TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menyebut pelaporan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Agung Firman Sampurna terhadap terdakwa kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Benny Tjokrosaputro masih dalam tahap pemeriksaan.
Diketahui, pelaporan tersebut terdaftar dengan Nomor: LP/B/0347/VI/2020/Bareskrim.
Ketua BPK membantah tudingan Benny Tjokro yang menyebutkan telah melindungi Bakrie Group.
"Saat ini sudah memasuki tahap pemeriksaan," kata Awi di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta, Selasa (14/7/2020).
Dia mengatakan pihaknya telah memeriksa sebanyak tiga saksi dalam kasus ini. Saksi yang dihadirkan berasal dari saksi ahli bahasa hingga ahli pidana.
Baca: BPK Akan Laporkan Bentjok, Bantah Lindungi Grup Bakrie di Kasus Jiwasraya
"Sudah ada 3 saksi, saksi ahli pidana, bahasa, dan kita ketahui bersama saat ini saudara BT masih terlibat kasus Jiwasraya," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bantah melindungi Grup Bakrie dalam skandal korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Disampaikan oleh Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat video konferensi, Senin (29/6/2020).
Agung membantah pernyataan eks Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro alias Bentjok.
Agung mengatakan Bentjok melakukan tudingan serius ke BPK. Karena itu, Bentjok akan dilaporkan atas kasus dugaan pencemaran nama baik ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
"Apa yang disampaikan merupakan tuduhan yang tak berdasar, setelah konpers (konferensi pers) kami akan mengadukan apa yang dilakukan Benny Tjokro ke Bareskrim Mabes Polri," ujar Agung.
Pada persidangan Rabu (24/6), Bentjok menuding BPK menutupi keterlibatan grup besar dalam kasus korupsi pengelolaan dana investasi Jiwasraya di pengadilan, satu di antaranya adalah Grup Bakrie.
Benny menyebut, BPK melindungi emiten-emiten tersebut. Indikasinya adalah, BPK tidak melakukan pemeriksaan terhadap emiten-emiten Grup Bakrie.
Menjawab tudingan itu, Agus mengatakan Perhitungan Kerugian Negara (PKN) yang diterbitkan BPK merupakan dukungan dari proses penegakan hukum (pro justicia) yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Agung.
Berbeda dengan jenis pemeriksaan atau audit BPK lainnya, kata Agung, PKN dilakukan dengan syarat, penegakan hukum telah masuk pada tahap penyidikan.
Dalam tahap tersebut, tersangka ditetapkan oleh aparat penegak hukum, mempertimbangkan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana. Setelah tersangka ditetapkan, aparat penegak hukum mengajukan kepada BPK untuk dilakukan PKN.
Tahap selanjutnya adalah ekspose atau gelar perkara. Tahap tersebut disajikan informasi oleh penyidik mengenai konstruksi perbuatan melawan hukum yang mengandung niat jahat (mens rea).
Ekspose tersebut disampaikan oleh aparat penegak hukum dengan menyajikan bukti-bukti permulaan yang cukup.
Dari ekspose terhadap kasus Jiwasraya oleh Kejaksaan, BPK berkesimpulan konstruksi perbuatan melawan hukumnya jelas dan telah didukung bukti permulaan yang memadai, dan oleh karena itu PKN-nya dapat dilakukan.
PKN secara substansi maupun prosedur merupakan bagian dari pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara dan menjadi wewenang BPK.
Dengan demikian PKN dilakukan dengan menerapkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) secara ekstra ketat.
"Lucu jika dikatakan bahwa BPK atau Ketua dan Wakil Ketua BPK melindungi pihak tertentu. Karena BPK menghitung PKN setelah konstruksi perbuatan melawan hukumnya dan tersangka ditetapkan oleh Kejaksaan," imbuh Agung.