Hal itu bisa dilihat dari jaringan sekolah yang mereka miliki, jumlah pendidik yang terafiliasi, hingga komitmen terhadap NKRI dan Pancasila.
“Kalau dalam pandangan kami tidak bisa POP ini kita serahkan ke pasar bebas dalam proses seleksinya. Perlu ada pertimbangan-pertimbangan khusus karena sekali lagi ini POP ini juga merupakan bagian dari upaya untuk memberdayakan masyarakat,” katanya.
Untuk diketahui Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud.
Program itu bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat yang mempunyai kapasitas meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.
Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.
Organisasi yang terpilih dibagi kategori III yakni Gajah, Macan dan Kijang.
Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar/tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun.
Baca: Tanoto Foundation Inisiasi Program Pintar Penggerak Sejak Lama
Salah satu alasan Majelis Dikdasmen Muhammadiyah mundur karena merasa tidak jelasnya kriteria organisasi yang bisa lolos dalam program tersebut. Terdapat lembaga corporate social responsibility (CSR) yang justru lolos dalam program tersebut.
"Setahu saya yang mendaftar banyak, ada beberapa lembaga organisasi. Tetapi kalau perusahaan besar yang bergerak di bidang pendidikan dari CSR ikut menang dalam kategori gajah memang agak aneh," ujar Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (22/7).
Pada tahun 2020-2022, program Organisasi Penggerak memiliki sasaran peningkatkan meningkatkan kompetensi 50.000 guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di 5.000 PAUD, SD dan SMP. Dalam program tersebut, organisasi yang lolos akan mendapatkan bantuan dana sesuai dengan kategori yang diikuti yakni kategori gajah, macan, dan kijang.
Dede menilai, posisi lembaga CSR seharusnya tak mendapatkan hibah dari pemerintah. Pasalnya lembaga tersebut diatur oleh Undang Undang tentang Perseroan Terbatas yang malah wajib melakukan CSR.
"Namanya perushaaan besar memang kewajiban dia untuk CSR bukannya malah minta hibah dari pemerintah," terang Dede.
Komisi X DPR pun akan meminta penjelasan dari Menteri Pendidikan Nadiem Makarim soal program ini mengingat program tersebut mendapat dukungan anggaran yang cukup besar.
Sumber: Tribunnews.com/Kontan.co.id