TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Masjid Indonesia (DMI) menilai ketika ada pembahasan soal pemberdayaan perempuan, terutama di tengah pandemi Covid-19, yang menjadi objek adalah perempuan itu sendiri. Hal itulah yang menambah kelemahan bagi perempuan.
"Ada dua sisi yang harus kita lihat. Seringkali kita melihat aspek pemberdayaan perempuan, yang kita pikirkan potensi perempuan, tetapi potensi kejahatan laki-laki tak dieksplore," kata Sekretaris Jenderal DMI Imam Addaruqutni dalam Seminar Nasional Daring DMI bersama Komnas Perempuan, Rabu (22/7/2020).
Dirinya memberikan contoh saat sering keluar daerah pada malam atau bahkan tengah malam, di pasar-pasar, dilihatnya sebagian perempuan yang berdagang atau beraktivitas di sana.
Baca: Perempuan di Padang Diduga Tega Jual Anak Kandung, Alasan Pelaku Tak Sanggup Membesarkan
"Saya curiga laki-lakinya sedang tidur, atau paginya dia minta rokok atau minta bikinkan kopi. Menurut saya ini sebuah budaya yang keterlaluan," kata Imam.
Meski tak menyebutkan secara spesifik daerahnya, Imam mengatakan bahwa lingkungan itulah yang menunjukkan kekerasan terhadap perempuan.
"Belum lagi kasus-kasus lain banyak di rumah menganggur, kerjaan enggak ada. Terjadi kekerasan tidak hanya terhadap perempuan tapi terhadap anak," lanjut Imam.
Imam mengatakan ketika bicara perempuan, aspirasinya itu keperempuan dan yang menyampaikan adalah perempuan juga.
"Padahal yang dihadapi adalah struktur laki-laki, jadi ini soal pembicaraannya yang diperkuat adalah aspirasi perempuan. Kesadaran-kesadaran itu dalam hal tertentu menurut hemat saya telah memberikan sumbangsih yang besar terhadap emansipasi perempuan," katanya.
Namun, pada waktu yang bersamaan, Imam mengatakan seharusnya struktur kelaki-lakian yang harus dibongkar, bukan hanya struktur perempuannya.
"Jadi kalau kita tidak menyentuh aspek yang esensial, nanti kembali malah jadi masalah," ujarnya.