"Salah satu temuan kunci dari penelitian ini adalah bahwa tokoh-tokoh seperti tokoh adat, agama yang kami sebut sebagai tokoh formal dan non formal termasuk pemerintah daerah memiliki peranan kunci dalam pencegahan perkawinan anak," ucapnya.
Rumah KitaB menyelenggarakan program untuk melibatkan mereka mencegah perkawinan anak.
Menurut Fadilla pencegahan perkawinan anak menggunakan perspektif yang berpihak kepada anak perempuan dan remaja.
Pelibatan tokoh formal dan non formal penting dilakukan.
Baca: Menteri PPPA Ajak Semua Pihak Turunkan Angka Kekerasan Terhadap Anak di Tengah Pandemi Covid-19
Seperti yang sudah dilakukan di Kabupaten Cianjur Rumah KitaB bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengesahkan Pergub Pencegahan Perkawinan Anak.
Selanjutnya di Kabupaten Sumenep, pemerintah daerah telah memasukkan Pencegahan Perkawinan Anak sebagai prioritas dalam program pemerintah.
"Sepanjang program menggunakan perspektif keadilan gender dan partisipasi anak tidak hanya dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh rumah KitaB. Kami juga bekerja dengan remaja dan orangtua," ucapnya.
Hal tersebut dilakukan untuk berbagi apa saja yang dibutuhkan remaja agar tidak dikawinkan pada usia anak.
"Kami memastikan suara anak didengar dalam perencanaan pemerintah," ucapnya.
Di Cianjur Rumah KitaB menyertakan suara remaja dalam penyusunan Pergub Pencegahan Perkawinan Anak.
"Begitu pun di Lombok Utara salah satu mitra kami mengundang perwakilan Pemda untuk mendengarkan aspirasi remaja," ucapnya.
Menurutnya pemerintah Cianjur telah berhasil mengesahkan Pergub Pencegahan Perkawinan Anak pada Maret 2020 dan telah menggunakan usia yang sesuai dengan revisi UU perkawinan
"Kerja-kerja kami di daerah akan selalu kami bawa ke pemerintah pusat untuk mendukung inisiatif-inisiatif yang dilakukan oleh kementerian," katanya.
Ia menjelaskan Rumah KitaB sebagai lembaga riset untuk advokasi sudah memproduksi beberapa buku pengetahuan.