News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2020

Kampanye Rapat Umum pada Pilkada 2020 Dilarang, Pakar Tata Negara: Parpol dan Paslon Harus Tunduk

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pilkada Serentak 2020

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Satya Wacana, Salatiga, Dr. Umbu Rauta, mengingatkan para paslon peserta Pilkada bahwa segala bentuk rapat umum dalam Pilkada 2020 adalah terlarang.

Larangan terhadap pengerahan massa tersebut juga mencakup iring-iringan di jalan raya serta berbagai kegiatan lain seperti konser musik, pentas seni, kegiatan jalan santai dan sejenisnya.

"Ini sudah jelas diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), pada pasal 88. Ini aturan mengikat. Semua parpol dan calon harus tunduk. Bila tidak harus ditindak tegas, Politik Pilkada adalah juga ajang untuk menunjukkan ketaan kepada aturan," kata Umbu Rauta, dalam keterangannya kepada media hari ini (24/09/2020).

Baca: Pilkada Serentak 9 Desember 2020: Polri tak Akan Keluarkan Ijin Keramaian

Umbu Rauta mengutip PKPU Pasal 88B butir (1) yang menyatakan, "Pasangan Calon, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik pengusul, Tim Kampanye dan/atau pihak lain dilarang melakukan iring-iringan dan menghadirkan massa pendukung di dalam dan di luar ruangan pelaksanaan pengundian nomor urut Pasangan Calon.

Larangan terhadap iring-iringan massa secara implisit juga diatur dalam PKPU Pasal 57 butir (g) yang mengatur tentang metode kampanye pemilihan, serta PKPU Pasal 88C tentang kegiatan yang dilarang dalam kampanye Pilkada.

Sanksi atas pelanggaran terhadap larangan tersebut, menurut Umbu Rauta, telah diatur dalam PKPU Pasal 88B butir (2), (3), (4), (5) dan (6) serta PKPU Pasal 88C dan Pasal 88D

Menurut ketentuan tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap larangan iring-iringan massa saat pelaksanaan pengundian nomor urut Pasangan Calon berupa peringatan tertulis pada saat terjadinya pelanggaran.

Baca: Minta Pilkada Serentak 2020 Ditunda, PBNU: Kalau Dilanjut Berarti Kami Gugur dalam Berikan Masukan

Apabila setelah diberikan peringatan tertulis tetap melakukan pelanggaran, Bawaslu memberikan rekomendasi kepada KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota untuk mengenakan sanksi administrasi.

Sanksi administrasi tersebut berupa penundaan pengundian nomor urut paslon yang melakukan pelanggaran sampai paslon tersebut membuat pernyataan tidak akan melakukan pelanggaran serupa.

Sementara itu, Umbu Rauta juga mengingatkan larangan terkait dengan kerumunan massa seperti melakukan rapat umum, pentas seni dan konser musik, gerak jalan, sepeda santai, perlombaan dan peringatan hari ulang tahun partai pilitik sebagaimana diatur dalam Pasal 88C butir (1).

Pelanggaran terhadap larangan ini, menurut dia, akan dikenai sanksi berupa pemberian peringatan tertulis dari Bawaslu dan penghentian dan pembubaran kegiatan.

Staf Khusus Menteri Dalam Negeri bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga, mengatakan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 harus ditempatkan sebagai agenda nasiuonal untuk melaksanakan hak politik warga negara meskipun ada desakan melakukan penundaan.

Dia mengatakan Kemendagri memandang Pilkada seyogyanya dapat ditempatkan sebagai kesempatan emas (golden opportunity) melawan COVID-19 apabila dilaksanakan dengan protokol kesehatan aman COVID-19 secara berdisiplin dan ketat.

Baca: PKPU 13/2020 Atur Materi Debat Paslon Pilkada Soal Strategi Atasi Pandemi Corona

"Di tahapan Coklit Juli lalu sebenarnya protokol kesehatan Pilkada telah berjalan dengan baik. Namun, pada tahapan pendaftaran paslon pada 4-6 September, banyak terjadi pelanggaran berupa pengerahan massa, yang rawan COVID-19. Adanya protes masyarakat dapat dimaklumi. Karena itu Mendagri telah meneguru keras dan memberi sanksi sanksi 72 paslon petahana yang mencalonkan kembali," kata Kastorius.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini