Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menilai rencana Kementerian Pertahanan (Kemenhan) bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar mahasiswa bisa ikut pendidikan militer selama satu semester kurang tepat.
Satriwan mengkhawatirkan substansi dari keilmuan di program studi masing-masing mahasiswa justru makin berkurang dengan adanya pendidikan militer.
Baca: Terkait Usul Mahasiswa Ikut Pendidikan Militer Satu Semester, Legislator Golkar : Belum Urgent
Baca: Kemenhan Usul Mahasiswa Ikut Pendidikan Militer, Kemendikbud: Sifatnya Sukarela
Baca: KSAD Bahas Kerja Sama di Bidang Pendidikan Militer dengan Atase Pertahanan Inggris
"Saya rasa ini justru akan mengurangi bobot keahlian dan keilmuan yang dimiliki oleh mahasiswa di program studinya masing-masing. Jadi lebih baik sifatnya sukarela saja dan tidak diwajibkan," ujar Satriwan, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (18/8/2020).
Jika pendidikan militer diwajibkan masuk ke SKS, mahasiswa akan merasakan dampaknya. Apalagi saat ini mahasiswa diharuskan magang tiga semester dari konsep kampus merdeka yang dicanangkan Mendikbud Nadiem Makarim.
Bila dilihat dari rata-rata mahasiswa menghabiskan masa studi yakni delapan semester, maka empat semester sudah habis digunakan. Yakni tiga semester untuk magang dan satu semester untuk pendidikan militer.
"Itu kan akan mengurangi bobot keilmuan mahasiswa itu sendiri yang sifatnya di dalam kelas," kata dia.
Dia juga mempertanyakan apa tujuan dibalik rencana pendidikan militer tersebut. Karena menurutnya jika konteksnya adalah wajib militer, Indonesia tidak mengenal wajib militer di dalam perundang-undangan seperti Singapura, Israel, atau Korea Selatan.
"Apa dulu tujuannya? Saya juga khawatir ini menghambur-hamburkan keuangan negara saja. Menurut saya selama PJJ (pembelajaran jarak jauh, red) seperti ini ya lebih baik dananya untuk membantu mahasiswa, mungkin untuk uang kuliahnya yang tetap atau namanya UKT hingga pengeluaran pulsa," jelasnya.
"Jadi lebih baik anggaran bermiliar-miliar itu dialokasikan untuk membantu mahasiswa. Itu juga bentuk pendidikan bela negara dari negara untuk negara, karena mahasiswa itu bagian dari negara yang akan memimpin di masa depan," pungkas Satriwan.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pertahanan tengah menjajaki kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar para mahaswa bisa ikut Program Bela Negara.
Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia Trenggono mengatakan rencananya mahasiswa bisa ikut pendidikan militer selama satu semester.
Nantinya, kata Trenggono, hasil dari pendidikan tersebut akan dimasukan ke dalam Satuan Kredit Semester.
Trenggono mengatakan rencananya program tersebut ditujukan agar Indonesia memiliki generasi milenial yang tidak hanya kreatif dan inovatif melainkan juga cinta bangsa dan negara dalam kehidupannya sehari-hari.
"Nanti, dalam satu semester mereka bisa ikut pendidikan militer, nilainya dimasukkan ke dalam SKS yang diambil. Ini yang sedang kita diskusikan dengan Kemendikbud untuk dijalankan," kata Trenggono dalam keterangan yang diterima pada Minggu (16/8/2020).
"Semua ini agar Indonesia memiliki milenial yang tidak hanya kreatif dan inovatif, tetapi cinta bangsa dan negara dalam kehidupan sehari-harinya,"
Ia mengatakan Kemhan melalui Program Bela Negara akan terus menyadarkan masyarakat terutama para milenial untuk bangga sebagai orang Indonesia.
Trenggono berpesan agar milenial Indonesia tidak kalah dengan Korea Selatan yang mampu mengguncang dunia melalui budaya K-Pop yang jika dilihat dari sudut pertahanan, sebagai cara mereka melalui industri kreatifnya mempengaruhi dunia.
Menurutnya Indonesia seharusnya bisa seperti itu karena punya seni dan budaya yang banyak.
"Rasa bahwa saya adalah orang Indonesia, terlahir di Indonesia, memiliki kultur Indonesia, adat istiadat Indonesia. Kami ingin melalui Program Bela Negara, milenial bangga terlahir di Indonesia, menjadi bagian dari warga dunia. Ini filosofi dari Program Bela Negara itu," kata Trenggono.
Trenggono mengatakan kecintaan terhadap negara oleh milenial bisa ditunjukkan dengan bergabung dalam Komponen Cadangan (Komcad) sesuai amanat dari Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara.
"Komcad ini bukan wajib militer. Ini kesadaran dari warga masyarakat yang ingin membela negara jika terjadi perang, difasilitasi dengan memberikan pelatihan selama beberapa bulan. Seusai latihan dikembalikan ke masyarakat. Jika negara dalam keadaan perang, mereka siap bertempur," katanya.
Trenggono juga berpesan kepada para milenial untuk terus belajar dan berkompetisi.
Ia meminta agar milenial Indonesia tidak kalah dengan milenial di negara lain.
"Bikin inovasi dan lain sebagainya yang bisa membawa harum nama bangsa dan bermanfat bagi masyarakat. Kita yang sudah senior selalu akan memberi ruang dan fasilitas untuk generasi berikutnya berkompetisi," kata Trenggono.
Indonesia saat ini, kata Trenggono, adalah negara yang tengah berkompetisi karenanya harus siap menghadapi persiapan dunia.
Indonesia, kata dia, akan memasuki era bonus demografi mulai 2025 sampai 2030 yang ditandai dengan dominannya penduduk usia produktif.
Generasi milenial, kata Trenggono, akan mengisi bonus demografi tersebut sehingga perlu disiapkan untuk menggerakkan perekonomian bangsa di masa depan.
"Kita negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang kuat, laut bagus, alam bagus, dan lainnya. Jadi, generasi berikutnya ini harus kita pacu, kita picu supaya mereka punya jiwa atau rasa nasionalisme yang tumbuh. Mereka lahir dan besar dimanapun akan kembali ke tanah air atau negara ini. Mereka harus tunjukkan kecintaannya kepada bangsa ini melalui satu kreativitas dan inovasi, serta cinta produk lokal," kata Trenggono.