Kedua, tidak ada penjelasan atas urgensi atau alasan pelibatan militer yang menyebabkan sulitnya menilai proporsionalitas pelibatan yang diperlukan.
Ketiga, tidak ada kejelasan perhitungan atas dampak dari tugas pengawalan ini terhadap kesiapan militer.
Sehingga menurutnya pengerahan pasukan secara besar-besaran untuk mengawal fase kenormalan baru sedikit banyak akan berdampak pada kesiapan militer dalam mengemban tugas utama mereka untuk menjaga kesiapan perang.
Menurutnya berbagai potensi persoalan itu menunjukkan bahwa rencana pelibatan militer dalam fase kenormalan baru belum dibarengi dengan indikator yang rigid dan terukur.
"Dalam konteks itu, pemerintah perlu meninjau ulang persiapan pelibatan militer dalam kenormalan baru. Pelibatan militer memang mungkin dilakukan, namun hendaknya hal itu dilakukan dengan pertimbangan yang matang terhadap aspek mitigasi krisis, dampak terhadap masyarakat, dampak terhadap profesionalisme militer itu sendiri, serta kesesuaian dengan ketentuan hukum," kata Diandra.
Menurutnya pelibatan militer seyogyanya dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip dasar OMSP.
Berbeda dengan operasi perang, baginya, pada operasi selain perang militer TNI berperan sebagai garda pendukung terhadap instansi sipil yang bertanggung jawab.
Menurutnya pelibatan militer juga perlu ditempatkan sebagai upaya terakhir (last resort) apabila penguatan terhadap instansi sipil terkait sudah tidak dimungkinkan.
Lebih jauh, pelibatan juga perlu bersifat terbatas dan sementara yakni terbatas terhadap jenis tugas yang benar-benar membutuhkan bantuan dan dilakukan sementara hingga kapasitas instansi sipil terkait sudah mampu menghadapi kondisi.
"Berbagai prinsip tersebut sesungguhnya lahir sebagai upaya menjaga profesionalisme militer itu sendiri. Oleh karena itu, keputusan pengerahan militer dalam tugas selain perang ini perlu dibuat oleh Presiden sebagaimana telah ditegaskan oleh UU TNI," ujar Diandra.