Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik adanya dugaan rekayasa penilaian aset sawit di Padang Lawas, Sumatera Utara milik eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Penyelisikan dilakukan melalui pemeriksaan dua saksi pada Kamis, 4 Juni 2020 kemarin.
Penyidik memeriksa Pegawai pada Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Hari Utomo dan Rekan, Panji Putro Setiawan dan Agung Mulyono.
Plt Juru Bicara Ali Fikri mengatakan, dua saksi tersebut diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Nurhadi.
"Penyidik mengungkap melalui keterangan kedua saksi tersebut mengenai adanya dugaan rekayasa penilaian aset sawit di Padang Lawas Sumut milik tersangka NHD," ungkap Ali dalam keterangannya, Jumat (5/6/2020).
Baca: Rusuh di AS: Lebih dari 10.000 Orang Ditangkap saat Protes Pembunuhan George Floyd
Kata Ali, diduga kebun itu seolah dijual sebagai pengembalian uang kepada Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA yang menjerat Nurhadi, Hiendra berstatus sebagai penyuap Nurhadi.
Nurhadi diduga menyembunyikan aset-asetnya di tengah upaya KPK menyelidiki dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Salah satu aset itu ialah kebun sawit di Kecamatan Sosa dan Barumun, Padang Lawas.
Nurhadi diduga menyiapkan underlying transaction untuk kebun sawit itu. Nilai transaksinya Rp 42,5 miliar.
Baca: Helmy Yahya Ungkap Tukin Karyawan TVRI Tertunda Gegara Dipecat dari Dirut, Ini Penjelasannya
KPK menangkap Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono karena keduanya merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi untuk memainkan sejumlah perkara di MA sejak 6 Desember 2019.
Keduanya sempat buron sebelum dicokok kembali pada Senin, 1 Juni 2020 malam di sebuah rumah di Jalan Simprug Golf 17 Nomor 1, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini, Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap berupa 9 lembar cek dari PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) serta mendapat duit Rp 46 miliar.
Selain itu, KPK juga menjerat Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto dengan pasal pemberi suap. KPK mengimbau Hiendra menyerahkan diri karena yang bersangkutan masih melarikan diri.