TRIBUNNEWS.COM - Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) masih menjadi polemik tersendiri bagi masyarakat hingga para tokoh politik.
Seperti diketahui, banyak pihak yang memberikan kritik, dari kalangan politik hingga masyarakat umum.
Dalam Catatan Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan atas Penyusunan Rancanangan Undang-Undang Tentang Haluan Ideologi Pancasila, 22 April 2020, RUU HIP merupakan usulan DPR RI dan ditetapkan dalam Prolegnas RUU Prioritas 2020.
Usulan RUU tersebut dilatarbelakangi oleh belum adanya landasan hukum yang mengatur Haluan Ideologi Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain dianggap tak memiliki urgensi, banyak pihak menilai RUU HIP berpotensi menimbulkan konflik ideologi.
Adanya hal tersebut Mardani Ali Sera menyebutkan soal sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"PKS menolak RUU HIP, karena buat PKS Pancasila sudah final," ujarnya dikutip Tribunnews.com dalam acara Mata Najwa melalui YouTube Najwa Shihab, Kamis (9/7/2020).
"Pancasila sebagai dasar negara, segala sumber hukum dan menjadi pondasi, Pancasila merupakan sesuatu yang sudah selesai yang tidak perlu ditafsirkan ulang, apalagi sudah berkembang di masyarakat."
Ketua DPP PKS itu juga mengatakan memprotes betul lantaran hingga hari ini RUU HIP belum dicabut dari Pengertian Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Tanggapan PDIP
Hadir juga dalam kesempatan yang sama Komarudin Watubun selaku Anggota DPR RI Fraksi PDIP.
Pihaknya menyebut bukan mustahil sebuah RUU dibahas kalau hal tersebut dirasa tidaklah penting.
"Ya saya pikir kalau RUU ini tidak penting mungkin semua fraksi sudah menolak," terangnya.
Ketua Bidang Kehormatan PDIP tersebut juga mengatakan bahkan PKS sekalipun memiliki catatan saat pembahasan RUU HIP.
"Sehingga bukan menolak mentah RUU HIP begitu saja," pungkasnya.
Pihaknya mengatakan terkait RUU HIP ini awalnya semua fraksi partai menyetujui namun ketika ada masalah mereka menarik diri masing-masing.
Menanggapi hal tersebut Mardani Ali Sera mengatakan dalam pembahasan pasti ada dinamika.
Di awal, pihaknya menyebut PKS mengusulkan dua hal masukkan yakni Tap MPRS dan penghapusan Trisila serta Ekasila.
"Namun dalam kesimpulannya tidak dipenuhi sehingga di balik itu juga PKS menolak RUU HIP, di paripurna pun PKS menolak, terkait bukti penolakannya PKS tidak menandatangani, jadi itu sikap PKS." pungkasnya.
Seperti diketahui Trisila dan Ekasila menjadi bahasan pelik lantaran terdapat dalam dalam RUU HIP.
Dua konsep itu tersemat dalam Pasal 6 draf RUU HIP.
Pasal 6 ayat (1) RUU HIP menyebut ada tiga ciri pokok Pancasila yang bernama Trisila, yaitu Ketuhanan, Nasionalisme, dan Gotong-royong.
Lalu pada ayat (2), Trisila dikristalisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong.
Baleg DPR RI Tanggapi Soal Belum Dihapusnya RUU HIP dari Prolegnas
Menanggapi belum dihapusnya RUU HIP dari Prolegnas, Supratman Andi Agtas Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengatakan terdapat aturan tersendiri dalam mengatur tata cara penarikan RUU.
Lebih lanjut, pihaknya menjelaskan kalau penyusunan RUU mesti melewati empat fase pembahasan, pembahasan oleh Panitia kerja (Panja) Baleg, Baleg, Bamus, dan Paripurna.
Baca: Bukan Karena RUU HIP, Ini Alasan Fraksi PDIP Berhentikan Rieke Diah Pitaloka dari Baleg
Baca: Wakil Ketua MPR RI Meminta Agar Presiden Jokowi Mengambil Langkah Tegas Terkait RUU HIP
Baca: Partai Demokrat dan PKB Sepakat Tolak RUU HIP
"Contohnya kemarin kita tarik RUU tentang pendidikan kedokteran, kita sudah pleno tapi belum diparipurnakan makanya kita bisa keluarkan RUU tersebut dari daftar prolegnas," ujarnya.
"Lantas kenapa RUU HIP tidak bisa ditarik dari Prolegnas? lantaran sudah terlanjur diparipurnakan," jawabnya lagi.
Dirinya pun meminta para anggota PKS agar mengerti mekanisme ini.
"Jadi bukan soal kita tidak bisa menarik RUU HIP dari Prolegnas, namun kami tidak ada kewenangan untuk itu lagi, soal apapun perbedaan substansi mekanisme pencabutannya bukan di badan legislasi," tuturnya.
Berujung Pembakaran Bendera PDIP
Seperti dilansir Kompas.com, tampak penolakan pun terjadi, walaupun memang pembahasan soal RUU HIP ini ditunda.
Seperti halnya pada Rabu (24/6/2020), ribuan orang mengikuti aksi penolakan RUU HIP di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Hingga akhirnya berujung pada pembakaran bendera PDIP.
PDIP pun menyayangkan peristiwa tersebut, dan akan serius menempuh jalur hukum.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menilai, ada pihak-pihak yang sengaja membuat kegaduhan dalam aksi demonstrasi tersebut.
"Meskipun ada pihak yang sengaja memancing di air keruh, termasuk aksi provokasi dengan membakar bendera partai. Kami percaya rakyat tidak akan mudah terprovokasi," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Rabu (24/6/2020).
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)