya tidak menggerombol juga harus diperhatikan.

Hal tersebut juga menjadi kekhawatiran Watiek apabila sekolah belum mempersiapkannya.

"Terus (sekolah) menyediakan alat pengukur suhu yang itu bukan hanya thermo gun lagi, karena kalau thermo gun bisa dibayangkan jumlah anak yang ratusan harus antri untuk dicek suhunya, itu kan juga sangat merepotkan."

"Nah hal-hal detail seperti itu sih yang saya pikirkan terkait protokol kesehatan sekolah," ungkapnya.

Berharap Petisi Dapat Dipertimbangkan Pemerintah

Sementara itu, Watiek menyampaikan, ia berharap petisi yang menyuarakan kekhawatiran para orang tua, guru, dan kepala sekolah ini dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan.

Orang tua murid yang juga merupakan seorang penulis itu mengaku, sebelum membuat petisi tersebut, ia sekadar mengungkapkan kegelisahan dan kekhawatiran pribadinya terhadap sang anak melalui media sosialnya.

Baca: Satgas Lawan Covid-19 Minta Mendikbud Segara Jelaskan Protokol Kesehatan di Sekolah Saat New Normal

Baca: Netty Prasetiyani: Khawatir Terakit Rencana Pembukaan Sekolah di Tengah Pandemi

Unggahan di media sosialnya itu kemudian mendapat banyak respons dari publik yang merasakan kekhawatiran yang sama.

Watiek kemudian tergerak untuk membuat petisi.

"Dari situlah terpikir untuk membuat petisi yang nantinya akan mewadahi aspirasi dari orang tua, guru, kepala sekolah, yang nanti ditujukan pada Bapak Presiden agar Bapak Presiden mempertimbangkannya ketika memang nanti ada wacana new normal yang tidak hanya diterapkan pada sektor ekonomi, tetapi juga pada sektor pendidikan yaitu sekolah," kata Watiek.

Wacana Masuk Sekolah Mulai Bulan Juli

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyampaikan tahun ajaran baru 2020/2021 akan tetap dimulai pada 13 Juli 2020.

Hal itu disampaikan oleh Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad.

Hamid pun menepis adanya permintaan pengunduran tahun ajaran baru 2020/2021 ke Januari 2021.

"Kenapa Juli? Memang kalender pendidikan kita dimulai minggu ketiga bulan Juli dan berakhir Juni. Itu setiap tahun begitu," kata Hamid dalam telekonferensi di Jakarta, Kamis (28/5/2020).

Hamid mengatakan keputusan tak memundurkan tahun ajaran baru 2020/2021 ditandai adanya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) 2020.

Menurutnya, ada beberapa hal yang mesti disinkronisasi bila memundurkan tahun ajaran baru 2020/2021.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana, mengatakan rencana itu disusun dengan mempertimbangkan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam rangka mencegah penularan Covid-19.

"Hari pertama sekolah dengan mempertimbangkan kebijakan, baik pemerintah pusat maupun daerah, yang kami siapkan 13 Juli," ujar Nahdiana, seperti yang dikutip dari Kompas.com, Kamis (15/5/2020).

Nahdiana menyampaikan, Dinas Pendidikan telah menyusun tiga skema belajar di sekolah yang akan diterapkan pada tahun ajaran 2020/2021.

Pertama, hanya sebagian sekolah yang dibuka dengan semua siswa belajar di sekolah.

Kedua, hanya sebagian sekolah yang dibuka dengan sebagian siswa belajar di sekolah.

Ketiga, semua sekolah dibuka dengan sebagian siswa belajar di rumah.

"Kami lakukan ini semua dengan mengikuti kebijakan pemerintah apabila PSBB ini telah dibuka kembali, maka kami bersiap untuk kembali sekolah dengan rancangan-rancangan yang kami buat dengan beberapa alternatif," kata Nahdiana.

Nahdina menambahkan, kegiatan belajar mengajar di sekolah pada tahun ajaran baru akan mempertimbangkan kesiapan fasilitas sekolah untuk mencegah penyebaran Covid-19 hingga lokasi sekolah.

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta, Kompas.com/Wahyu Adityo Prodjo/Nursita Sari)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini