TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus Djoko Tjandra kembali menyeruak setelah ditemukannya jejak buron tersebut pada 8 Juni lalu.
Djoko Tjandra diketahui sebagai buronan kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali. Ia disebut bebas keluar masuk Indonesia meskipun memiliki status sebagai buronan kelas kakap.
Bahkan, menyeruaknya kasus Djoko Tjandra baru-baru ini telah menyeret sejumlah nama, termasuk para penegak hukum.
Baca: Kompolnas Nyatakan Oknum Polri Coba Perkaya Diri dengan Membantu Djoko Tjandra
Terbaru, tiga jenderal polisi diketahui dicopot dari jabatannya karena diduga terlibat dalam kasus ini.
Selain itu, sempat pula ramai tentang sebuah utas di lini masa Twitter tentang pihak-pihak yang diduga membantu pelarian Djoko Tjandra, termasuk Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Anang Supriatna.
Melansir Kompas.com (17/7/2020), pemilik akun mengunggah sebuah video yang disebutkan sebagai pertemuan antara kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dengan Kajari Jaksel.
Baca: Kompolnas Dorong Perwira Polri Terlibat Kasus Djoko Tjandra Diproses Pidana
Hal ini pun berujung pada pemeriksaan Kajari Jaksel oleh Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati DKI pada Kamis (16/7/2020).
Sebenarnya, bukan pertama kalinya nama penegak hukum terseret dalam kasus pelanggaran hukum.
Lantas, mengapa seringkali terjadi fenomena di mana para penegak hukum justru terlibat dalam kasus pelanggaran hukum?
Baca: Kata Guru Besar UI Soal Anggota Polri Bisa Mengisi Jabatan Sipil
Menurut Sosiolog Universitas Gadjah Mada ( UGM), Sunyoto Usman, fenomena ini memang sudah lama dan kerap kali ditemukan serta disebabkan oleh sesuatu yang mendasar.
"Sudah lama terjadi konspirasi (kongkalikong) pengusaha dan penegak hukum. Jadi, ada persoalan mulai dari pendidikan, rekrutmen, penempatan, kinerja, dan pengawasan," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (18/7/2020) sore.
Diperlukan pembenahan Ia menyebut bahwa masalah ini bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan.
"Persoalan ini memang amat kompleks," kata dia. Usman menilai, lembaga peradilan di Indonesia masih rapuh dan memerlukan pembenahan.
"Lembaga peradilan kita masih rapuh (kepolisian, pengadilan, dan penjara). Perlu pembenahan rekrutmen penegak hukum," ungkapnya.