"Dengan demikian, menurut Mahkamah, makna “siang hari” haruslah dilekatkan dengan keadaan pada saat hari sedang terang. Oleh karena itu, dalam konteks norma a quo tidak diperlukan pembagian pagi-siang-petang atau sore untuk memaknainya,” jelas Suhartoyo terhadap para Pemohon yang mendalilkan Pasal 107 ayat (2) dan Pasal 293 ayat (2) bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Sehubungan dengan permohonan para Pemohon yang meminta agar frasa “siang hari” dimaknai sepanjang hari, Mahkamah berpandangan bahwa hal tersebut tidak bersesuaian dengan kerugian konstitusional yang didalilkan para Pemohon.
Di samping itu, hal tersebut juga dapat berdampak pada terjadinya ambiguitas pemberlakuan Pasal 107 UU LLAJ.
Sebab, Pasal 107 UU LLAJ, baik ayat (1) maupun ayat (2) dimaksudkan pembentuk undang-undang untuk memerintahkan pengendara sepeda motor menyalakan lampu utama, baik pada saat gelap maupun terang.
“Apabila frasa “siang hari” dalam Pasal 107 ayat (2) UU LLAJ perlu diubah menjadi “sepanjang hari”, menurut Mahkamah hal ini justru tidak tepat karena di samping menjadi ambigu, juga akan terjadi tumpang tindih dengan norma yang ada dalam Pasal 107 ayat (1) UU LLAJ,” ujar Suhartoyo.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 293 ayat (2) UU LLAJ, sambung Suhartoyo, apabila frasa “siang hari” diganti dengan frasa sepanjang hari, maka akan terjadi tumpang tindih dan redundansi serta saling tidak bersesuaian dengan norma Pasal 293 ayat (1) UU LLAJ.
Karena kata “sepanjang hari” sebagaimana yang dimaksudkan para Pemohon dapat bermakna siang maupun malam. Padahal pengaturan sanksi untuk pelanggaran penggunaan lampu utama saat gelap dan kondisi tertentu, telah diatur dalam Pasal 293 ayat (1) UU LLAJ, baik kualifikasi pelanggaran maupun ancaman sanksi yang ditetapkan.
Suhartoyo meneruskan hal krusial dapat terjadi apabila dilakukan pengubahan ini adalah adanya kerancuan yang muncul saat aparat ingin melakukan penegakan hukum.
Ketika seorang pengendara sepeda motor tidak menyalakan lampu utama pada malam hari, maka aparat akan menemukan kesulitan berkenaan dengan kualifikasi pelanggaran yang dilakukan pengendara sepeda motor.
Suhartoyo menambahkan Mahkamah berpendirian makna frasa “siang hari” sebagaimana yang termuat dalam Pasal 107 ayat (2) UU LLAJ dan Pasal 293 ayat (2) UU LLAJ telah jelas dan memberikan kepastian hukum.
"Sehingga jikalau masih ada pendapat yang menganggap pagi dan sore atau petang hari adalah berbeda dengan siang hari, hal demikian semata-mata hanya permasalahan anggapan yang didasarkan pada kelaziman istilah penyebutan saja, bukan permasalahan yang berdasarkan pada kajian teori, doktrin, dan argumentasi ilmiah,” tambah Suhartoyo.