TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suaranya bergetar dan ucapannya terbata-bata seakan tidak bisa menyelesaikan kalimatnya ketika menceritakan alasannya ingin menjadi Perwira TNI dengan Pangkat Letnan Dua.
Dialah Aditya Putra Pratama (20), satu di antara sekian banyak Calon Taruna yang ketika itu tengah berjuang untuk menjadi taruna Akademi Militer (Akmil) Magelang.
Alasan Adit, sapaan akrabnya, ingin menjadi tentara tidak lain karena ingin membanggakan ibunya, Ayu, yang saat ini bekerja sebagai sebagai sopir Transjakarta.
Buat Adit, ibunya adalah segala-galanya untuknya.
Sebab dari ia kecil, kata Adit, ibunya telah bersusah payah bekerja untuk membesarkannya dan kedua saudaranya.
Baca: Ketua MPR RI Bangga dan Dukung Penuh Prestasi Para Taruna STIN
Hingga kini pun, kata Adit, ibunya kerap berangkat bekerja pukul dua atau tiga dini hari demi memenuhi kebutuhan mereka sekeluarga sehari-hari.
Hal itu pulalah, kata Adit, yang membuatnya berkeinginan menggantikan posisi ibunya untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
Dengan suara bergetar, Adit mengungkapkan keinginannya yang begitu besar untuk jadi tentara agar ibunya bisa pensiun dan menikmati masa tuanya di rumah merawat kakaknya yang berkebutuhan khusus dan adiknya yang yatim sejak dalam kandungan.
Adit mengungkapkan hal itu dalam tayangan Buletin TNI AD yang diunggah di kanal Youtube resmi TNI AD pada Kamis (17/9/2020).
"Saya ingin kalau nanti saya diterima Taruna, terus saya jadi Letnan Dua. Saya benar-benar ingin ibu berhenti kerja. Ibu istirahat, menikmati masa tuanya di rumah. Mengurus adik, kakak," ungkap Adit dengan suara bergetar.
Terbata-bata, Adit pun mengungkapkan betapa inginnya dia jadi tentara untuk membahagiakan adiknya,
Adinda, yang ingin merasakan menjadi anak seorang tentara.
Itu karena meski almarhum ayah Adit seorang tentara, namun Adinda tidak pernah melihat sosok ayahnya sebab Adinda lahir tiga bulan setelah ayah mereka wafat.
Adit ingin sekali menjadi tentara untuk adiknya yang hanya bisa memandangi foto ayah mereka di ruang tamu dan kadang merasa iri dengan teman-temannya yang memiliki ayah.
"Waktu itu, adik pernah bilang, enak ya jadi anak tentara. Enak ya punya bapak. Di situ kayak... ya saya langsung kayak.. sebagai ibaratnya kakak yang dituakan karena kakak pertama sudah tidak itu.. kayak.. jadi saya harus bisa jadi tentara buat adik saya, buat ibu, apalagi yang adik sejak lahir sampai sekarang belum pernah bertemu bapak.. jadi.. motivasi itu ada ya karena ibu, kakak, dan adik," kata Adit yang kemudian menarik napas panjang, menunduk, kemudian mengusap air matanya.
Perjuangan Adit untuk meraih keinginannya yang mulia tidaklah main-main.
Sejak lulus program akselerasi di SMA pada 2017 lalu, sudah dua kali ia gagal masuk Akademi Kepolisian karena belum cukup umur untuk masuk Akademi Militer.
Kemudian di tahun ketiganya lulus yakni pada 2019 ia mencoba masuk Akmil dan gagal di tingkat Panitia Daerah (Panda).
Barulah pada tahun ini dia lulus sebagai Calon Taruna Akmil Magelang.
Selama menjalani serangkaian seleksi sebagai Calon Taruna di Akmil Magelang, Adit pun masih kerap ingat dengan ibu, kakak, dan adiknya di rumah.
"Setiap di barak saya suka teringat. Ibu lagi apa ya, Dinda, kakak, adik, berangkatnya sama siapa, malam-malam perempuan. Jadi sebelum tidur saya suka kepikiran ibu, suka sedih saja," ungkap Adit.
Tak lupa ia berterima kasih kepada keluarganya di rumah, khususnya ibunya, atas segala doa dan perjuangan yang mengantarkannya selangkah lagi untuk menempuh pendidikan di Akmil Magelang.
Mengucapkan rasa sayang ke keluarganya, Adit meminta keluarganya untuk terus mendoakannya agar bisa kuat menjalani pendidikan di Akmil Magelang dan lulus dengan pangkat Letnan Dua.
"Kalau Adit keluar dari sini bisa banggain keluarga, bisa banggain Dinda, bisa banggain Mas Dika, bisa bikin ibu menangis, tapi menangis karena bangga. Bukan karena kekecewaan ke Adit selama Adit di rumah," ungkap Adit yang kemudian menunduk menahan tangis.
Berjuang Setelah Setahun Ditinggal Wafat Suami
Mengenakan seragam sopir Transjakarta, Ayu menceritakan perjuangannya membesarkan Adit dan dua orang anaknya yang lain.
Ayu menceritakan, dirinya ditinggal ayah Adit yang seorang tentara pada 2003 silam ketika tengah mengandung anak ketiganya.
Setahun setelah kematian suaminya itu, Ayu mulai berusaha bangkit dan berjuang dengan mencari pekerjaan.
Menjadi seorang sopir Transjakarta sekaligus seorang ibu dan juga ayah tidaklah mudah bagi Ayu.
Ia pun kerap harus menitipkan ketiga anaknya itu kepada kedua orang tuanya
Ayu bersyukur kedua orang tuanya mendukung perjuangan Ayu untuk membesarkan ketiga anaknya.
"Alhamdulillah saya dikelilingi keluarga yang semua sayang sama saya. Orang tua saya mendukung. Orang tua saya memberikan izin, karena menurut beliau, selain untuk sosialisasi, saya juga tidak harus terpuruk dengan keadaan seperti ini, saya harus berjuang, saya harus bangkit dengan keadaan saya harus membiayai tiga orang anak selain mendapat pensiunan dari almarhum," ungkap Ayu.
Bagi Ayu, keluarga adalah kekuatan lahir dan batin untuknya yang harus membesarkan dan membiayai ketiga anaknya.
Ayu pun menyadari, sebagai seorang ibu ia masih memiliki kekurangan.
"Pada saat saya sudah di rumah saya sebisa mungkin berperan sebagai ibu walaupun dengan segala kemurangannya, karema dengan kegiatan saya di luar itu kan mungkin emosi agak memuncak jadi anak-anak sudah memahami, karena dari kecil mereka sudah tahu pekerjaan ibunya," kata Ayu.