TRIBUNNEWS.COM, INDRAMAYU - Usianya masih 19 tahun, namun Nurhalimah bakal bercerai dengan suaminya.
Calon janda baru asal Desa Babadan, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu datang ke Pengadilan Agama (PA) Indramayu, Jawa Barat, Selasa (25/8/2020).
Dia satu dari sekian banyak perempuan yang berada di PA Indramayu bakal bercerai dengan suaminya.
Tujuannya adalah untuk mengajukan gugatan cerai.
Ada ratusan orang yang antre di PA Indramayu.
"Saya korban KDRT," ujar dia kepada Tribuncirebon.com didampingi keluarga.
Baca: Ternyata Ini yang Memicu Tingginya Kasus Cerai di Bandung
Nurhalimah mengaku sudah tak tahan lagi dengan perbuatan sang suami.
Pasalnya, suaminya kerap melakukan kekerasan fisik.
Terakhir, suaminya memukul hingga membuat mata Nurhalimah harus dioperasi.
Tak hanya itu, dia juga mengalami memar hingga lebam di bagian sekitar kepala.
Nurhalimah mengatakan, saat sebelum menikah justru suaminya sangat baik.
Namun sejak awal menikah pada 2016, Nurhalimah mulai merasakan kekerasan fisik yang dilakukan suaminya.
Saat menikah dulu, umurnya masih 16 tahun, sementara suaminya 24 tahun.
Kejadian KDRT tersebut bermula ketika dia meminta suaminya menjadi suami yang benar, mencari nafkah.
Bukan tanpa alasan Nurhalimah meminta suaminya untuk mencari uang.
"Dia masih seneng main, kerjanya cuma main depok-depokan (kesenian) saja," ujarnya.
Kini, dia berharap perpisahan adalah jalan terbaik.
Dia tak ingin terus-terusan menjadi korban KDRT.
"Capek mas sayanya begini terus," ujarnya.
Angka Perceraian di Indramayu Tertinggi
Sebelumnya diberitakan, angka perceraian di Kabupaten Indramayu menjadi yang tertinggi di Jawa Barat, disusul dengan Kabupaten Bandung.
Tingginya angka perceraian terjadi di tengah pandemi covid-19.
Jika dirata-rata, ada 12 ribu pasangan bercerai setiap tahunnya di Kabupaten Indramayu, atau dengan kata lain ada sekitar seribu pasangan yang bercerai setiap bulannya.
Humas Pengadilan Agama Indramayu, Agus Gunawan mengatakan, ironisnya dari sekian banyaknya pengajuan gugatan cerai, tidak sedikit berasal dari pasangan muda.
Rata-rata usia mereka bahkan baru 20-24 tahun.
Hal ini pula yang membuat duda dan janda muda banyak ditemui di Kabupaten Indramayu.
"Selalu ada setiap hari pasangan muda yang bercerai, rata-rata usianya 20-24 tahun," ujarnya kepada Tribuncirebon.com, Selasa (25/8/2020).
Agus Gunawan tidak menampik, fenomena itu terjadi akibat pernikahan dini yang terjadi di masyarakat di Kabupaten Indramayu.
Sebagian besar dari mereka memanfaatkan batas usia menikah minimal yang ditetapkan pemerintah untuk segera menikah, yakni untuk laki-laki dan perempuan minimal harus berusia 19 tahun.
Terlebih, pada regulasi sebelumnya bahkan walau masih berusia 16 tahun, bagi perempuan sudah diperbolehkan menikah.
Dalam hal ini, belum ada penelitian khusus yang dilakukan Pengadilan Agama Indramayu terkait mengapa pernikahan dini diminati masyarakat di Kabupaten Indramayu.
Kendati demikian, diakui Agus Gunawan faktor pernikahan usia dini ini terhitung masih lebih rendah jika dibandingkan dengan persoalan ekonomi.
Faktor ekonomi masih menjadi alasan yang mendominasi ribuan masyarakat di Kabupaten Indramayu bercerai setiap bulannya.
"Kalau dalam data gugatan itu faktor utamanya adalah ekonomi, ada juga pihak ketiga dan pernikahan dini," ujarnya.