News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cerita Pegawai KPK Dapat Teror Mistis: Paru-parunya Dipenuhi Cairan Usai Tinjau Waduk Jatiluhur

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan keterangan saat konferensi pers kasus suap pengesahan APBD 2017-2018 Provinsi Jambi di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/6/2020). KPK Menahan tiga orang mantan pimpinan DPRD Jambi yakni Ketua DPRD Jambi periode 2014-2019 Cornelis Buston, Wakil Ketua DPRD periode 2014-2019 AR Syahbandar, dan Wakil Ketua DPRD periode 2014-2019 Chumaidi Zaidi terkait dugaan suap pengesahan APBD 2017-2018 Provinsi Jambi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas korupsi ternyata tak semulus yang dibayangkan. Dalam upaya pemberantasan korupsi itu para koruptor kerap menyerang balik.

Kasus yang mudah diingat ialah serangan air keras terhadap Novel Baswedan.

Penyidik senior KPK itu disiram dengan air keras saat ia pulang menunaikan ibadah salat subuh di masjid dekat rumahnya.

Akibat serangan air keras itu, mata kiri Novel kini buta total 100 persen. Sementara mata sebelah kanannya hanya bisa melihat kurang lebih 40-50 persen.

Namun ternyata bukan hanya dengan menyerang secara fisik, upaya para koruptor agar lepas dari jeratan KPK ternyata juga dilakukan lewat serangan mistis.

Hal tersebut termuat dalam Laporan Tahunan KPK Tahun 2019 yang diluncurkan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, pada Senin (27/7/2020) kemarin.

Adalah Koordinator Wilayah (Korwil) II KPK, Dian Patria, yang mendapat serangan mistis itu.

Baca: Teror Pesanan Fiktif di Jungsemi Kendal, dari Pisang hingga Batu Bata, Sasarannya Perempuan

Cerita bermula saat Dian tengah melakukan kegiatan supervisi dan pencegahan korupsi di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, pada tahun 2017 silam.

Sepulang dari kegiatan pemantauan itu, Dian sering mengalami sesak napas. Meski begitu, ia tetap melanjutkan tugas dengan mengunjungi salah satu daerah di Kalimantan Timur.

Dian meninjau sejumlah area tambang yang memiliki IUP non Clear and Clean dan habis masa berlakunya.

Lantaran sesak napas yang dialaminya begitu mengganggu, Dian kemudian menyempatkan diri berobat ke RS di sela-sela tugasnya.

Saat itulah dokter menyatakan ada cairan di jantung dan paru-paru Dian, sehingga Dian harus dirawat di ruang ICU selama dua pekan dan bertahan dengan bantuan ventilator.

Dari sejumlah dokter yang menanganinya, tidak ada satu pun yang dapat menjelaskan penyakit yang sebenarnya menjangkiti tubuh Dian.

"Saya enggak tahu Mas Dian ini sakit apa," ujar salah satu dokter sebagaimana dikutip dari Laporan Tahunan 2019 yang diunggah di situs KPK.

Dian juga tak mau mengira-ngira, termasuk kemungkinan penyakit yang dialaminya hasil santet atau guna-guna.

Dalam Laporan Tahunan tersebut tak disebut maksud pemantauan di Waduk Jatiluhur.

Namun pada 7 Desember 2018, KPK menetapkan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II (Persero), Djoko Saputra, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.

Djoko ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan seorang swasta bernama Andririni Yaktiningsasi.

Perum Jasa Tirta II merupakan BUMN pengelola Waduk Jatiluhur.

Baca: Pegawai KPK Dapat Teror Mistis Ketika Bertugas di Jatiluhur Purwakarta

Diduga, Djoko bersama Andririni melakukan korupsi terkait pengadaan jasa konstruksi di Perum Jasa Tirta II.

Penetapan tersangka itu dilakukan setelah beberapa hari sebelumnya penyidik KPK menggeledah kantor Perum Jasa Tirta II.

Kasus Djoko sendiri telah disidang. Ia dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Djoko dinilai terbukti korupsi terkait jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017 yang merugikan negara Rp 4,9 miliar.

Aplikasi Korsupgah

KPK menyatakan apa yang dialami Dian tak menyurutkan perjuangan melawan korupsi.

Sebagai bentuk pencegahan, KPK membangun aplikasi Monitoring Center for Prevention (MCP) atau Sistem Informasi Koordinasi dan Supervisi Pencegahan pada 2019.

Aplikasi tersebut digunakan Korwil bidang pencegahan untuk mengukur tingkat keberhasilan pemerintah daerah dalam memperbaiki area kerja yang menjadi fokus perhatian.

Terdapat 8 fokus yang menjadi ‘menu’ perbaikan daerah, yakni perencanaan dan penganggaran APBD; Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ); Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP); kapabilitas APIP; manajemen ASN; optimalisasi aset daerah; manajemen asset daerah; dan tata kelola dana desa.

Baca: KPK Kantongi Informasi Aliran Uang Suap Proyek Kementerian PUPR ke Elite PKB

Aplikasi tersebut memudahkan pemerintah daerah menyampaikan laporannya secara mandiri.

MCP berisi kriteria-kriteria yang digunakan untuk menyusun laporan monitoring, dan pemerintah daerah bisa mengisi laporan dengan mengunggah data capaian beserta bukti fisiknya.

Selanjutnya KPK akan memverifikasi kesesuaian antara bukti dengan kriteria dan mengevaluasi capaian capainnya Hingga saat ini, KPK telah mendampingi seluruh provinsi di Indonesia.

Berdasarkan data 2019, terdapat 3 provinsi teratas yang memiliki nilai capaian MCP yang baik yakni DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Banten. Sementara terdapat 4 provinsi yang memiliki nilai MCP di bawah 50 persen yakni Aceh, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat.(tribun network/ham/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini