Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Bidang Pertahanan dan Keamanan Pusat Penelitian Politik - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) Diandra Megaputri Mengko menilai pemerintah perlu meninjau ulang pelibatan militer dalam kenormalan baru.
Hal tersebut disampaikan Diandra dalam artikel berjudul "TNI dan Kenormalan Baru" pada kolom laman resmi P2P-LIPI Edisi Khusus Covid-19, politik.lipi.go.id, yang diunggah pada Selasa (2/6/2020).
Dalam tulisannya, Diandra menilai pemerintah tidak menggunakan skema yang telah ditentukan untuk pelibatan militer dalam operasi militer selain perang (OMSP) khususnya untuk membantu kepolisian dan pemerintah mengawal fase kenormalan baru sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat 2 dan 3 UU TNI Nomor 34/2004.
Baca: BMKG: Peringatan Dini Cuaca Ekstrem, Kamis 4 Juni 2020: Waspada Hujan Lebat di Sejumlah Wilayah
Baca: Langkah Tepat Sektor Pangan, Inflasi Mei 2020 Rendah
Baca: KPK: Sangat Terbuka Kasus Nurhadi Dikembangkan ke TPPU
Mengacu pada UU tersebut, menurut Diandra, pelibatan militer baru dapat dilakukan jika ada keputusan politik negara yakni kebijakan politik pemerintah bersama-sama DPR yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan DPR.
Mekanisme tersebut antara lain rapat konsultasi dan rapat kerja sesuai peraturan perundang-undangan sebagaimana tertera dalam penjelasan Pasal 5 UU TNI.
Menurutnya, pengabaian terhadap ketentuan hukum semacam ini bukan baru kali ini saja terjadi.
Berdasarkan catatannya, sebelumnya pemerintah telah berulang kali mengabaikan unsur keputusan politik negara dalam berbagai pelaksanaan OMSP dengan dalih telah ada perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) antara TNI dengan instansi sipil terkait.
Ia menilai kondisi itu menimbulkan ironi tersendiri, terlebih tim gabungan memiliki tugas untuk mendisiplinkan warga terhadap aturan yang berlaku.
Baginya, terlepas dari persoalan legal-formal, pengabaian terhadap keputusan politik negara juga mengandung masalah lain.
Hal tersebut menurutnya menyebabkan tidak adanya acuan ataupun skema yang dapat digunakan untuk mengukur pelibatan militer dalam melaksanakan tugas selain perang.
Dalam konteks itu setidaknya Diandra menilai ada tiga potensi permasalahan yang bisa muncul.
Pertama, tidak ada kejelasan sampai kapan militer akan terlibat dalam tugas pendisiplinan warga yang berpotensi militer bisa selamanya terlibat dalam tugas-tugas pendisiplinan warga.
Menurutnya apabila hal itu berlangsung secara berlarut-larut maka akan menimbulkan kerancuan antara fungsi pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum yang dicampuradukkan menjadi satu.
Kedua, tidak ada penjelasan atas urgensi atau alasan pelibatan militer yang menyebabkan sulitnya menilai proporsionalitas pelibatan yang diperlukan.
Ketiga, tidak ada kejelasan perhitungan atas dampak dari tugas pengawalan ini terhadap kesiapan militer.
Sehingga menurutnya pengerahan pasukan secara besar-besaran untuk mengawal fase kenormalan baru sedikit banyak akan berdampak pada kesiapan militer dalam mengemban tugas utama mereka untuk menjaga kesiapan perang.
Menurutnya berbagai potensi persoalan itu menunjukkan bahwa rencana pelibatan militer dalam fase kenormalan baru belum dibarengi dengan indikator yang rigid dan terukur.
"Dalam konteks itu, pemerintah perlu meninjau ulang persiapan pelibatan militer dalam kenormalan baru. Pelibatan militer memang mungkin dilakukan, namun hendaknya hal itu dilakukan dengan pertimbangan yang matang terhadap aspek mitigasi krisis, dampak terhadap masyarakat, dampak terhadap profesionalisme militer itu sendiri, serta kesesuaian dengan ketentuan hukum," kata Diandra.
Menurutnya pelibatan militer seyogyanya dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip dasar OMSP.
Berbeda dengan operasi perang, baginya, pada operasi selain perang militer TNI berperan sebagai garda pendukung terhadap instansi sipil yang bertanggung jawab.
Menurutnya pelibatan militer juga perlu ditempatkan sebagai upaya terakhir (last resort) apabila penguatan terhadap instansi sipil terkait sudah tidak dimungkinkan.
Lebih jauh, pelibatan juga perlu bersifat terbatas dan sementara yakni terbatas terhadap jenis tugas yang benar-benar membutuhkan bantuan dan dilakukan sementara hingga kapasitas instansi sipil terkait sudah mampu menghadapi kondisi.
"Berbagai prinsip tersebut sesungguhnya lahir sebagai upaya menjaga profesionalisme militer itu sendiri. Oleh karena itu, keputusan pengerahan militer dalam tugas selain perang ini perlu dibuat oleh Presiden sebagaimana telah ditegaskan oleh UU TNI," ujar Diandra.