TRIBUNNEWS.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengaku sudah ragu sejak awal terkait persidangan kasusnya.
Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (11/6/2020).
Novel mengungkapkan sejak awal bahkan ia tak percaya dengan proses persidangan terhadap dua terdakwa.
Baca: Penyerang Novel Baswedan Dituntut 1 Tahun Penjara, Begini Respon Polri
Diketahui, dua terdakwa itu adalah tersangka dari kasus penyiraman air keras berupa cairam asam sulfat yang melukai mata kiri Novel.
Peristiwa ini terjadi sudah tiga tahun lalu, tepatnya di bulan April tahun 2017.
Setelah berhasil ditangkap dan menjalani persidangan, pengadilan memutuskan dua terdakwa dihukum penjara selama satu tahun.
Tuntutan tersebut jelas tidak bisa diterima oleh Novel.
Bahkan ia merasa putusan tersebut semakin memperjelas keraguannya terhadap persidangan para terdakwa.
Mengetahui putusan itu membuat Novel bingung dan tak bisa memberikan komentar apapun.
"Memang begini, sejak awal saya sudah memberikan tanggapan bahwa saya tidak percaya dengan proses persidangan ini," terang Novel.
"Justru sekarang ini membuat hal itu semakin jelas."
"Terlepas dari itu semua saya bingung lagi mau mengomentari apa," tambahnya.
Baca: Eks Pimpinan KPK Bandingkan Kasus Novel Baswedan dengan Habib Bahar Bin Smith
Baca: Penganiaya Novel Baswedan Dituntut Ringan, KPK: Ujian Bagi Rasa Keadilan
Novel merasa persidangan kasusnya seperti lelucon besar dan kemudian sengaja dipertontonkan kepada masyarakat luas.
Di mana persidangan disiarkan secara langsung melalui akun YouTube Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Ia mengaku kecewa dengan tuntutan yang diberikan kepada dua terdakwa, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis.
Tak hanya itu, karena sudah ragu sejak awal, Novel hingga bisa memprediksi akhir dari kasusnya.
"Cuma yang ingin saya katakan bahwa ini seperti lelucon besar yang dipertontonkan," ungkap Novel.
"Kalau dibilang kecewa, sejak awal saya memang ragu jadi saya sudah prediksi," imbuhnya.
Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mewakilkan hak-hak korban.
Seperti halnya dengan Novel yang diwakilkan oleh JPU dalam persidangan tersebut.
Namun setelah putusan keluar, Novel merasa dirinya tidak terwakilkan dengan JPU.
Baca: Komisi Kejaksaan Pantau Tim Jaksa Perkara Penganiayaan Novel Baswedan
Ia pun mengatakan JPU tidak berperan untuk berpihak pada Novel yang diketahui sebagai korban dalam kasus ini.
"Apabila kita melihat sistem peradilan pidana di negara kita, semua hak-hak dari korban itu diwakili oleh jaksa penuntut," jelas Novel.
"Dan jaksa penuntut sedang tidak memerankan berpihak kepada saya sebagai korban," lanjutnya.
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, JPU menilai dua terdakwa terbukti melakukan penganiayaan.
Di mana penganiayaan tersebut sudah direncanakan dan mengakibatkan luka berat.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dengan pidana selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," tutur JPU pada Kamis (11/6/2020) kemarin yang dikutip dari Kompas.com.
Baca: Penyiramnya Hanya Dituntut Satu Tahun Penjara, Novel Baswedan: Saya Marah Sekaligus Miris
Baca: Usman Hamid: Tuntutan 1 Tahun Terhadap Penyerang Novel Baswedan Cederai Rasa Keadilan
Seorang terdakwa, yakni Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan kepada Novel.
Sementara Rony dianggap terlibat dalam proses penganiayaan dan membantu Rahmat menjalani aksinya.
Keduanya dinilai melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu.
(Tribunnews.com/Febia Rosada, Kompas.com/Ardito Ramadhan)