TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkapkan keprihatinan atas kecenderungan Mahkamah Agung (MA) untuk mengurangi atau menyunat hukuman para koruptor melalui putusan Peninjauan Kembali (PK).
KPK khawatir kecenderungan tersebut menjadi angin segar bagi koruptor dan sebaliknya menjadi preseden buruk dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia.
"KPK prihatin karena kecenderungan pengurangan hukuman setiap pemohon PK oleh MA tentu menjadi angin segar bagi para koruptor. Di sisi lain putusan demikian juga tidak mendukung upaya pemerintah dalam perang melawan korupsi," ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (10/9/2020).
Baca: MA Kabulkan PK Mantan Wali Kota Cilegon, Hukuman Berkurang 2 Tahun
Berdasarkan catatan KPK, sepanjang periode 2019 hingga saat ini terdapat 15 perkara yang ditangani KPK mendapat pengurangan hukuman melalui putusan PK.
Terakhir, MA mengabulkan PK yang diajukan mantan Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi terkait kasus suap izin Amdal Transmart di Kota Cilegon.
Dalam amar putusannya, MA menjatuhkan hukuman 4 tahun pidana penjara terhadap Tubagus Iman Ariyadi atau berkurang dua tahun dibanding putusan pengadilan tingkat pertama, yakni 6 tahun pidana penjara.
"Sekalipun demikian, sebagai bagian penegak hukum, KPK tentu hormati putusan majelis hakim PK tersebut," kata Ali.
KPK berharap MA agar dapat segera mengirimkan salinan putusan PK Iman Ariyadi agar dapat dipelajari lebih lanjut, terutama mengenai pertimbangan majelis hakim untuk mengkorting hukuman terpidana kasus suap perizinan Transmart tersebut.
Harapan itu disampaikan lantaran KPK belum mendapat salinan putusan sejumlah perkara PK yang telah diputus MA.
"Saat ini beberapa perkara PK yang telah diputus majelis hakim, KPK belum mendapatkan salinannya sehingga tidak tahu pertimbangan apa yang menjadi dasar pengurangan hukuman tersebut," kata Ali.