Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjelaskan kenapa pihaknya hingga saat ini belum mengumumkan eks Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Budi Santoso sebagai tersangka.
Padahal Budi usai diperiksa penyidik KPK pada Jumat (5/6/2020) malam mengaku diperiksa sebagai tersangka.
"Tim masih bekerja untuk mengumpulkan bukti-bukti sehingga perkara jadi terang. Pada saatnya kami akan sampaikan ke rekan-rekan media. Pasti kami sampaikan perkembangannya," kata Firli saat dimintai konfirmasi, Selasa (9/6/2020).
Baca: KPK Mengaku Belum Bisa Paparkan Secara Detil soal Dugaan Korupsi PT DI
Baca: Eks Dirut PT Dirgantara Indonesia Akui Diperiksa Sebagai Tersangka, KPK Belum Umumkan
Mantan Kapolda Sumatera Selatan ini mengatakan, akan membuka secara rinci terkait kasus korupsi di perusahaan pelat merah tersebut.
Bahkan, muncul dugaan kalau akan diumumkan jika Budi resmi ditahan oleh KPK.
"Kalau sudah cukup bukti dan tersangka ditemukan baru kami umumkan. Pimpinan menyepakati seperti itu," kilah Firli.
Sebelumnya, pada Jumat (5/6/2020) malam, mantan Dirut Utama PT DI Budi Santoso mengakui telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Pengakuan ini disampaikan Budi usai diperiksa penyidik KPK.
"Iya, tersangka saya pak," kata Budi usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Kendati demikian, Budi enggan mengungkap secara rinci kasus korupsi yang menjeratnya. Termasuk mengenai materi pemeriksaan yang dijalaninya hari ini.
Budi hanya menyebut penyidik menelisik harta kekayaan yang dimilikinya.
"Saya enggak tahu tadi cuma diperiksa tentang laporan harta kekayaan," kata Budi.
Untuk diketahui, penyidik KPK kembali menetapkan seorang petinggi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai tersangka, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Adapun tersangka tersebut yakni BS, mantan Dirut PT Dirgantara Indonesia dan IRZ selaku Kepala Divisi Penjualan perusahaan pelat merah tersebut.
Terkait modus operandi dalam kasus ini, diduga dalam setiap pemasaran dan penjualan, pihak PT Dirgantara Indonesia membayarkan ‘fee’ kepada pihak ketiga.
Namun, dari pihak ketiga, duit ’fee’ tersebut mengalir ke sejumlah direksi PT DI dan pejabat kementerian yang berperan sebagai pihak pemesan pesawat.
Dalam kasus ini, tersangka BS dan IRZ diduga melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Ini karena keduanya dinilai melakukan korupsi terkait kegiatan penjualan dan pemasaran pesawat pada PT Dirgantara Indonesia, dalam kurun waktu 2007-2017.
Atas perbuatannya, keduanya terancam 20 tahun pidana penjara.
Kasus dugaan korupsi penjualan dan pemasaran pesawat yang dilakukan PT Dirgantara Indonesia, sebelumnya pernah dilaporkan Federasi Serikat Pekerja BUMN kepada KPK pada 2016 lalu.
Dalam laporannya, Ketua Harian Federasi Serikat Pekerja BUMN Prakoso Wibowo mengatakan, adanya dugaan potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp8 miliar, dari 24 kasus yang dilaporkan.