Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung RI kembali melakukan pemeriksaan terhadap 25 saksi terkait kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (persero).
''Iya benar, hari ini 25 saksi diperiksa terkait tindak pidana korupsi Jiwasraya dengan tersangka korporasi dan oknum pejabat OJK," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Hari Setiyono dalam keterangannya, Selasa (28/7/2020).
Hari mengatakan 5 dari 25 saksi yang diperiksa penyidik untuk memberikan kesaksian terhadap tersangka Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2014-2017, Fakhri Hilmi.
Baca: Kejaksaan Agung Meraih WTP, Jazilul Fawaid: Selesaikan Kasus Jiwasraya dan Djoko Tjandra
Di antaranya, Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal OJK, Hoesen, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edi Purnomo, dan Staf pada DPTE OJK Ayu Ardillah.
Selain itu, ada dua saksi yang berasal dari perusahaan manajer investasi yang memberikan keterangan terhadap tersangka Fakhri Hilmi.
Mereka di antaranya Koordinator Pemasaran dan Pengaduan Nasabah PT Pool Advista Aset Management, Ramot Arifin Gunawan dan Direktur PT Pool Advista Aset Management, Ferro Budhimeilano.
Baca: Skandal Korupsi Jiwasraya, Kejagung Periksa Pejabat OJK dan Perusahaan Manajer Investasi
"Mereka memberikan keterangan untuk tersangka pejabat OJK yang telah ditetapkan tersangka," jelasnya.
Sementara itu, pihaknya memanggil 20 saksi untuk pengembangan tersangka perusahaan manajer investasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Hari mengatakan, seluruh saksi tersebut dimintai keterangan dalam kaitannya korupsi di tubuh Jiwasraya.
"25 saksi keterangannya dianggap perlu untuk mengungkap sejauhmana peran saksi dalam menjalankan perusahaannya dan kaitannya dengan jual beli saham dari pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya yang terjadi di Bursa Efek Indonesia," katanya.
OJK Gagal Mengawasi Jiwasraya
Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah gagal mengawasi PT Asuransi Jiwasraya hingga terjadinya mega korupsi senilai Rp 16,9 triliun.
Fungsi pengawasan OJK disebutkan tidak berfungsi.
Diketahui, Kejaksaan Agung RI telah menetapkan Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode Februari 2014-2017, Fakhri Hilmi sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
"Di dalam Jiwasraya ini ada satu tersangka dari OJK. OJK harusnya mengawasi, tapi kenapa terjadinya Jiwasraya kerugiannya begitu besar? karena salah satunya adalah peran OJK tidak berfungsi," kata Burhanuddin saat berbincang dengan Tribunnews di kantornya, Senin (20/7/2020).
Baca: Pengakuan Saksi Soal Kondisi Jiwasraya dan Pemberitaan Gagal Bayar
Dalam kesempatan tersebut, Burhanuddin juga berbicara kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus korupsi Jiwasraya.
Dia hanya menyampaikan belum akan penambahan lagi untuk sementara waktu.
Hingga terakhir, ada satu tersangka dari OJK dan 13 perusahaan manajer investasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dia memastikan tidak ada kendala berarti dalam mengungkap kasus tersebut.
Baca: Kuasa Hukum Terdakwa Dinilai Gagal Paham Produk Saving Plan Jiwasraya
"Kendala tidak ada, nyatanya sudah berjalan, kalau kendala kecil sudah biasa, itu pasti ada. InsyaAllah saya pertaruhkan, kita sampai saat ini bahkan sudah persidangan. Sampai saat ini tidak ada kendala yang berarti," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menetapkan tersangka baru dalam kasus mega korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada Kamis (25/6/2020). Selain menetapkan 13 korporasi sebagai tersangka, mereka juga menetapkan seorang pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan satu tersangka baru yang telah ditetapkan tersangka adalah Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal 2 Periode 2017 hingga sekarang yang berinisial FH.
Baca: Penghentian JS Saving Plan Disinyalir Jadi Penyebab Kasus Gagal Bayar Jiwasraya
"1 orang tersangka dari OJK. Atas nama FH, pada saat itu yang bersangkutan menjabat sebagai kepala departemen pengawasan pasal modal II periode 2014-2017. Hark yang bersangkutan diangkat sebagai deputi komisioner pengawasan pasar modal II periode 2017-sekarang," kata Hari saat ditemui di gedung bundar Jampidsus Kejagung RI, Kamis (25/6/2020).
Ia mengatakan tersangka memiliki peran dalam jabatannya sebagai pejabat OJK dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya.
"Peran dari tersangka ini dikaitkan dengan tugas dan tanggungjawabnya di jabatan itu dalam pengelolaan keuangan yang dilakukan di PT Asuransi Jiwasraya. Termasuk perbuatan yang dilakukan para tersangka yang sudah disidangkan dalam mengelola keuangan Jiwasraya," jelasnya.
Dia menambahkan, pelaku dijerat dengan pasal pasal 2 subsider pasal 3 UU 31 1999 Jo UU tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Namun hingga kini, pelaku belum dilakukan proses penahanan.
"Sementara FH belum ditahan. Dia masih berada di Jakarta," pungkasnya.
Selain itu, mereka menetapkan 13 korporasi sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
"Kami mengambil kesimpulan untuk menetapakan tersangka baru. Dalam perkara dugaan tipikor penyahgulanaan di PT asuransi Jiwasraya. Penetapan tersangka tersebut yang pertama terhadap 13 korporasi atau di dalam peraturan OJK disebut manajer investasi," kata Hari.
Rinciannya, korporasi dengan inisial DN, OMI, TPI, MD, PAM, MNC, MAM, GAP, JCAM, PAAM, CC, TFI dan SAM. Menurut Hari, korporasi tersebut diduga telah merugikan negara hingga Rp 12,157 triliun.
"Kerugiannya diduga sekitar Rp 12,157 triliun," jelasnya.
Lebih lanjut, Hari mengatakan, korporasi tersebut terlibat dalam kasus korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 subsider pasal 3 UU 31 1999 Jo UU tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Selain itu, korporasi itu juga dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus Jiwasraya.
"Jadi 13 manajer investasi ini diduga melakukan tindak pidana korupsi dan tadi penyidik juga menyangkakan dugaan TPPU," pungkasnya.