TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kunjungan PK Ojong ke luar negeri membawa hikmah yang sangat menentukan bagi perjalanan Kompas-Gramedia. Itu karena kegemarannya membaca buku.
Setiap kembali dari luar negeri, PK Ojong selalu membeli buku hingga punya perpustakaan di rumahnya. Hal itu kemudian yang melahirkan Toko Buku Gramedia.
Sebagai orang yang komitmen pada kemajuan masa depan, PK Ojong tidak melarang anak-anak membaca buku di Toko Gramedia.
Itulah sebabnya sampai sekarang kita sering melihat anak-anak membaca buku di selasar rak-rak Toko Buku Gramedia.
Kepada rekan-rekan sejawatnya, PK Ojong juga sering mengirimi buku-buku, termasuk untuk tahanan politik yang sealiran dengannya maupun tidak.
Untuk mengasah pemikirannya, PK Ojong punya klub diskusi bersama aktivis muda pada masanya, antara lain Soe Hok Djin yang kemudian menjadi Arief Budiman dan Soe Hok Gie, Soedjatmoko, Rosihan Anwar, Ong Hok Ham, dan lain-lain.
PK Ojong bersama sastrawan pada masa itu, Mochtar Lubis, Zaini, Taufiq Ismail, dan Arief Budiman menerbitkan Majalah Horison yang khusus memuat dunia sastra. Sayang, majalah Sastra Horison kini sudah tiada.
Selain humaniora, sewaktu menjadi pemimpin umum Kompas Gramedia PK Ojong pun berusaha memahami manajemen dan ilmu hitung-hitungan.
Dalam pandangannya, pucuk pimpinan perlu memiliki kombinasi dari dua ciri, yakni kearifan intuitif (intuitive wisdom) dan pengetahuan praktis (practical knowledge).
Dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM), PK Ojong sangat memprioritaskan kejujuran.
Jadi, karyawan yang jujur adalah prioritas pertama. Karyawan yang tak memenuhi harapan, dalam arti tidak jujur, langsung dipecat.
Sementara karyawan yang tidak produktif tapi jujur, akan diberi tempat yang lebih cocok.
Tak heran, PK Ojong selalu menanyakan uang kembalian membeli barang. Jumlahnya mungkin tidak seberapa, tapi menurutnya uang itu harus dikembalikan dulu.
Bahwa selanjutnya uang tersebut akan diberikan kepada petugas yang membeli, itu masalah lain. Di situlah PK Ojong menekankan kejujuran dan tanggung jawab.
Selain kegemarannya membaca buku, PK Ojong gemar mengoleksi hasil karya seniman Indonesia, terutama seni rakyat.
Baca: Seratus Tahun PK Ojong Pendiri Kompas Gramedia (3): Ojong Berintegritas, Media Sekarang Tersesat
Bentara Budaya didirikan dengan mengemban misi dari PK Ojong, bahwa KG jangan cuma menulis soal budayawan melalui medianya, tetapi hendaknya juga membeli karya-karyanya.
Sebagai pimpinan perusahaan, PK Ojong tak menolak saat ditawari makan dan diajak makan bersama oleh karyawan biasa.
Sambil makan, PK Ojong senantiasa memberi dukungan dan apresiasi bagi karyawan atas kinerja mereka.
Ia sering datang ke percetakan pada malam hari atau ke redaksi untuk menyapa langsung karyawan di lapangan, dari kalangan pesuruh sampai pimpinan yang ditemui.
Bagi Ojong, manusia adalah aset bagi kemajuan perusahaan.
Di mata Indra Gunawan, yang pernah menjabat redaktur Harian Kompas yang kemudian didapuk menjadi Wakil Direktur Utama Kompas Gramedia 1992-2004, Pk Ojong merupakan manusia autentik dan bonafide.
Bagaimana Anda melihat sosok PK Ojong?
Di mata saya setelah menapis dari sekian karakteristik yang mengemuka, PK Ojong sebagai manusia Bonafide. Maksudnya, PK Ojong adalah orang yang dapat dipercaya, jujur, dan tulus.
Satunya kata dengan perbuatan dengan nilai-nilai yang dianutnya. Tak ada persilangan di antara ketiganya yang kini menjadi mode zamannya.
Apakah ini sama dengan Integritas?
Ya, ada persamaan. Namun, bonafide itu mempunyai nilai tambahnya sendiri. Di samping jujur, tulus, dan bisa dipercaya, ia juga memiliki kepiawaian, kebolehan dalam mencapai tujuan bersama.
Ia seorang achiever, penggapai prestasi, yang belum tentu dimiliki tiap orang yang punya integritas.
Apakah ia seorang yang autentik?
Dalam segala hal ia berusaha asli, tidak dibuat-buat, sesuai panggilan hati, itu memang benar. Pada mulanya seorang guru, kemudian wartawan, dan setelah menjadi direktur utama, ia tetap ingin membagikan kearifan, pengetahuan, dan pengalamannya ke publik.
Chairil Anwar, seorang penyair besar Indonesia, adalah manusia autentik. Hidup penuh derita dilakoninya, sebagai penyair dia tulen.
Apakah Chairil juga seorang yang bonafide?
Saya agak ragu kalau mendengar cerita sobat dekat-nya seperti HB Jassin dan Mochtar Lubis.
Baca: 100 Tahun Pendiri Kompas Gramedia: Generasi Sekarang Layak Meniru PK Ojong, Jangan Cuma Tik-tok-an
Siapa orang pertama yang menyebut PK Ojong orang bonafide?
Orang pertama yang menyebut PK Ojong sebagai manusia bonafide adalah Frans Seda. Dalam wawancara untuk film dokumenter Gramedia Film Mengenang Kepergian Pak Ojong, Seda melontarkan kata,'Ojong adalah manusia bonafide'.
Apa perbedaan PK Ojong - Jakob Oetama?
PK Ojong-Jakob Oetama bukan saja sebagai pendiri Kompas Gramedia, tapi telah menjadi figur publik. Karena itu, umum pun berhak mengetahui, apalagi di hari-hari menjelang peringatan kelahiran harian Kompas ini.
Membandingkan mereka dengan beberapa figur lain di masyarakat dapat memberi hikmah tersendiri.
Pernah saya tulis, ada sejumlah persamaan dan beberapa perbedaan di antara mereka.
Secara bersama, mereka adalah pemimpin yang mengedepankan seni mendengar (art of listening), rendah hati, sederhana, menjunjung tinggi pers bebas independen tetapi bertanggung jawab, dan terpikat dengan Jalan Ketiga-nya Anthony Giddens atau apa pun istilahnya itu.
Apa perbedaan di antara kedua tokoh itu?
Perbedaannya adalah PK Ojong lebih hangat, lebih disipliner dan prosedural, sementara Jakob Oetama lebih sejuk, lebih ngemong dan opsional. Namun, di samping persamaan dan perbedaan tersebut, ada keistimewaan dan keunggulan dari pribadi mereka masing-masing.
Apa keistimewaan tersebut?
Ibarat penyanyi, Jakob Oetama dapat dikategorikan sebagai orang dengan jangkauan vocal (vocal range) lebar. Ia mudah bergerak naik turun oktaf dari bas ke tenor dan sebaliknya. Ini sekadar metafora.
Contoh konkretnya?
Sebagai pemimpin redaksi dan CEO, ia dapat berkomunikasi dengan seniman rendah hati maupun yang eksentrik-liar; intelektual dengan idiom-diksi khusus maupun cendekiawan dengan bahasa rakyat; politikus yang teguh pendirian maupun yang suka berayun; pengusaha yang setengah hitam maupun yang setengah putih, dan sebagainya.
Apa pendirian atau pemihakan mereka?
Ini bukannya ia tak punya pendirian ataupun pemihakan. Hanya, bagaikan seorang coach, ia berusaha memahami orang dengan berbagai sudut pandang dan bermacam tingkah laku. Sepertinya ia tak ingin terjebak dalam dikotomi sederhana hitam-putih.
Baca: Gunawan Mohamad Mengenang 100 Tahun PK Ojong: Sederhana, Pekerja Keras dan Mengedepankan Kesetaraan
Untuk sejumlah hal, ia melihat kebenaran itu masalah derajat saja (truth is a matter of degree), lebih benar atau kurang benar. Moderasi. Namun, ini bukannya berarti tidak ada yang sepenuhnya salah.
Tentu saja ada, seperti kejahatan terhadap kemanusiaan atau korupsi, misalnya. Berhubung sifatnya yang semacam itu, ia mudah diterima di berbagai kalangan masyarakat.
Sengaja atau tak sengaja, ia ditempatkan sebagai juru damai untuk berbagai persoalan, tentunya juga di internal.
Dalam Neuro Linguistic Programming (NLP) yang merupakan psikologi terapan dikenal istilah meta programming.
Maknanya ada semacam filter persepsi yang menyaring informasi yang masuk ke dalam individu, mengolahnya di bagian ketidaksadaran dan kemudian program memberi signal bagaimana bereaksi.
Demikian dikenal di ujung satu optimistis, di ujung lain-nya pesimistis; di ujung satu introvert, di ujung lainnya extrovert; di ujung satu berfikir global, di ujung lainnya detail, dan sebagainya.
Berhubung Jakob Oetama mempunyai meta program lebar, jembar, maka ia tak terpaku di salah satu ujungnya. Ia bergerak luwes ke sana kemari, mengadaptasi dengan ketepatan situasi dan konteksnya. (tribunnetwork/cep)