TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri menanggapi pernyataan kuasa hukum mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte yang menyebutkan kliennya tidak menerima uang dari Djoko Tjandra terkait penghapusan red notice interpol.
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan pihaknya menghargai pernyataan kuasa hukum yang menolak adanya penerimaan dana dari Djoko Tjandra.
Namun, ia memastikan pengungkapan kasus tersebut tak berdasarkan pengakuan tersangka.
"Kami ingatkan kepada rekan-rekan semuanya bahwa penyidik tidak mengejar pengakuan, penyidik bekerja sesuai dengan scientific crime investigation. Jadi kita tidak mencari atau mengejar pengakuan," kata Awi di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (28/8/2020).
Lebih lanjut, ia mengatakan penyidik juga telah melakukan rekonstruksi kasus perkara dugaan suap penghapusan red notice tersebut. Hal itu merupakan upaya polri mengungkap kasus tersebut.
Baca: Irjen Napoleon Bonaparte Dicecar 40 Pertanyaan
Baca: Usai Diperiksa sebagai Tersangka, Irjen Napoleon Mengaku akan Koperatif dan Tetap Setia pada Polri
"Seperti kemarin rekan-rekan ketahui, penyidik melakukan rekonstruksi. Itu salah satu juga upaya-upaya untuk mengungkap kasus ini," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte, Gunawan Raka mengatakan kliennya membantah menerima suap dari kepengurusan penghapusan red notice Djoko Tjandra saat masih menjadi buronan.
"Saya mewakili Napoleon, jenderal Napoleon Bonaparte secara tegas menolak bahwa Jenderal Napoleon Bonaparte tidak pernah menerima uang atau barang sebagaimana yang selama ini diberitakan, baik itu dari Tommy Sumardi, baik itu dari Brigjen Prasetijo Utomo maupun dari Djoko S Tjandra, apalagi dari pihak lainnya," kata Gunawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (27/8/2020) malam.
Gunawan juga mengatakan kliennya membantah mencabut red notice Djoko Tjandra saat kepemimpinanya sebagai Kadiv Hubinter Mabes Polri. Sebaliknya, kata dia, red notice tersebut terhapus oleh Perancis pada 11 Juli 2014.
"NCB interpol RI di bawah kepemimpinan jenderal Napoleon Bonaparte tidak pernah mencabut red notice atas nama Djoko S Tjandra. Karena faktanya red notice tersebut telah terhapus dari IPSG interpol sekretariat jenderal yang terletak di Perancis Lyon sejak tanggal 11 Juli 2014," ungkapnya.
Ia mengatakan red notice yang Djoko Tjandra terhapus karena tidak ada permintaan untuk perpanjangan dari pemerintah republik Indonesia.
"Yang sebetulnya terjadi adalah hilangnya nama Djoko S Tjandra dalam DPO imigrasi, sebagaimana teregistrasi dalam SIKIM adalah di luar kewenangan, di luar kekuasaan saudara Napoleon atau lembaga NCB Republik Indonesia," ungkapnya.
"Sehingga keluar-masuknya Djoko Tjandra baik ke Malaysia maupun ke mana-mana melalui perbatasan, itu tidak melalui Data imigrasi. Yang ada adalah hapusnya nama Djoko S Tjandra dari daftar SIKIM DPO imigrasi. Tidak ada kaitannya dengan Jenderal Napoleon Bonaparte," tandasnya.