TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini profil Andi Irfan Jaya, tersangka baru dalam kasus suap Djoko Tjandra terhadap Jaksa Pinangki.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Andi Irfan Jaya sebagai tersangka pada Rabu (2/8/2020).
"Hari ini penyidik telah menetapkan satu lagi tersangka dengan inisial AI," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Hari Setiyono di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/8/2020).
Dalam penetapan tersangka itu, Andi Irfan dijerat dengan pasal pemufakatan jahat.
Hari mengatakan, Andi Irfan ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan pemufakatan jahat dengan Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki dalam kasus kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
Ia diduga sebagai perantara suap Jaksa Pinangki.
Baca: Pemeriksaan Bareskrim Polri Belum Rampung, Jaksa Pinangki Minta Diperiksa Lagi Pekan Depan
Diduga, Djoko Tjandra memberikan uang suap 500 ribu dolar AS kepada Jaksa Pinangki melalui Andi Irfan.
"Adanya dugaan permufakatan jahat yang dilakukan tersangka oknum jaksa PSM dengan JST."
"Pemufakatan jahat antara ketiga orang tersebut dalam rangka mengurus fatwa."
"Dugaannya sementara ini tidak langsung kepada oknum jaksa (Pinangki), tetapi diduga melalui tersangka yang baru ini," kata Hari.
Profil Andi Irfan Jaya
Lantas siapakah Andi Irfan?
Penelusuran Tribunnews.com, tidak banyak catatan tentang Andi Irfan Jaya.
Namun, ia ketahui merupakan politikus Partai Nasdem.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Nasdem pun memecat Andi.
Dikutip dari laman resmi Partai Nasdem, partainasdem.id, Andi tercatat sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Nasem Sulawei Selatan.
Berdasarkan catatan Surya, ia lahir di Kabupaten Soppeng dan tercatat merupakan alumnus Universitas Negeri Makassar, kelahiran Kabupaten Soppeng.
Selain sebagai politikus, Andi Irfan Jaya juga disebut sebagai seorang pengusaha.
Sementara soal hubungannya dengan Pinangki, ia disebut sebagai teman dekat Pinangki.
Peran Andi Irfan Jaya
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setiyono membeberkan peran Andi Irfan Jaya.
Andi diduga menjadi perantara suap dari Djoko Tjandra ke Pinangki.
"Adanya dugaan permufakatan jahat yang dilakukan tersangka oknum jaksa PSM dengan JST."
"Pemufakatan jahat antara ketiga orang tersebut dalam rangka mengurus fatwa."
"Dugaannya sementara ini tidak langsung kepada oknum jaksa (Pinangki), tetapi diduga melalui tersangka yang baru ini," kata Hari.
Fatwa MA itu diperlukan oleh Djoko Tjandra agar ia tak dieksekusi ke penjara dalam perkara cessie Bank Bali.
Menurut Hari, Andi Irfan dijerat Pasal 15 UU Tipikor yang berbunyi: Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
"Adanya dugaan permufakatan jahat yang dilakukan oleh tersangka oknum Jaksa PSM dengan JST (Djoko Tjandra)."
"Dalam rangka apa? sebagaimana yang sudah kami sampaikan dugaannya adalah dalam rangka mengurus fatwa," ucap Hari.
Baca: Berkas Perkara Suap Jaksa Pinangki Dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum
Dugaan Andi Irfan sebagai perantara suap sebelumnya pernah disampaikan pengacara Djoko Tjandra, Krisna Murti.
Ia menyebut Andi Irfan merupakan tim yang dibawa Jaksa Pinangki ketika bertemu Djoko Tjandra.
Saat itu, Pinangki mengaku bisa mengatasi masalah hukum Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra kemudian memberikan kepercayaan kepada Pinangki untuk mengurus masalah hukumnya dan menunjuk Andi Irfan sebagai konsultan hukum.
Kemudian Djoko Tjandra bertanya bagaimana rencana kerja Pinangki dan Andi Irfan untuk membantunya.
Namun Andi Irfan meminta Djoko Tjandra agar memberikan uang muka sebesar 50 persen dari kesepakatan yakni 1 juta dolar AS.
"Andi Irfan bilang 'kalau mau minta rencana kerja DP 50 persen dari nilai kesepakatan'. Kesepakatannya 1 juta dolar AS," ucap Krisna.
Setelah itu, Djoko Tjandra memberikan USD 500 ribu kepada Andi Irfan.
Ketika sudah menerima uang muka, Andi Irfan baru mengirim rencana kerja bagaimana agar Djoko Tjandra lepas dari jeratan hukum.
Cara yang digunakan ialah pengajuan fatwa ke MA.
Andi Irfan dan Pinangki memanfaatkan celah tak adanya perintah penahanan dalam putusan PK Djoko Tjandra di kasus cessie Bank Bali.
Baca: Tangannya Diborgol, Jaksa Pinangki Tertunduk Lesu, Wajah Cantiknya Berbalut Masker
Seiring berjalannya waktu, Djoko Tjandra menyadari upaya fatwa ke MA tidak rasional.
"Pada Desember (2019) diakhiri proposal kerja sama (antara Djoko Tjandra dengan Pinangki dan Andi Irfan)," ucap Krisna.
(Tribunnews.com/Daryono/Igman Ibrahim) (Surya)