News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kontroversi Nobar Film G30S: Dihentikan Letjen TNI Yunus Yosfiah, 'Diwajibkan' Lagi Jenderal Gatot

Penulis: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Letjen (Purn) Yunus Yosfiah dan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo baru-baru ini curhat kenapa dia dicopot dari jabatan Panglima lebih cepat dari semestinya.

Gatot mengaku biang dia dicopot Presiden Jokowi karena mengajak masyarakat menonton film G30S atau PKI. Gatot mengungkap hal itu dalam kanal YouTube Hersubeno Arief.

Film G30S sendiri merupakan "film wajib" yang selalu ditayangkan pada 30 September selama masa Orde Baru berkuasa. Setelah reformasi, barulah film ini dihentikan.

Baca: Jejak Langkah Jenderal Gatot Nurmantyo, Dulu Jadi Panglima Jokowi, Kini Mengkritik Pemerintah

Film G30S mengisahkan upaya percobaan kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan membunuh sejumlah jenderal TNI. 

Dirilis perdana pada 1984 selama 13 tahun hingga kemudian dihentikan penayangannya pada 1998, film G30S diproduksi oleh Pusat Produksi Film Negara (PFN). 

Dikerjakan dalam dua tahun, proses produksi film G30S menghabiskan biaya sebesar Rp 800 juta.

Angka tersebut terbilang terbesar untuk produksi film di masa itu.

Adapun jalan cerita film ini didasarkan hanya pada buku Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S/PKI yang ditulis oleh sejarawan militer, Nugroho Notosusanto.

Karena itu, pasca-Orde Baru, kebenaran alur cerita di film ini dipertanyakan hingga kemudian diputuskan tak lagi ada kewajiban penayangan. 

Baca: Inilah Sosok Jenderal TNI yang Jadi Orang Pertama Melarang Penayangan Film G30S/PKI

Dihentikan penayangannya

Letjen TNI (Purn) Yunus Yosfiah adalah Menteri Penerangan di era Pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie.

Yunus mencatatkan diri sebagai orang yang pertama membuat aturan bahwa film Pengkhianatan G30S/PKI tak lagi wajib diputar.

Selang empat bulan setelah jatuhnya Soeharto, Departemen Penerangan yang dipimpin Yunus memutuskan tidak lagi memutar film ini.

Arsip pemberitaan Harian Kompas 30 September 1998 menyebutkan, kala itu, Departemen Penerangan beralasan, film ini sudah terlalu sering ditayangkan.

"Karena terlalu sering diputar, filmnya juga sudah kabur," ucap Dirjen RTF Deppen Ishadi SK.

Bahkan Menteri Penerangan Muhammad Yunus Yosfiah berpendapat, pemutaran film yang bernuansa pengkultusan tokoh, seperti film Pengkhianatan G30S/PKI, Janur Kuning, dan Serangan Fajar tidak sesuai lagi dengan dinamika reformasi.

"Karena itu, tanggal 30 September mendatang TVRI dan TV swasta tidak akan menayangkan Lagi Film Pengkhianatan G30S/PKI," ujar Muhammad Yunus seperti dikutip dari Harian Kompas, 24 September 1998.

Baca: Agar Ingat Sejarah, Politikus Gerindra Berharap Ada Investor Buat Film G30S/PKI Terbaru

Selain itu, kalangan seniman, pengamat film, serta artis juga menyuarakan hal serupa.

Menurut pemberitaan Harian Kompas, 2 September 1998, sutradara film Eros Djarot saat itu menolak pemutaran film.

"Film itu sangat tidak perlu diputar," kata Eros.

Hal senada juga digaungkan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Artis Film Indonesia (PB PARFI) periode 1993-1998, Ratno Timoer.

Ada pula yang menganggap, film ini menyimpan rasa dendam yang tidak menguntungkan.

Sebagai gantinya, Deppen bekerja sama dengan Depdikbud menyiapkan telesinema berjudul Bukan Sekedar Kenangan.

Siapa Muhammad Yunus Yosfiah?

Dilansir dari wikipedia, Letjen TNI (Purn.) Muhammad Yunus Yosfiah lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, 7 Agustus 1944.

Ia adalah salah seorang tokoh militer Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan yang terakhir pada masa pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.

Ia adalah lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) tahun 1965.

Jabatan tersebut, beserta Departemen Penerangan yang dibawahinya, kemudian dihapuskan oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

Menteri Penerangan

Yosfiah menjabat sebagai Menteri Penerangan dalam Kabinet Reformasi Pembangunan pada era Presiden Habibie tahun 1998 sampai 1999.

Tindakannya dalam menghilangkan pembatasan terhadap media dan bentuk komunikasi lainnya, antara lain seperti penghapusan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dan menjamin kebebasan pers, telah digambarkan sebagai, "salah satu terobosan besar pemerintahan Habibie".

"Diwajibkan" Gatot

Saat menjabat Panglima TNI, Gatot Nurmantyo memerintahkan jajarannya menonton film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI.

Gatot Nurmantyo mengatakan, banyak yang bisa dipelajari dari menyaksikan film tersebut, terutama tentang pengalaman buruk Bangsa Indonesia dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Apakah menurutnya masih ada pendukung partai yang sudah dinyatakan terlarang itu, atau ada kelompok yang hendak menghidupkan kembali ideologi komunis, Panglima TNI saat itu tidak menjawab dengan gamblang pertanyaan tersebut. Ia menjawab bahwa Indonesia punya pengalaman buruk dengan PKI.

"Bahwa kami punya pengalaman buruk, tiba-tiba beberapa jenderal dihabisi, maka sistem (kewaspadaan) itu bekerja di TNI sampai saat ini, dan biarlah kami," ujar Jenderal Gatot kala itu.

Yang terjadi pada 30 September 1965, adalah penculikan dan pembunuhan sejumlah jenderal TNI AD, oleh kelompok bersenjata. Pemerintah belakangan mengeluarkan pernyataan resmi, bahwa peristiwa tersebut didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelahnya, perburuan dilakukan terhadap kader dan simpatisan PKI.

Pada tahun 1984, pemerintah merilis film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI. Film tersebut wajib ditayangkan semua stasiun televisi pada 30 September setiap tahun.

Setelah film tersebut tidak lagi menjadi tayangan wajib mulai 1998, Gatot Nurmantyo mengaku khawatir pembelajaran tersebut tidak sampai ke generasi setelahnya.

"Kalau sudah tidak ada lagi, untuk menginformasikan, siapa ? Anak tumbuh dewasa, ada media sosial, itu yang diterima, akhirnya tidak sadar. Sejarah kan cenderung berulang, kalau berulang, kasihan bangsa ini," tuturnya. 

Berdasarkan catatan Tribun, setelah dilantik menjadi Panglima TNI oleh Jokowi, Gatot mengeluarkan surat telegram Panglima TNI NR ST/1192/2017 tanggal 18 September 2017.

Baca: Menyangkal Dicopot Karena Putar Film G30S/PKI, Gatot Nurmantyo: Itu Persepsi Publik

Surat telegram itu berisi perintah kepada jajaran TNI untuk menyelenggarakan kegiatan nonton bareng film Pengkianatan G 30 S/PKI bersama keluarga dan masyarakat.

Setelah mengeluarkan perintah itu, Gatot mengungkapkan seorang sahabatnya yang merupakan politikus senior di PDIP, memperingatinya untuk berhenti melakukannya.

"Saya sudah memerintahkan. Sahabat tersebut ketemu sama saya. Pak Gatot, hentikan kalau tidak saya tidak bisa menjamin, bisa dicopot."

"Itu sahabat saya mengingatkan seperti itu. Peringatan sahabat itulah yang meyakinkan saya, itu harus terus," tutur Gatot.

Terkait perintah tersebut, Gatot mengungkapkan ketika itu sebagai Panglima TNI, ia tidak meminta izin dari Presiden atau Menko Polhukam.

Menurutnya, hal itu karena ia tidak perlu meminta izin, dan perintah itu tidak melanggar hukum.

"Apakah itu melanggar? Tidak. Buktinya Presiden juga ikut nonton di Bogor," ucap Gatot.

Gatot kemudian mengungkapkan alasannya mengeluarkan perintah tersebut.

Berdasarkan pengamatannya, ia mengindikasikan adanya kebangkitan komunisme atau yang ia sebut sebagai neo komunisme.

Puncaknya, menurutnya terjadi pada 2008, di mana ketika materi pelajaran sejarah terkait G30S PKI dihapus dari semua sekolah.

Selain itu, kata Gatot, menurut survei, 90 persen pemuda Indonesia tidak meyakini adanya Partai Komunis Indonesia (PKI).

Bahkan buktinya, kata Gatot, seorang jenderal TNI yang pada saat itu menjadi stafnya, menceritakan tentang anaknya yang kuliah di Universitas Indonesia tidak tahu siapa DN Aidit yang merupakan tokoh PKI.

Perintah tersebut, kata Gatot, utamanya bagi prajuritnya, karena banyak prajuritnya yang berusia muda.

Ia yang ketika itu menjadi Panglima TNI tidak ingin ada prajuritnya yang tidak mengetahui sejarah kelam tentang PKI.

Sumber: Kompas.com/Tribunnews.com/Warta Kota

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini