TRIBUNNEWS.COM - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menegaskan bahwa konsep Trisila dan Ekasila dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) bukan dari berasal dari PDIP.
Hal tersebut dikatakan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) fraksi PDIP Aria Bima, dikutip dari tayangan YouTube TVOne, Jumat (26/6/2020).
"Risalah rapat bisa kami buka dan kami tegaskan bahwa trisila dan ekasila itu bukan dari PDIP," tegas Aria Bima.
Pihaknya juga menegaskan adanya konsep trisila dan ekasila itu dari fraksi lain.
"Dan sebenarnya itu bahasa internal kami," lanjutnya.
Seperti diketahui RUU HIP sendiri merupakan usul PDI-P.
Dan RUU HIP disahkan dalam rapat paripurna sebagai RUU inisiatif DPR tanpa catatan dari fraksi-fraksi lain.
Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Maarif pun menanggapi soal konsep trisila dan ekasila yang disebut Aria Bima bukan berasal dari PDIP.
"Kalau bukan dari PDIP dari mana? sebutin partainya," tanya Slamet Maarif.
Namun Aria Bima tidak menjawab pertanyaan tersebut menurutnya hal itu tidak ingin diucapkan dalam forum, lantaran hal tersebut beretika.
Seperti diketahui Trisila dan Ekasila menjadi bahasan pelik lantaran terdapat dalam dalam RUU HIP.
Dua konsep itu tersemat dalam Pasal 6 draf RUU HIP.
Baca: Ribuan Orang Demo DPRD Purwakarta Tolak Paham Komunis dan RUU HIP
Baca: Disangkutpautkan dengan PKI hingga Benderanya Dibakar dalam Penolakan RUU HIP, Begini Reaksi PDIP
Baca: Temui Said Aqil, AHY Sebut Demokrat dan PBNU Sepakat Tolak RUU HIP
Pasal 6 ayat (1) RUU HIP menyebut ada tiga ciri pokok Pancasila yang bernama Trisila, yaitu Ketuhanan, Nasionalisme, dan Gotong-royong.
Lalu pada ayat (2), Trisila dikristalisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong.
Selain itu Slamet Maarif juga mengatakan pasal 6 dalam RUU HIP tersebut sangat gamblang bahwa PDIP berupaya untuk mengubah Pancasila.
"Indikasinya akan dipaksakan lewat undang-undang, bahkan dalam pasal 10 pada anggaran dasar PDIP, mereka menginginkan Pancasila 1 Juni untuk kebijakan negara Indonesia dan ini bertentangan dengan apa yang sudah disepakati oleh pendiri bangsa dan negara ini," tegasnya.
"Makanya wajar apabila ada yang teriak komunis dan langsung mengidentikkan dengan PDIP."
Aria Bima pun menyayangkan soal tanggapan yang diucapkan Slamet Maarif.
Pihaknya berujar kata Pancasila itu dirumuskan oleh Bung Karno menggali dari apa yang ada di Indonesia.
"Tapi ini baru bahan bakunya, lantas menjadi Piagam Jakarta dan menuju ke Pancasila 18 Agustus 1945, ini cara kami PDIP menerangkan kebangsaan," lanjutnya.
Arya bima juga menyebut pendiri bangsa juga sudah mengutamakan konsep Ketuhanan dalam Pancasila.
Dan soal anggaran dasar PDIP pihaknya mengatakan bahwa hal itu untuk bisa melaksanakan Pancasila di dalam Pembukaan undang-undang Dasar 45.
"Itu cara mensosialisasikan kami, bagaimana menjadi manusia yang berkebangsaan dan berkemanusiaan dan itu internal kami, dan sangat tidak bertentangan dengan Pancasila 18 Agustus 45," tuturnya.
"Pak Slamet ini hanya akan memojokkan PDIP ingin supaya PDIP dikanalisasi, Pancasila dikomuniskan, anti demokrasi, tujuan Pak Slamet demo kan hanya itu," imbuhnya.
"Oh bukan ini menyangkut ideologi bangsa, menyangkut Pancasila," jawab Slamet Maarif.
Jadi Polemik Berujung Pembakaran Bendera PDIP
Seperti diketahui Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menjadi polemik baru yang kontroversial.
Banyak pihak yang memberikan kritiknya, tidak hanya dari kalangan politik bahkan di ranah masyarakat.
Dalam Catatan Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan atas Penyusunan Rancanangan Undang-Undang Tentang Haluan Ideologi Pancasila, 22 April 2020, RUU HIP merupakan usulan DPR RI dan ditetapkan dalam Prolegnas RUU Prioritas 2020.
Usulan RUU tersebut dilatarbelakangi oleh belum adanya landasan hukum yang mengatur Haluan Ideologi Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain dianggap tak memiliki urgensi, banyak pihak menilai RUU HIP berpotensi menimbulkan konflik ideologi.
Seperti dilansir Kompas.com, tampak penolakan pun terjadi, walaupun memang pembahasan soal RUU HIP ini ditunda.
Seperti halnya pada Rabu (24/6/2020), ribuan orang mengikuti aksi penolakan RUU HIP di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Hingga akhirnya berujung pada pembakaran bendera PDIP.
PDIP menyayangkan peristiwa tersebut, dan akan serius menempuh jalur hukum.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menilai, ada pihak-pihak yang sengaja membuat kegaduhan dalam aksi demonstrasi tersebut.
"Meskipun ada pihak yang sengaja memancing di air keruh, termasuk aksi provokasi dengan membakar bendera partai. Kami percaya rakyat tidak akan mudah terprovokasi," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Rabu (24/6/2020).
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati) (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)