TRIBUNNEWS.COM - Pelaku pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa, akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia setelah buron selama 17 tahun.
Maria Pauline Lumowa merupakan satu dari tersangka pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Diketahui, Maria Pauline Lumowa sendiri telah ditangkap pada 2019 lalu sebelum akhirnya diekstradisi.
Ia ditangkap NCB Interpol Serbia di Banda Internasional Nikolas Tesla, 16 Juli 2019.
Maria diekstradisi dari Serbia dan jika sesuai jadwal, ia akan tiba di Indonesia pada Kamis (9/7/2020) hari ini.
Baca: Tersangka Pembobolan BNI Maria Pauline Lumowa Diekstradisi dari Serbia setelah 17 Tahun Buron
Baca: Maria Pauline Lumowa Tersangka Pembobolan BNI Rp1,7 Triliun Buron 17 Tahun, Diekstradisi dari Serbia
Lantas, bagaimana kronologi kasus pembobolan Bank BNI yang dilakukan Maria?
Dikutip Tribunnews dari Kompas.com, kasus pembobolan Bank BNI yang dilakukan Maria Pauline Lumowa ini berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Saat itu Bank BNI memberikan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro kepada PT Gramarindo Group.
Nominal tersebut setara Rp 1,7 triliun dengan kurs waktu itu.
Diketahui, PT Gramarindo Group merupakan milik Maria dan Adrian Waworuntu.
Bantuan yang didapat PT Gramarindo Group diduga melibatkan orang dalam.
Pasalnya, Bank BNI menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp.
Di mana, keempat bank itu bukanlah bank korespondensi BNI.
Baru pada Juni 2003, pihak Bank BNI curiga pada transaksi keuangan PT Gramarindo Group dan mulai melakukan penyelidikan.
Hasilnya, Bank BNI mendapati perusahaan milik Maria dan Adrian tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Baca: Profil Maria Pauline Lumowa, Tersangka Pembobolan Bank BNI yang Kini Ditangkap Usia Buron 17 Tahun
Baca: Yasonna Sukses Bawa Pulang Buronan Pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa dari Serbia
Dugaan L/C fiktif inipun dilaporkan ke Mabes Polri.
Sayang, Maria sudah terbang ke Singapura pada September 2003.
Tepat satu bulan sebelum ia ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus bentukan Mabes Polri.
Maria diketahui berada di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Sempat Ada Gangguan
Upaya mengekstradisi Maria Pauline Lumowa disebut Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, sempat mengalami gangguan.
Mengutip Kompas.com, Yasonna mengatakan ada upaya hukum dari Maria untuk melepaskan diri dan sebuah negara Eropa ingin mencegah ekstradisi terwujud.
Meski begitu, Pemerintah Serbia tetap pada komitmennya untuk mengekstradisi Maria ke Indonesia.
Terwujudnya ekstradisi Maria, kata Yasonna, tak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan baik antarnegara, juga karena komitmen pemerintah dalam penegakan hukum.
"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi."
Baca: Rupiah Hari Ini Rabu, 8 Juli 2020 Melemah Tipis ke Rp 14.460 per Dolar AS, Berikut Kurs di 5 Bank
Baca: Pakai Rompi Tahanan, Vina Pegawai Bank BUMN yang Gelapkan Uang Nasabah Miliaran Rupiah Tertunduk
"Namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan," terang Yasonna Laoly dalam siaran pers, Rabu (8/7/2020).
Tak hanya itu, ekstradisi Maria Pauline Lumowa ini juga dipengaruhi asas timbal balik.
Diketahui, sebelumnya Indonesia sempat memenuhi permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015 silam.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Ardito Ramadhan)