TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menjelaskan, penangkapan buronan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra merupakan penegasan bahwa negara tak bisa dipermainkan oleh siapa pun.
Penangkapan tersebut sekaligus mengakhiri teka-teki tentang keberadaan Djoko Tjandra.
"Penangkapan tersebut setidaknya telah mengakhiri rumor atau teka-teki tentang keberadaan Djoko Tjandra. Hal ini juga menjadi pernyataan sikap yang tegas bahwa negara pada akhirnya tidak bisa dipermainkan oleh siapa pun yang mencoba-coba bersiasat mengangkangi hukum di negara ini," kata Yasonna dalam keterangan pers kepada wartawan, Jumat (31/7/2020).
Baca: Sebut Djoko Tjandra Licik, Kapolri Jelaskan Kronologis Akhir Pelarian Buronan Korupsi di Malaysia
Penangkapan Djoko Tjandra menjadi momentum untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada aparat penegak hukum yang sempat dihebohkan kasus Djoko Tjandra.
Di mana kasus Djoko Tjandra sedikitnya telah menguak tindakan korup yang dilakukan tiga jenderal polisi.
"Karenanya, keberhasilan penangkapan ini harus diikuti dengan proses peradilan yang transparan hingga bisa menguak kasus tersebut secara terang benderang," ucap menteri dari partai PDI Perjuangan tersebut.
"Sebelumnya masyarakat menuding kepolisian tak serius mencari tahu dan menangkap Djoko Tjandra. Kini semua bisa melihat bahwa tudingan itu tidak benar," sambung Yasonna.
Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia dan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Kamis (30/7/2020).
Penangkapan dilakukan tim khusus bentukan Kapolri yang dipimpin Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dan bekerja sama dengan Polisi Diraja Malaysia.
Kerjasama model police to police (P2P) dilakukan setelah Djoko Tjandra terdeteksi berada di Negeri Jiran.
Yasonna menyebut kasus Djoko Tjandra yang seenaknya keluar-masuk Indonesia kendati berstatus buronan harus menjadi pelajaran bagi setiap lembaga penegak hukum di Indonesia.
"Polri telah menerbitkan laporan dugaan pidana atas oknum di lembaganya yang menerbitkan surat jalan bagi Djoko Tjandra. Tentu ini harus diapresiasi dan bisa menjadi contoh bagi lembaga penegak hukum lain untuk melakukan hal serupa terhadap anggotanya yang diduga terlibat dalam surat jalan Djoko Tjandra. Pencopotan semata tentu tidak cukup, harus diikuti dengan proses pidana," kata Yasonna.
"Semoga ini menjadi pelajaran agar jangan lagi ada oknum di lembaga penegak hukum di Indonesia yang merasa bisa bermain-main karena negara tidak akan berkompromi soal ini," ucapnya.