Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) dan peneliti Ravio Patra telah mengajukan praperadilan atas penangkapannya yang dituduh menyebarkan pesan provokasi pada 22 April 2020 lalu.
Salah satu objek hukum yang dipersoalkan adalah proses pengeledahan dan penyitaan barang di indekosnya.
Dalam sebuah acara diskusi online, Ravio Patra bercerita saat penegak hukum membawanya untuk menggeledah kamar Indekosnya.
Selain tak menunjukkan surat perintah penggeledahan dan penyitaan, dia mengaku heran penegak hukum menyita barang yang tak ada kaitannya dengan kasus.
Baca: Pemerintah Siapkan Peta Jalan Pendidikan yang Mampu Jawab Tantangan Zaman
"Selama penggeledahan yang dibawa itu buku. Jadi saya antara mau marah sama mau ketawa. Karena udah sering banget nih orang ditangkap anarko, orang ditangkap kebencian, orang ditangkap segala macam barang buktinya itu buku," kata Ravio dalam sebuah diskusi online, Kamis (4/6/2020).
Baca: Polisi Segera Tunjuk Tim Usut Peretasan Akun WhatsApp Milik Ravio Patra
Ravio mengaku heran penegak hukum menyita buku yang tidak ada kaitannya dengan kasus. Ia menuturkan, penegak hukum bahkan sempat menyita novel hingga buku fiksi miliknya.
"Yang dibawa buku-buku novel, buku-buku yang sekadar fiksi juga, romance dan semua banyak buku saya yang berbahasa Inggris itu dibawa oleh polisi. Dengan alasan Ini kan bahasa Inggris saya tidak tahu isinya apa," jelasnya.
Tak hanya itu, Ravio mengatakan buku yang ada kaitannya dengan politik juga sempat disita oleh penegak hukum.
"Asal ada buku yang yang ada politiknya aja itu dianggap barang bukti menunjukkan tendensi istilahnya untuk melakukan makar. Kebencian terhadap presiden atau kebencian terhadap simbol negara," katanya.
Lebih lanjut, dia menuturkan setidaknya ada satu koper buku yang disita oleh pihak kepolisian di Indekosnya. Namun, tidak ada saksi yang melihat saat penggeledahan.
Baca: Ravio Patra Disebut Sempat Menghindar dan Melawan saat Hendak Diamankan
"Selama penggeledahan itu tidak ada saksi sih. Waktu itu saksinya berada di luar ruangan. Jadi mereka tidak melihat proses pemilihannya seperti apa," pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) dan peneliti Ravio Patra akhirnya mengajukan gugatan praperadilan terkait kasus penangkapannya yang diduga sebarkan pesan provokatif pada 22 April 2020 lalu. Ia menyebut ada banyak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh kepolisian.
Sebagaimanan diketahui, gugatan itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (3/6/2020) kemarin. Gugatan itu didaftarkan oleh sejumlah organisasi masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (Katrok).
Perwakilan Katrok dari LBH Jakarta, Okky Wiratama Siagian mengatakan gugatan telah terdaftar dengan nomor 63/Pid.Pra/2020/PN-JKT.Sel. Gugatan itu sekaligus menguji apakah ada pelanggaran hukum penangkapan Ravio.
"Praperadilan sendiri adalah alat kontrol bagi penegak hukum untuk menguji tindak paksa penahanan, penggeledahan hingga penyitaan itu apakah sudah sesuai prosedur atau belum," kata Okky dalam diskusi yang digelar secara online pada Kamis (4/6/2020).
Okky mengatakan ada tiga objek yang diajukan praperadilan oleh tim kuasa hukum. Hal tersebut setelah menelisik kronologi penangkapan Ravio yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya.
"Kita mengajukan objek praperadilannya ada tiga yaitu sah atau tidaknya penangkapan, sah atau tidaknya penggeledahan dan sah atau tidaknya penyitaan. Jadi ada tiga objek praperadilan yang kita daftarkan ke PN Jakarta Selatan," jelasnya.
Sebagai contoh, Okky menjelaskan penegak hukum tak pernah menunjukkan surat perintah penangkapan kepada Ravio Patra atau keluarga saat kejadian penangkapan bahkan hingga sekarang.
"Kenapa kita bilang ada dugaan penangkapan Ravio ini tidak sah? karena sudah dijelaskan pada ditangkap Ravio sudah meminta untuk ditunjukkan surat tugas dan surat perintah penangkapan dan namun hal itu tidak diberikan. Sampai saat ini juga Ravio dan keluarga tidak menerima tembusan Surat Perintah penangkapan," jelasnya.
Tak hanya itu, Okky menyebutkan penggeledahan dan penyitaan barang milik Ravio Patra juga diduga melanggar hukum. Penegak hukum tak sama sekali menunjukkan surat perintah dan kerap mengambil barang yang tak berkaitan dengan kasus.
"Penggeledahan paksa namun tidak ditunjukkan surat izin dari pengadilan negeri setempat. Juga terkait penyitaan ada barang barang yang tidak relevan yang disebutkan disita juga tanpa ada berita acara penyitaan," jelasnya.
Dia menambahkan kasus Ravio hanya satu dari berbagai kasus kesewenangan penegak hukum saat menangkap warga negara setidaknya dalam satu tahun terakhir. Selain Ravio, ada banyak kasus lainnya yang mengalami hal serupa.
"Kasus Ravio ini hanya satu kasus aja nih. Ada kasus kasus lain yang satu tahun terakhir. Ketika dia ditangkap dan langsung diperiksa sebagai tersangka. Kasus Ravio hanya salah satu kasus saja yang terjadi di berbagai Indonesia satu tahun terakhir," pungkasnya.