TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik KPK Novel Baswedan memenuhi panggilan Komisi Kejaksaan (Komjak) RI di Jakarta, Kamis (2/7/2020) guna menjelaskan masalah tuntutan ringan 1 tahun penjara jaksa terhadap dua terdakwa penyiraman air keras kepadanya.
Novel mengatakan komisioner Komisi Kejaksaan menanyakan lebih dalam kepadanya tentang bukti-bukti yang ia sampaikan dalam laporan sebelumnya.
"Kehadiran saya di sini tentunya memberikan keterangan-keterangan, informasi-informasi apa yang mendukung dari laporan yang saya sampaikan," kata Novel usai memberikan klarifikasi.
Novel mengapresiasi respons cepat yang ditunjukkan Komisi Kejaksaan.
Baca: Dianggap Kasus Pribadi, Novel Baswedan Diminta Kembalikan Biaya Pengobatan Rp 3,5 Miliar
Namun, ia pun berharap Komisi Kejaksaan dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana mandat dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan RI.
"Semoga apa yang nanti ke depan akan dilakukan bisa mendapat suatu kebaikan dan menghasilkan suatu hal bermanfaat untuk kepentingan penegakkan hukum yang adil, berorientasi kepada kebenaran dan berjalan dengan objektif," ungkap Novel.
Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan pihaknya meminta penjelasan dari Novel soal data dan bukti yang dimasukkan dalam aduannya.
Baca: Komisi Kejaksaan Buka Peluang Panggil Jaksa Kasus Novel Baswedan
"Kita baru sampai kepada meminta penjelasan, informasi, pengumpulan data-dokumen yang diperlukan karena bagaimana pun publik bereaksi atas apa yang sudah terjadi. Dan adalah menjadi tugas komisi untuk mencari penjelasan," kata Barita.
Ia mengakui Komisi Kejaksaan mengikuti perjalanan kasus Novel di pengadilan hingga mendapat reaksi publik. Pemanggilan Novel adalah untuk mengetahui secara jelas penanganan kasus dari sisi Novel selaku korban.
Menurutnya, permintaan klarifikasi terhadap Novel merupakan langkah awal sebelum dikeluarkannya rekomendasi Komisi Kejaksaan.
Selanjutnya, Komisi Kejaksaan juga menunggu putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menangani perkara dari dua terdakwa kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan agar penanganan aduan bisa berjalan objektif dan komprehensif.
Baca: Diminta Kembalikan Uang Pengobatan Mata Sebesar Rp3,5 Miliar, Novel Baswedan: Tanya ke Presiden
Pemanggilan untuk tim jaksa yang menangani perkara kasus penyerangan Novel baru bisa dilakukan setelah sidang putusan seseuai Perpres Nomor 18 Tahun 2011.
Jika tim jaksa kasus penyerangan Novel dimintakan klarifikasi saat ini dikahwatirkan mengganggu jalannya persidangan.
"Karena pertimbangan hakim perlu kita lihat. Jadi, ada penjelasan dari Novel Baswedan, kemudian ada pertimbangan hakim putusannya, baru nanti kita minta dari tim penuntut umum agar komprehensif dan objektif. Jadi, output-nya rekomendasi," imbuhnya.
Menurut Barita, rekomendasi dari Komisi Kejaksaan dapat berupa penyempurnaan organisasi, peningkatan kinerja, penghargaan hingga hukuman.
Bila dalam rekomendasi Komisi Kejaksaan nanti didapat adanya pelanggaran peraturan dan kode etik, eksekusi hukuman akan dilakukan Jaksa Agung selaku pejabat pembina kepegawaian.
"Kewajiban Komisi Kejaksaan selesai ketika rekomendasi disampaikan ke Jaksa Agung. Apabila rekomendasi itu tidak dijalankan Jaksa Agung, kita menyampaikan kepada Presiden," ujarnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menuntut hukuman satu tahun penjara kepada dua anggota Polri Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis selaku terdakwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Tuntutan itu menuai polemik dan reaksi sejumlah pihak karena dinilai terlalu ringan serta tidak berpihak kepada Novel selaku korban.
Tim Advokasi Novel Baswedan menganggap tuntutan yang rendah sebagai sesuatu yang memalukan dan mengonfirmasi bahwa sidang sebagai “sandiwara hukum”.
"Tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, akan tetapi juga memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan, terlebih ini adalah serangan brutal kepada Penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam upaya pemberantasan korupsi," kata angota Tim Advokasi Novel, Kurnia Ramadhana. (tribun network/ilh/kompas.com/coz)