Novie juga menyebutkan pihaknya tidak akan melindungi personil penerbangan yang terlibat dalam kasus narkoba.
"Hingga saat kami telah berkomitmen untuk mewujudkan penerbangan di Indonesia bebas dari penggunaan narkotika.
Komitmen tersebut, lanjut Novie, dilakukan melalui tes narkoba, atau rapid urine napza (RUN) secara random di bandara seluruh Indonesia.
"Kami juga meminta kepada operator penerbangan untuk terus melakukan sosialisasi bahaya narkoba serta melakukan tes narkoba kepada para personilnya," kata Novie.
Menurut Novie, pemberantasan narkoba dalam penerbangan dilakukan tidak hanya bagi pengguna jasa angkutan udara, tetapi juga kepada para personel penerbangan.
"Maka dari itu kami memastikan, personel penerbangan yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba tidak akan mendapat perlindungan dari Kementerian Perhubungan," ujar Novie.
"Kami berkomitmen penuh dalam pemberantasan narkoba, demi terwujudnya penerbangan di Indonesia yang selamat, aman, dan nyaman," kata Novie.
Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budi Sartono menambahkan, ketiganya sudah memakai sabu selama bertahun-tahun.
Rata-rata, ketiganya sudah konsumsi barang tersebut selama tiga sampai empat tahun.
"Macam-macam ada yang bilang sudah tiga tahun, ada yang empat tahun, masih tergantung daripada masing-masing orang," kata Budi.
Umumnya, kata Budi, mereka memakai barang haram tersebut setelah lepas landas di bandara.
Selama tiga sampai empat tahun itulah, S selalu berperan sebagai pemasok sabu untuk para pilot tersebut.
Selama bertahun-tahun memakai sabu, ketiga pilot tersebut mengaku barang haram tersebut membantu mereka meningkatkan konsentrasi.
Hal tersebut diduga dapat membantu meningkatkan daya tahan para pilot dalam menerbangkan pesawat.
"Sementara, alasannya (memakai sabu-sabu) untuk konsentrasi. Tetapi waktu kita tanya apakah memakai sebelum atau setelah dia masih mengelak," ujar Budi. (tribun network/har)