MENJELANG Lebaran 2020 lalu, muncul pro kontra mengenai mudik. Akhirnya pemerintah memutuskan melarang mudik Lebaran untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Budi Arie Setiadi, mengaku berjuang keras agar larangan mudik diberlakukan.
"Kalau mudik diizinkan, desa-desa di Jawa tidak sanggup menerima jutaan pemudik. Kalau kemudian kasus Covid-19 di desa melonjak akibat mudik, ketahanan pangan kita jadi sangat terganggu," ujar Budi Arie dalam wawancara khusus di kantor Tribun Network, Jakarta, Kamis (16/7/2020).
Berikut lanjutan wawancara dengan Budi Arie:
Apa sih yang dilakukan Kemendestrans untuk mencegah penyebaran Covid-19?
Pak Menteri sudah membentuk Gugus Tugas Relawan Desa Covid-19. Setelah itu menyiapkan sarana dan prasarana desa agar desa lebih tanggap, sigap, peka, dan disiplin dalam menghadapi Pandemi Covid-19.
Ketika musim mudik Lebaran lalu, kami termasuk yang fight (berjuang) agar Presiden memberlakukan larangan mudik. Itu sangat efektif membantu desa dari penularan Covid-19.
Sesuai data 2019, jumlah orang yang sekira 20 juta. Prediksi saya, pada 2020 ini yang mudik tidak sampai 20 persen alias 4 juta orang.
Pas hari Lebaran saya lihat di jalan tol nggak macet. Tidak ada mobil dari Jakarta ke arah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Berarti efektivitas larangan mudik ini cukup lah.
Saat itu kami melakukan simulasi jumlah pemudik sekira 4 juta berdasarkan jumlah angka orang terkena PHK 3,6 juta, plus 400 ribu yang nyolong-nyolong mudik. Nah angka pemudik 4 juta orang itu masih sanggup diatasi desa-desa di Jawa.
Baca: Perintah Jokowi untuk Wamendes Budi Arie Setiadi
Namun kalau jumlah pemudik mencapai 20 juta seperti 2019, desa nggak akan sanggup. Jumlah desa di seluruh Jawa itu 20 ribu, sehingga rata-rata satu desa kedatangan 1.000 pemudik.
Bagaimana melakukan realokasi dana desa untuk keperluan pandemi Covid-19?
Pak Menteri mengeluarkan Peraturan Mendestrans. Maksimal 30 persen dana desa untuk bantuan langsung tunai (cash). Penerima manfaat bantuan langsung tunai (BLT) itu mencapai 7,7 juta keluarga.
Rata-rata dana desa itu Rp 960 juta per desa. Jumlah desa di Indonesia ada 74.953.
Penentuan BLT dari dana desa itu melalui musyawarah desa khusus, bukan keputusan kepala desa sendirian. Jadi siapa yang berhak menerima BLT itu ditentukan lewat musyawarah khusus.
Sebagai kontrol, kami sudah sampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kalau ada niat jahat dalam penyaluran dana desa ya ditindak saja.
Seperti kasus di Purwakarta itu sudah ngawur, masa BLT Rp 600 ribu, cuma dikasih Rp 100 ribu.
Apa fungsi relawan?
Membantu sosialisasi pencegahan Covid-19, menjaga desa. Pelaksanaan protokol kesehatan di desa itu jauh lebih ketat dibanding kota. Desa sangat protektif.
Program bantuan langsung tunai desa selama Covid-19 itu sampai kapan?
Belum ada batas waktu. Sepertinya sampai status pandemi dicabut.
Baca: Wamendes Budi Arie: Dari Awal Sikap Jokowi Jelas Menolak RUU HIP
Bagaimana menghadapi new normal?
Tugas kami bagaimana menggerakkan ekonomi desa dan meningkatkan daya beli masyarakat desa. Karena kunci sebenarnya yaitu peningkatan daya beli.
Kami optimis masyarakat desa yang paling siap. Masyarakat desa paling sedikit positif Covid-19 dibanding masyarakat kota.
Pada periode Maret-Juni 2020, semua pihak terganggu Covid-19. Desa terganggu karena terjadi penurunan pembelian, tapi tidak sampai nol.
Di kota angka PHK 3,6 juta orang, artinya yang tadinya punya uang sejuta misalnya, berubah jadi nol.
Sedang di desa, yang tadinya dapat Rp 1 juta jadi Rp 500 ribu.
Menurut Anda, bagaimana kinerja Kabinet Indonesia Maju?
Sebagai Wamendestrans saya tidak bisa ngomong banyak, tidak mungkin mengomentari kinerja kolega di kabinet. Tidak elok.
Sebagai relawan yang mendukung Jokowi menang dua periode dan kemudian Anda masuk kabinet, tentu punya suasana yang berbeda. Bisa diceritakan?
Ini kan ruang lingkup baru, birokrasi. Dulu mungkin bisa ngomong apa adanya, tapi sekarang ada remnya sedikit. Yang pasti kalau perlu kami kritik atau kasih input, kami sampaikan.
Terakhir kami memberi masukan kepada Gugus Tugas Covid-19, agar mengubah metode penyampaian laporan kepada masyarakat sehingga tahu ancaman kita di mana. Gugus Tugas hanya melaporkan pasien positif, sembuh, dan meninggal dunia.
Harusnya dikasih tahu, yang kena positif berapa, yang karantina mandiri berapa, yang di rumah sakit berapa. Kalau yang karantina mandiri itu kan potensi penularannya lebih tinggi.
Kita tidak pernah tahu berapa yang melakukan isolasi mandiri.
Masyarakat harus diberitahu berapa yang isolasi mandiri, sehingga bisa lebih hati-hati. Kan bisa di tracking, sehingga masyarakat waspada. (dennis)