TRIBUNNEWS.COM - Program Kartu Prakerja yang menjadi andalan Presiden Jokowi sempat menimbulkan banyak polemik.
Beberapa pengamat dan lembaga anti korupsi sempat menuding pengadaan program Kartu Prakerja di masa pandemi corona menuai banyak kecurangan.
Bahkan, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) sempat melaporkan tuduhan kepada program Kartu Prakerja ke KPK.
Benarkah program Kartu Prakerja banyak melanggar hukum?
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan tak ada indikasi pelanggaran hukum persaingan usaha dalam pelaksanaan program Kartu Prakerja.
Baca: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 4 di www.prakerja.go.id Segera Dibuka, Berikut Langkahnya
Juru Bicara KPPU Guntur Saragih mengatakan kesimpulan itu didasari analisis mendalam dan diskusi dengan pihak-pihak terkait program tersebut.
"Dalam proses advokasi KPPU telah meminta keterangan atau informasi, memberikan masukan serta melakukan diskusi dengan para pihak terkait, khususnya Manajemen Pelaksana Program Prakerja, delapan platform digital, lembaga-lembaga pelatihan, dan peserta program," kata Guntur melalui keterangan resmi yang diterima Tribunnews, Sabtu (13/6/2020).
KPPU juga menggarisbawahi pentingnya beberapa pengaturan dalam program Kartu Prakerja agar tercipta persaingan usaha sehat.
Pengaturan yang dimaksud antara lain kriteria seleksi para penyelenggara pelatihan, hubungan kerja sama antara platform digital dan lembaga pendidikan.
Termasuk juga antisipasi pelanggaran prinsip kemitraan, fleksibilitas pilihan bagi konsumen atau peserta, dan antisipasi pengaturan yang lebih baik bila program pelatihan offline juga diadakan.
Dalam analisisnya, KPPU menyatakan pihaknya tak menemukan pelanggaran hukum dalam persaingan usaha.
Baca: Hasil Survei TNP2K: 80 Persen Penerima Manfaat Kartu Prakerja Berstatus Pengangguran
"Sejauh ini tidak menemukan indikasi pelanggaran hukum persaingan usaha dalam pelaksanaan program tersebut," ungkapnya.
Dalam proses advokasi yang dilakukan KPPU, lanjut Guntur, terdapat iktikad baik Manajemen Pelaksana Program untuk membenahi sistem pengelolaan Kartu Prakerja.
Pembenahan khususnya dilakukan dalam hal penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.
Seperti me-review kontrak kerjasama untuk memastikan tidak terjadinya diskriminasi oleh platform digital kepada lembaga pelatihan lain.
Review dan persetujuan atas besaran komisi jasa, maupun review tentang pengaturan standar kualitas minimal untuk pelatihan yang layak ditawarkan dalam program tersebut.
Baca: Kapan Kartu Prakerja Gelombang 4 Dibuka? Pengelola Program: Tidak Lama Lagi Dirilis
"Pihak Manajemen Pelaksana sendiri menyatakan terbuka untuk meninjau ulang kebijakan yang dibuatnya."
"Hal itu jika KPPU menemukan adanya dugaan pelanggaran persaingan usaha, khususnya perilaku diskriminatif yang dilakukan oleh platform digital kepada lembaga pelatihan lain atau lembaga pelatihan yang tidak terafiliasi dengan platform digital," ucap Guntur.
KPPU juga mengapresiasi upaya kooperatif yang ditunjukkan Manajemen Pelaksana dengan tetap bekerja sama dalam mengawasi proses persaingan usaha dalam pelaksanaan program tersebut.
Khususnya, dalam memberikan rekomendasi lanjutan ketika terdapat kebijakan-kebijakan tambahan nantinya yang dapat mendistorsi pasar, sehingga program tersebut dapat dilaksanakan berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Sebelumnya diberitakan Tribunnews, tudingan mengenai keganjilan program Kartu Prakerja juga diberikan oleh Pengamat hukum Andri W Kusuma.
Ia berpendapat program kartu prakerja sebetulnya merupakan program dan niat yang sangat baik dari Pemerintah.
Namun, apabila dilihat dari pelaksanaanya dan perspektif hukum sebaiknya dihentikan sementara karena banyak aturan yang dilanggar.
Baca: Anggarannya Rp 5,6 Triliun, Politikus PKS Sebut Program Kartu Prakerja Tak Jamin Warga Bisa Kerja
Andri menjelaskan, salah satu potensi yang dilanggar diantaranya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Bukan saja uang prakerja yang hilang tapi paket data (uang) pun milik para pencari kerja dan korban PHK pasti terpotong."
"Sementara kita tidak pernah bisa tau berapa data kita yang terpotong."
"Kita beli paket data 2 GB saja kita tidak pernah tahu apa benar isinya 2 GB, karena tidak bisa atau susah diaudit," kata Andri kepada wartawan, Kamis (30/4/2020) lalu.
Andri mengatakan untuk mengakses video di paket yang disediakan program kartukerja, paket data milik masyarakat yang lolos program itu juga berpotensi tersedot.
Dalam keadaan sedang susah seperti ini justru mereka berpotensi kehilangan paket datanya (uang pribadinya).
Andri juga mengungkapkan ada celah hukum di kartu prakerja ini, termasuk dugaan unsur tindak pidana korupsi.
"Hanya saja saat ini ada Perpu yang ‘luar biasa’ itu yang membuat tidak bisa diperiksa secara hukum."
"Karena itu sebagai praktisi hukum, saya tidak pernah setuju ada aturan apalagi UU yang memberikan kekebalan atau impunitas, rawan abuse of power," katanya.
(Tribunnews.com/Maliana)