Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyerahkan bukti foto surat jalan Djoko Tjandra kepada Komisi III DPR RI.
Surat jalan yang diterbitkan sebuah instansi tersebut berisi Djoko Tjandra selaku konsultan bepergian menggunakan pesawat terbang dari Jakarta ke Pontianak pada 19 Juni 2020 .
Kemudian ia kembali dari Pontianak ke Jakarta pada 22 Juni 2020.
Ketua Komisi III DPR, Herman Herry didampingi dua anggota Komisi III DPR, Sarifudin Sudding dan Arsul Sani menerima langsung bukti tersebut dari Boyamin Saiman selaku koordinator MAKI.
Herman Herry mengatakan, dokumen tersebut menurut keterangan dari Boyamin adalah surat jalan dari institusi terhadap Djoko Tjandra.
Baca: Soal Kasus Djoko Tjandra, MAKI Apresiasi Komisi III DPR
Untuk itu, Komisi III DPR akan menindaklanjuti bukti surat perjalanan dinas tersebut saat rapat gabungan bersama aparat penegak hukum, kepolisian, dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Akibat kami telah menerima dokumen yang katanya surat jalan dari institusi, sesuai dengan hasil rapat dengan Dirjen Imigrasi kemarin, kami memutuskan untuk memanggil institusi terkait penegakan hukum misalnya kepolisian dan kejaksaan," kata Herman Herry, usai menerima MAKI, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/7/2020).
Sebelum menggelar rapat gabungan, kata Herman, Komisi III DPR akan terlebih dahulu berkirim surat ke pimpinan DPR.
Baca: MAKI Pastikan Data Terkait Djoko Tjandra yang Diserahkan ke Komisi III Dapat Dipertanggung Jawabkan
Menurutnya, surat akan dikirim ke pimpinan DPR minimal lima hari sebelum jadwal pemanggilan.
"Sesuai dengan aturan sebelum kami memanggil, kami terlebih dulu berkirim surat ke pimpinan DPR. Karena pimpinan DPR yang berkewenangan untuk menyurati institusi mitra komisi III," kata Herman.
Herman mengatakan rapat gabungan dengan aparat penegak hukum tersebut akan digelar saat masa reses DPR.
Hal itu mengingat, Komisi III DPR menilai kasus Djoko Tjandra ini penting untuk diungkap.
Baca: Demokrat Klaim Sembilan Fraksi di DPR Setuju Bentuk Pansus Djoko Tjandra
"Sesuai UU MD3, bahwa DPR boleh mengadakan rapat dengar pendapat dimasa reses jika ada sesuatu hal yang urgent. Menurut kami kasus Djoko Tjandra ini merupakan kasus super urgen. Kenapa saya katakan super urgen, karena ini menyangkut wajah kewibawaan negara," kata Herman.
"Sebagai komisi III yang bermitra dengan penegak hukum, kami merasa, walupun dalam masa reses nanti, perlu diadakan RDP agar semua pihak bisa memberikn penjelasan kepada komnisi III dan kimisi III dalm fungsi pengawasaanya bisa membuat rekomendasi rekomendasi sesuai tupoksi," lanjut Herman.
Diketahui, Djoko Tjandra pernah divonis bebas dalam perkara korupsi cessie Bank Bali tersebut. Pada bulan Oktober tahun 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membebaskannya dari segala tuntutan hukum.
Namun Kejaksaan Agung tak menyerah dan akhirnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Hasilnya, MA pada Juni 2009 akhirnya memutus perkara ini dan menghukum Djoko Tjandra dengan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta.
Selain itu, MA memerintahkan untuk merampas uang hasil kejahatan Djoko Tjandra senilai Rp 546 miliar untuk negara.
Pada akhirnya, Djoko Tjandra kabur ke Papua Nugini sehari setelah putusan PK oleh MA ditetapkan.