TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu ini masyarakat diresahkan dengan kabar telur ayam infertil marak dijual di pasar.
Telur infertil ini merupakan salah satu jenis telur hached egg (HE) atau produk buangan dari breeding ayam broiler.
Jadi, telur HE ini merupakan telur yang berasal dari ayam perusahaan pembibitan.
Telur infertil juga dilarang dijual di pasaran.
Dikutip dari Kompas.com, larangan menjual telur HE diatur dalam Permentan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Tas dan Telur Konsumsi.
Dalam Bab III pasal 13 disebutkan, pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi dilarang memperjualbelikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi.
Baca: Dikira Menyehatkan, Nyatanya Orang dengan Kondisi Ini Dilarang Keras Makan Telur! Bisa Bahaya
Baca: Terbongkar Rahasia Bikin Ayam Goreng Tepung Renyah, Harusnya Dicelup ke Telur atau Air Es?
Berikut ini fakta-fakta soal kasus telur infertil yang dihimpun Tribunnews.com dari berbagai sumber
1. Ciri-ciri telur infertil
Dikutip dari Kompas.com, Rofiyasifun yang merupakan Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar menjelaskan bahwa telur infertil memiliki ciri fisik cangkang telur yang berwarna pucat atau putih.
Sedangkan telur ayam negeri memiliki warna agak kecoklatan.
"Paling gampang bedakannya, kalau ciri telur HE itu warnanya pucat. Kalau telur biasa kan warnanya agak cokelat."
"Memang telur ayam negeri juga ada yang putih, itu biasanya berasal dari ayam yang sakit, tapi itu jumlahnya sedikit," ujar Rofiyasifun.
Selain itu, telur HE biasanya memiliki bintik hitam atau merah saat diteropong dengan menggunakan senter.
Ciri lainnya yakni telur infertil biasanya mempunyai cangkang yang tipis ketimbang telur ayam ras pada umumnya.
Dari segi ukuran, telur infertil dan telur ayam negeri hampir sama dan tak ada perbedaan rasa ketika sudah dimasak.
Bedanya, telur HE lebih cepat membusuk, biasanya setelah lewat satu minggu.
Hal tersebut dikarenakan telur HE berasal dari ayam yang telah dibuahi pejantan.
Selain itu, telur HE biasanya sudah tersimpan beberapa hari di tempat penyimpanan maupun mesin tetas perusahaan.
Perbedaan lain telur HE dengan telur ayam kebanyakan juga dapat dilihat saat dipecahkan.
Telur infertil saat dipecahkan tidak akan memiliki bulatan kuning telur yang sempurna.
2. Harga lebih murah
Dikutip dari Kompas.com, di Tasikmalaya, Jawa Barat, Tim Satuan Tugas (Satgas) Pangan Kota Tasikmalaya menemukan telur infertil dijual pedagang dengan harga Rp 15 ribu per kilogram.
Padahal harga telur lokal di lokasi yang sama mencapari Rp 22-24 ribu per kilogram.
Tim Satgas Pangan Kota Tasikmalaya menemukan telur infertil dijual pedagang di sekitar wilayah Kompleks Pasar Induk Cikurubuk, Kota Tasikmalaya, Selasa (9/6/2020).
"Awalnya kita mendapatkan laporan dari warga pasar yang memberitahukan ada salah satu pedagang telur baru di pinggir jalan yang menjual harga rendah Rp 15.000 sampai Rp 17.500."
"Saat kita cek, pedagang itu menjual telur infertil," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Tasikmalaya Tedi Setiadi.
Satreskrim Polres Tasikmalaya Kota kemudian menyita sebanyak 4 kuintal telur infertil dari seorang pedagang.
Polisi mendapatkan keterangan dari penjual bahwa telur infertil tersebut berasal dari Lampung, Sumatera.
Baca: Kisah Lengkap Ruben Onsu Rintis Bisnis Geprek Bensu Sebelum Jadi Polemik, Semua Berawal dari Telur
Baca: Terungkap Cara Restoran Membuat Telur Ceplok yang Kuningnya Pas di Tengah! Gampang Banget
3. Tak boleh dijual di pasar
Diwartakan Kompas.com, I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan menjelaskan bahwa telur HE hanya boleh ditetaskan untuk menjadi DOC atau anak ayam.
Sehingga telur HE tak boleh dijual di pasar.
"Terkait telur HE mungkin saja oleh integrator breeding niatnya telor HE dimusnahkan atau dibagikan ke orang atau masyarakat miskin sebagai CSR," kata Ketut dikonfirmasi Kompas.com.
"Terkait pengawasan, kami sebenarnya fokus mengawasi telur yang dikonsumsi dan dihasilkan oleh peternak layer. Karena telur HE itu output-nya kan DOC," imbuh dia.
4. Ulah oknum
Masih dari laman yang sama, beredarnya telur HE di pasaran bisa jadi karena ulah okmun perusahaan breeding.
Perusahaan yang melanggar aturan peredaran telur HE pun tak segan akan ditindak oleh pihak terkait.
"Tapi oleh oknum tertentu mungkin saja diperjual belikan, ini kan membutuhkan pembuktian."
"Kami pasti menurunkan PPNS jika ada laporan tertulis dari masyarakat, atau pihak yang merasa dirugikan, kejadiannya di mana, bukti buktinya apa dan seterusnya."
"Selanjutnya PPNS akan koordinasi dengan Korwas (Koordinator Pengawas) di mana kejadian itu terjadi," tegas Ketut.
Pelarangan menjual telur HE pun sudah diatur dalam Permentan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Predaran, dan Pengawasan Ayam Ras atau Telur Konsumsi.
Dalam Bab III pasal 13 disebutkan, pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi dilarang memperjualbelikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi.
Telur HE merujuk pada telur yang tak digunakan atau produk yang tak terpakai dari perusahaan breeding untuk pembibitan anakan ayam atau day old chick (DOC) ayam broiler atau ayam pedaging.
5. Cerita peternak yang mengadu ke Jokowi
Para peternak unggas di Blitar, Jawa Timur, mengaku terancam bangkrut dengan maraknya telur infertil di masyarakat akhir-akhir ini.
Satu diantara peternak unggas yang merupakan Ketua Koperasi Peternak Unggas Sejahtera (Koperasi Putera), Sukarman, memberanikan diri untuk mengirim surat ke Presiden Jokowi.
"Saya memberanikan diri mengirim surat ke Pak Presiden," kata Sukarman, dikutip dari Kompas.com.
Dalam surat tertanggal 13 Mei 2020 tersebut, ia meminta kepada pemerintah untuk menindak tegas oknum di balik peredaran telur infertil.
Ia juga mengatakan bahwa sehari setelah mengirim surat tersebut, banyak penjual telur infertil yang ditangkap oleh pihak berwajib.
"Sehari setelah kirim surat, banyak penjual telur infertil yang ditangkapi. Di Jawa Tengah, di Bogor banyak yang ditangkapi," ungkapnya.
Semenjak penindakan tersebut, para peternak ayam petelur di Blitar, mengaku bisa bernafas lega karena harga jual telur layer sudah kembali normal.
"Sekarang (harganya) normal. Sesuai HPP Permendag, yaitu batas bawah Rp.19.000 dan batas atas Rp 21.000," ujar Sukarman.
Ia juga mengatakan bahwa khawatir akan gulung tikar.
Tuturnya, semenjak telur infertil marak beredar, harga telur layer menjadi anjlok.
Kondisi tersebut membuat Sukarman dan sejumlah peternak unggas di koperasinya terancam gulung tikar.
"Dampaknya, telur layer jatuh, sampai Rp 11.000," kata Sukarman.
6. Layak konsumsi tapi cepat membusuk
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita menjelaskan bahwa telur infertil layak konsumsi.
Namun telur HE leih cepat membusuk karena berasal dari ayam betina yang sudah dibuahi pejantan.
"Terkait telur HE sebenarnya pada aturan yang ada adalah integrator (perusahaan breeding) tidak boleh memperjualbelikan telur itu."
"Walaupun sebenarnya telur tersebut layak dikonsumsi," jelas Ketut yang Tribunnews.com kutip dari Kompas.com.
Dikarenakan cepat membusuk, telur HE tidak bisa dijual di pasar, mengingat distribusi telur yang bisa sampai berhari-hari hingga ke tangan konsumen.
Idealnya, telur HE harus segera dikonsumsi tak lebih dari seminggu setelah keluar dari perusahaan pembibitan atau integrator.
"Terkait telur HE mungkin saja oleh integrator breeding niatnya telur HE dimusnahkan atau dibagikan ke orang atau masyarakat miskin sebagai CSR, tapi oleh oknum tertentu mungkin saja diperjualbelikan," ujarnya.
(Tribunnews.com/Renald)(Kompas.com/Muhammad Idris/M Agus Fauzul Hakim)