TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI memastikan tidak pernah mencabut red notice buronan kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra.
Sebaliknya, pencabutan red notice bisa dilakukan seandainya yang bersangkutan telah ditangkap.
Hal itu sekaligus menanggapi dugaan adanya penerbitan surat jalan yang diberikan kepada buronan korupsi Djoko Tjandra.
Akibat terbitnya itu, diduga Djoko pernah melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak pada 19 Juni 2020 dan kembali tanggal 22 Juni 2020.
Baca: Kabareskrim Minta Propam Usut Oknum Polisi yang Beri Surat Jalan untuk Djoko Tjandra
Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menegaskan red notice kepada Djoko Tjandra sampai saat ini masih belum dicabut.
"Yang sebenarnya red notice itu kan tidak ada cabut mencabut, selamanya sampai ketangkap, tapi nyatanya ya begitulah," kata Jaksa Agung RI ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Sementara itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Hari Setiyono membenarkan red notice untuk Djoko Tjandra belum dicabut.
Pencabutan hanya bisa dilakukan setelah pelaku tertangkap atau meninggal dunia.
"Sepanjang yang kami ketahui yang dinyatakan DPO itu belum ditangkap atau tertangkap, maka tentu red notice itu masih berjalan. Ada kemungkinan bisa dimintakan untuk dihapus karena yang bersangkutan tertangkap, ditangkap, atau bisa jadi red notice itu dihapus karena yang bersangkutan atau DPO tersebut meninggal dunia," jelasnya.
Baca: Soal Dugaan Adanya Penerbitan Surat Jalan Djoko Tjandra, Ini Kata Kejaksaan Agung RI
Hari mengatakan red notice Djoko Tjandra yang dikeluarkan Kejaksaan Agung RI dimulai sejak 2009 lalu dan masih berlaku hingga sekarang.
Namun demikian ia mengakui menerbitkan surat baru pada 27 Juni 2020 lalu.
"Isinya meminta apabila jika yang bersangkutan sudah dinyatakan DPO oleh kejaksaan, agar kepada yang bersangkutan tidak diberikan peluang kepada terbit paspor, paspornya untuk dicabut.
Jadi ingat permintaan DPO yang 27 juni 2020 didasarkan adanya KTP baru," pungkasnya.