Salah satu keunikan Radio Katolikana yang berbasis internet atau streaming, para penyiar melakukan siaran dari rumah masing-masing.
“Radio Katolikana tidak punya kantor atau studio. Melalui software khusus dan koneksi internet, kami melakukan siaran meskipun masing-masing penyiar terpisah oleh jarak dan waktu, bahkan ada penyiar yang tinggal di Singapura,” ujar Dhyana.
Dia menambahkan, dengan konsep broadcast from home, penyiar menjadikan rumah atau kamar masing-masing sebagai studio.
“Jangan kaget ketika siaran tiba-tiba terdengar adzan, suara pedagang, atau suara kendaraan lalu lalang karena rumah beberapa penyiar persis di pinggir jalan,” papar Dhyana.
Baca: Banyak Siswa Tak Bisa Belajar Online, Guru SD di Pekalongan Mengajar Lewat Radio
Radio Katolikan Jawab Tantangan Era 4.0
Di era 4.0, arus informasi tak lagi terbendung, membanjir dalam berbagai ruang kehidupan.
Mudahnya akses teknologi, membuka peluang siapapun untuk memproduksi konten informasi, yang dengan cepat dan luas tersebar tanpa batas.
“Dulu, informasi diproduksi oleh media massa lewat kerja jurnalistik. Kini, sejak media baru berkembang melalui channel-channel di sosial media, siapa pun yang terampil dan mampu memproduksi konten bisa ambil bagian sebagai pembawa pesan (messenger),” ujar Dhyana.
Dhyana menambahkan, dalam satu dekade ini, siar agama merebut ruang-ruang informasi melalui pintu-pintu kanal media baru. Siar agama di media baru telah menyebarkan pengaruh terhadap para penganut keyakinan agama.
Baca: Selama Ramadhan, KPI Keluarkan 11 Aturan Ini untuk Stasiun Televisi dan Radio
“Dalam beberapa kasus, siar agama dipakai untuk membawa pesan-pesan universal. Namun, tak sedikit yang membawa pesan-pesan intoleransi, hate speech, bahkan memicu konflik dan kekerasan berbalut agama,” tambah Dhyana.
Dhyana menilai munculnya media-media baru berbasis agama turut memberikan kontribusi bagi baik-buruknya relasi sosial keagamaan. Bahkan, tak sedikit media-media baru berbasis agama yang menjadi penopang bagi gerakan-gerakan radikal.
Menyadari kekuatan media-media tersebut, untuk menghadapi kekuatan itu, sejumlah komunitas melawan dengan menggunakan media baru yang mempromosikan toleransi, perdamaian, dan melawan suara-suara radikalisme atau ujaran kebencian berbasis agama.
Contoh media ini, seperti NU Online, Islami.co, dan beberapa media lainnya.
Radio Katolikana sendiri merupakan radio streaming yang digerakkan oleh komunitas orang-orang muda Katolik.