TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi III DPR meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly serius menangani narapidana bandar narkotika, agar tidak kembali berulah di dalam lapas maupun tempat lainnya.
Anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan mengatakan, masih melekat ingatan soal informasi Surya Anta yang menyebut ada transaksi jual beli narkotika di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) Salemba.
"Namun, lebih gila lagi, keleluasaan dia (narapidana) memproduksi narkotika itu bukan di rutan Salemba, melainkan di rumah sakit. Ini kegilaan yang tak mampu diraih nalar," ujar Hinca kepada wartawan, Jakarta, Jumat (21/8/2020).
Hinca mengaku kerap menyampaikan persoalan para bandar narkotika kepada Menkumham, di mana pelakunya harus dipindahkan ke lapas Nusa Kambangan.
"Segera setelah putusan hakim dibacakan, maka penempatan para bandar ini tidak lagi pada lapas-lapas tempat kejadian mereka berperkara, melainkan di lapas super maksimum nusa kambangan," ujar Hinca.
"Menkumham harus mempercepat akselerasinya, saya apresiasi pemindahan ratusan bandar pada bulan juli lalu ke lapas Nusa Kambangan," sambung Hinca.
Baca: Narapidana Rutan Salemba Produksi Narkoba di Sebuah Ruangan Rumah Sakit, Polisi Periksa Sipir
Namun, kata Hinca, terdapat persoalan dalam pemindahan tersebut karena jumlah bandar narkotika berdasarkan catatan BNN pada 2019 ada sejumlah 77.849 narapidana.
"Tentu mustahil semua ditaruh di Nusa Kambangan, angka itu hampir sama dengan jumlah penduduk yang mendiami kecamatan Menteng Jakarta Pusat (80ribu jiwa, data 2017) besar sekali bukan? Ini harus dipikirkan lagi oleh pemerintah. Segera, sebelum ada kejadian serupa," ujar politikus Demokrat itu.
Melihat kondisi tersebut, Hinca menyebut ada tiga pilihan yang dapat diambil Menkumham.
Pertama, melakukan pendataan dan pemetaan terhadap 70 ribu narapidana bandar, lakukan pemilahan dan tentukan level para napi tersebut.
Napi yang memiliki risiko tinggi, kata Hinca, tempatkan di Nusa Kambangan jika kapasitas masih mencukupi.
"Kedua, sudah saatnya, lapas di sejumlah daerah juga memiliki ruangan khusus untuk napi bandar. Penjagaan ketat dan tentunya sumber daya harus mencukupi," katanya.
Ketiga, Kemenkumham harus melakukan pengadaan alat jammer atau penghilang sinyal di seluruh lapas, agar meminimalisir kegiatan peredaran narkotika.
"Pengadaan alat ini juga harus diimbangi dengan penguatan keamanan kunjungan. Lagi-lagi, integritas para petugas lapas diuji di sini," ucap Hinca.
Sebelumnya, narapidana kasus narkotika Ami Utomo Putro alias AU dipindahkan ke Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Karanganyar, Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah.
Ami ditangkap karena menggunakan kamar VVIP sebuah rumah sakit swasta menjadi pabrik ekstasi.
"AU dipindahkan hari ini ke lapas dengan tingkat pengamanan super maximum security, one man one cell di Lapas Karanganyar, Nusakambangan," kata Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Permasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Rika Aprianti dalam keterangan tertulis, Kamis.
Ami sebelumnya mendekam di rumah tahanan (Rutan) Salemba dan tengah menjalani perawatan di rumah sakit swasta karena mengeluhkan sakit lambung.
Berdasarkan penyelidikan polisi, kamar VVIP rumah sakit yang ditempati AU dijadikan kamuflase. Ruangannya dijadikan tempat memproduksi narkotika.