TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (JokowiI melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengatakan dalam waktu dekat ini pemerintah akan segera mengirimkan surat kepada DPR RI terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
"Secara politis besok Kamis (16/7/2020), pemerintah akan menyampaikan secara resmi surat menteri yang mewakili Presiden Jokowi."
"Sehingga nanti silahkan DPR RI sesudah itu mau dibawa ke proses legislasi," ujarnya, dikutip dari siaran Breaking News KompasTV, Rabu (15/7/2020).
Mahfud MD membeberkan pemerintah hanya memiliki waktu hingga 22 Juni 2020 untuk berkirim surat ke DPR RI.
Namun, Presiden Jokowi menghendaki dipercepat mengingat DPR RI akan segera memasuki masa reses.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menegaskan, meskipun pemerintah telah mengeluarkan sikap, tidak serta merta langsung bisa memerintahkan pencabutan RUU HIP ini.
"Tidak bisa bilang cabut, harus ada proses. Karena ini masalah demokrasi yang memerlukan prosedur-prosedur terukur," kata dia.
Baca: Partai Demokrat dan MUI Tegas Menolak RUU HIP
Baca: HNW: Lahirnya RUU HIP, Isyarat Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Makin Mendesak
Baca: Alasan Massa di Sumedang Tolak RUU HIP: Disinyalir Bisa Bangkitkan Paham Komunis dan Timbul Gejolak
2 Sikap Pemerintah
Mahfud MD mengatakan setidaknya ada dua sikap pemerintah soal RUU HIP ini.
Pertama pemerintah tidak setuju jika pembahasan RUU HIP tanpa didasari TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme.
"Kalau mau berbicara Pancasila, termasuk penyebar luasan Pancasila, dan sosialisasi Pancasila, maka ketetapan MPRS Nomor XXV tahun 66 harus menjadi dasar pertimbangan utama sesudah Undang-undang Dasar."
"Dan itu pemerintah pada posisi tidak setuju, jika membicarakan (RUU HIP) tanpa berpedoman dengan MPRS Nomor XXV tahun 66 tentang pembubaran PKI dan larangan ajaran Komunisme dan Marxisme."
"Kecuali untuk keperluan studi akademik bukan untuk penyebaran," katanya.
Mahfud MD melanjutkan penjelasannya, sikap pemerintah tak hanya dalam tidak dipakainya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 sebagai pedoman penyusunan RUU HIP, namun juga tentang subtansi Pancasila itu sendiri.
Ia menegaskan Pancasila yang digunakan oleh bangsa Indonesia hanya ada satu.
Yakni Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NKRI) tahun 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945.
Baca: Wasekjen MUI Desak DPR segera Cabut RUU HIP dari Prolegnas
Baca: Pemuda Pancasila Ingatkan Jokowi agar Waspada Bisikan-bisikan Soal RUU HIP
Baca: PP Muhammadiyah: Tidak Ditariknya RUU HIP dari Prolegnas Bisa Picu Konflik Horizontal
"Yang terdiri dari 5 sila yang merupakan satu kesatuan makna, yang dimaknai dalam satu tarikan nafas yang tidak bisa dipisahkan, dikurangi dan tidak bisa diperas."
"Pokoknya Pancasila itu, bukan Tri Sila, Eka Sila," imbuhnya.
Berikut bunyi Pancasila sesuai Pembukaan UUD NKRI 1945:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebelumnya, pada 16 Juni 2020, menurut Mahfud, pemerintah juga telah menyatakan sikapnya.
Pada saat itu, pemerintah meminta DPR untuk tidak lagi membahas RUU HIP karena pemerintah ingin lebih fokus dalam menjalankan penanganan Covid-19.
Selain itu, pemerintah juga meminta DPR untuk lebih banyak lagi mendengar pendapat masyarakat.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)