TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Didik Sasono Setyadi, Pendiri Jaringan Arek Ksatria Airlangga (JaKA), yang juga Alumni GMNI mengatakan Kesadaran Geo Kultural sangat penting bagi kejayaan Indonesia masa depan.
Untuk itu barisan nasionalis yang cinta negeri ini harus bersatu dan berjuang untuk membangkitkan kembali kesadaran itu, jangan mau dipecah-pecah oleh kepentingan yang hanya ingin berebut uang dan kekuasaan.
Didik menyampaikan hal itu dalam acara Webinar berthema Bung Karno dan Kebudayaan Nasional yang diselenggarakan DPP GMNI pada tanggal 12 Juni 2020 dalam rangka mengisi rangkaian acara Bulan Bung Karno.
Selain Didik, sebagai nara sumber pada acara tersebut adalah Budayawan kondang Erros Djarot, serta DR. Restu Gunawan Direktur Kesenian di Direktorat Jenderal Kebudayaan, mewakili suara Pemerintah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).
Baca: Cerita Mistis Kurniawan Dwi Yulianto di Wisma Karanggayam: Ada Beberapa Kamar Angker
Didik menegaskan bahwa bangsa Indonesia yang hidup di Negara kepulauan (archipelagic state), namun saat ini masih miskin budaya maritim adalah hal yang memprihatinkan.
"Harusnya dengan kesadaran geo-kultural (yaitu keunggulan budaya yang dibangun berdasarkan kondisi geografis wilayahnya) itu sangat penting, sebab saat ini Indonesia sebagai Negara yang memiliki garis pantai nomor dua di dunia, belum mampu menunjukkan kejayaannya/ keunggulan sebagai bangsa maritim," kata dia.
Sebelumnya Restu Gunawan menceritakan sejarah perjuangan bangsa dimana perjuangan diplomasi yang dilakukan mulai dari Ir. Djuanda sampai dengan Profesor Mocthar Kusumaatmadja untuk mendapatkan pengakuan Indonesia sebagai Negara kepulauan bahkan bisa mendapatkan klaim tentang Landas Batas Kontinen serta Zona Ekonomi Ekslusif.
Baca: 20 ASN Pemkot Semarang Positif Corona, Ganjar Pranowo Perintahkan Tracing: Saya Minta Kejar Semua
"Hal ini merupakan hasil perjuangan yang tidak mudah dan harus dapat dimanfaatkan dan dikembangkan bagi kesejahteraan rakyat," ujarnya.
Restu juga menyampaikan bahwa sebenarnya Indonesia dari waktu ke waktu telah mengalami kemajuan/peningkatan dalam Index Kemajuan Kebudayaan.
Sebaliknya Erros Djarot justru mengkritisi bahwa budaya Indonesia saat ini dalam ancaman.
"Kita bicara realita saja, jangan hanya yang baik-baik saja, bahwa dari segi budaya, ekonomi, hingga politik saat ini, sulit untuk dikatakan bahwa Indonesia saat ini masih sejalan dengan pikiran Bung Karno atau dengan Pancasila, Trisakti, Gotong Royong," kata Erros.
Baca: Ajakan Pangeran William Kepada Aubameyang Berujung Tawa: Saya Berharap Kamu Bergabung ke Aston Villa
Erros juga mengingatkan "Kita jangan takut mengingatkan pemerintah, jangan takut mengingatkan Jokowi dan terus menagih janjinya. Sampai dimana Nawacita? Revolusi Mental? sampai dimana Trisakti? Bandingkan saja janji-janjinya dengan wujud nyatanya. Bagaimana kedaulatan politik kita, bagaimana kemandirian ekonomi kita dan bagaimana kepribadian yang berkebudayaan Indonesia?"
Erros pun sepakat dengan pernyataan Didik bahwa geo-kultural itu sangat penting dan oleh karenanya para pemimpin harus memiliki kesadaran terhadap isu itu.
Kesadaran Geo-Kultural menurut Didik, bisa dimulai dari kebangkitan budaya maritim kecil-kecilan, mulai dari kebiasaan makan dari makanan hasil laut, kemudian memberikan penghargaan dan dorongan bagi mereka yang berkerja/berprofesi di dunia maritim, mengembangkan pendidikan-pendidikan yang berorientasi kemaritiman, hingga suatu saat, namanya produk seni dan budaya lainnya pasti akan mengarah kesana.
"Jangan remehkan laut kita, itu juga sumber ketahanan pangan kita lho," imbuhnya.
Baca: Dewan Kota Minneapolis Mantap Ganti Polisi dengan Sistem Keamanan Berbasis Masyarakat
Restu mengatakan bahwa mundurnya peradaban Indonesia di dunia maritime tak lepas dari larangan Belanda bagi kapal-kapal tradisional Nusantara untuk berlayar, hingga akibatnya orang Jawa misalnya sekarang kelihatannya tidak punya tradisi bahari, padahal dahulu juga memiliki kemampuan maritim yang hebat.
Saat memberikan closing statement, Erros mengakui bahwa kemunduran budaya Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan saat ini adalah karena kesalahan kita semua.
"Kesalahan senior-senior generasi saya, senior-senior generasi atas-atas saya, maka dari itu saya ingatkan kepada para alumni GMNI bahwa kalian bertanggung jawab atas adanya perpecahan-perpecahan di GMNI untuk itu saya minta Pengurus Alumni GMNI harus bisa mengumpulkan dan mempersatukan kembali mereka, karena itu adalah salah satu bagian terpenting dari ajaran Bung Karno adalah persatuan," ujar dia.
Adapun Didik ketika menyampaikan closing statement menekankan "Kita jangan pesimis, kita harus optimis mengahadapi semua tantangan bangsa Indonesia, apalagi kondisi yang kita hadapi saat ini sebenarnya lebih ringan risikonya bagi para aktivis dibanding dengan masa para pendiri bangsa dan bahkan aktivis zaman Orba yang menghadapi risiko nyawa maupun penjara, untuk itu bersatulah, jangan mau dipecah-pecah oleh mereka yang orientasinya pada kekuasaan belaka."
Baca: Ikuti Langkah Indonesia, Malaysia dan Brunei Batal Kirimkan Jamaah Haji
Usai acara berakhir dan ditanya pendapatnya tentang adanya dua DPP GMNI saat ini, Didik menjawab "Akhiri saja semua perpecahan seperti itu, karena perpecahan itu hanya melemahkan perjuangan. Saya tahu beberapa waktu lalu HMI juga sempat pecah kepengurusannya karena ada dua Pengurus Besar, KNPI juga mengalami hal yang sama."
"Saya sebagai mantan aktivis mahasiswa tentunya tidak bahagia melihat perpecahan-perpecahan semacam itu, maka saya mengajak semuanya bersatu kembali. Saya tidak memihak salah satupun dalam hal perpecahan, namun saya memihak kepada semua pihak dalam hal persatuan," tegasnya.