Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Seleksi Calon Anggota Ombudsman mencari calon anggota yang mampu dan berkompetensi di upaya mediasi dan rekonsiliasi.
Mediasi dan rekonsiliasi merupakan amanat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman.
Ketua Panitia Seleksi Calon Anggota Ombudsman RI, Chandra M Hamzah, mengatakan ombudsman selama ini lebih terpaku memberikan rekomendasi kepada lembaga-lembaga terkait pelayanan publik.
Baca: Ombudsman: Ada Potensi Maladministrasi di Rangkap Jabatan Komisaris BUMN
“Kita ingin nanti tujuan akhir dari Ombudsman tidak berhenti di rekomendasi, tetapi mediasi, memegaruhi dan rekonsiliasi agar rekomendasi yang dikeluarkan bisa diimplementasikan. Karena hal ini sebenarnya juga masuk dalam fungsi dan kewenangan Ombudsman,” ujarnya, pada sesi jumpa pers, Selasa (11/8/2020).
Dia menjelaskan, sebagai lembaga independen yang mengawasi pelaksanaan pelayanan publik, Ombudsman Republik Indonesia sudah hadir selama hampir dua dasawarsa.
Namun, kata dia, keberadaan lembaga yang merupakan produk reformasi ini hingga kini masih dipandang sebelah mata. Pandangan skeptis ini tidak lepas dari rendahnya kepatuhan instansi atau lembaga pemerintah terhadap rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman.
Baca: Ombudsman Surati Presiden Minta Perjelas Rangkap Jabatan Komisaris BUMN
Menurut dia, banyaknya instansi pemerintah yang mengabaikan rekomendasi Ombudsman bukan saja diakui oleh lembaga itu sendiri tapi juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini yang kemudian memunculkan wacana perlunya merevisi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
"Salah satu tujuannya adalah untuk memperkuat agar rekomendasi Ombudsman wajib dilaksanakan," kata dia.
Sehubungan dengan upaya mediasi dan rekonsoliasi itu, Chandra menekankan pentingnya anggota Ombudsman memiliki kemampuan memediasi, persuasi serta memiliki determinasi agar instansi pelayanan publik bisa menjalankan rekomendasi yang dikeluarkan.
“Jadi, kami ingin mencari calon-calon yang punya karakater seperti itu, di samping punya kecakapan dan pengetahuan serta jaringan yang luas,” ujarnya.
Baca: Ombudsman RI: Banyak Warga Negara Asing Keleleran di Indonesia
Dia menambahkan, anggota Ombudsman juga penting untuk selalu menegakkan etika dan menghindari tindakan yang kontraproduktif demi menjaga objektivitas dan netralitas dalam menangani pengaduan masyarakat.
Selain itu, agar masyarakat semakin percaya, Ombudsman juga harus meningkatkan transparansi, termasuk dengan mengungkapkan penghasilan para komisionernya.
“Kami ingin mulai sekarang publik bisa tahu berapa sebenarnya penghasilan anggota Ombudsman. Kami akan buka hal itu demi transparansi,” tuturnya.
Dia mengakui, rekomendasi Ombudsman memang tidak mengikat secara hukum. Begitu juga dengan kewenangannya yang sebatas melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pejabat publik, memberi saran kepada Presiden, kepala daerah, maupun parlemen.
Bagaimanapun, Ombudsman sangat dibutuhkan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Faktanya, aduan yang dialamatkan ke Ombudsman terus meningkat terutama dalam beberapa tahun terakhir.
Saat masih bernama Komisi Ombudsman Nasional (KON) di 2001, hanya ada sekitar 500 pengaduan masyarakat yang masuk. Tetapi pada 2013, pengaduan yang diterima Ombudsman sudah melebihi sepuluh kali lipat dan terus meningkat dengan jumlah tertinggi terjadi di 2017, yaitu mencapai 9.446 pengaduan.
“Ini membuktikan masyarakat sangat membutuhkan Ombudsman sebagai saluran pengaduan sekaligus pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan publik,” tambahnya.