News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak

Pentingkan Keselamatan Rakyat, DPD RI Minta Pilkada Serentak 2020 Ditunda hingga Tahun Depan

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Puluhan orang berdemo didepan Komnas Ham, Jalan Laturharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (10/9). Mereka mengharapkan Komnas Ham untuk meminta kepada pemerintah agar menunda pelaksanaan Pilkada serentak 2020. Hal ini disebabkan pilkada hanya jadi tempat penularan virus covid 19 dimana korbannya semakin banyak. WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang menegaskan pihaknya meminta Pilkada Serentak 2020 yang sedianya digelar 9 Desember untuk ditunda.

Hal ini diungkapkannya dalam webinar Sarasehan Kebangsaan #33 'Pilkada Di Tengah Corona, Mengapa Harus Ditunda?', Kamis (24/9/2020).

Teras mengungkap DPD RI berpandangan bahwa keselamatan rakyat adalah yang terpenting di atas segala-segalanya.

Baca: Dampak Positif Adanya Desakan Penundaan Pilkada Serentak 2020

Baca: 7 Alasan LSI Denny JA Mengapa Pilkada Serentak Tak Harus Ditunda

"Kami merujuk pada 'Salus populi suprema lex esto' yang artinya keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi bagi suatu negara. Kami juga melihat bahwa Perpu No 2 tahun 2020 yang kemudian menjadi UU No 6 tahun 2020, di dalam pasal 201 a khususnya ayat 2 dan 3 itu memberikan kemungkinan untuk tanggal 9 Desember 2020 ini dilakukan penundaan," ujar Teras, Kamis (24/9/2020).

Teras sendiri berharap agar tiga komponen terkait yakni pemerintah, DPR RI, dan KPU mempertimbangkan dengan baik usulan ini.

Apalagi karena pemilihan kepala daerah adalah upaya rakyat memilih pemimpin yang betul-betul memiliki potensi dan integritas.

Dia juga menyoroti bahwa prinsip pemilu Indonesia itu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Akan tetapi, prinsip langsung dari pemilu berarti membuat para pemilih harus berada di TPS pada hari pemungutan suara.

Selain itu, pemilu harus dilaksanakan dengan bebas serta rahasia. Teras mengkhawatirkan protokol kesehatan yang ketat akan menghilangkan kebebasan para pemilih serta makna hakiki dari pemilu tersebut.

"Oleh karena itu, Komite I DPD RI sampai dengan saat ini masih tetap berpandangan sebaiknya Pilkada tanggal 9 Desember 2020 ditunda yaitu pada tahun 2021. Dan ini menjadi tugas serta tanggung jawab KPU bersama dengan pemerintah dan juga dengan Komisi II DPR RI ditambah pelaksana penyelenggara yang ada di daerah," kata Teras.

Lebih lanjut, melihat kondisi terkini dimana angka penularan Covid-19 terus bertambah, Teras mengimbau agar saat ini pemerintah lebih baik untuk menginjak rem,l daripada menginjak gas.

"Prinsip saya adalah saya katakan lebih baik kita menginjak rem, daripada kita menginjak gas. Sekencang apapun gas yang kita tekan, kita tidak akan mampu untuk mengalahkan pandemi Covid-19 di saat seperti sekarang," tandasnya.

Muhammadiyah Siap Gugat Pemerintah Jika Pilkada Jadi Klaster Covid-19

Pimpinan Pusat Muhammadiyah bakal menggugat pemerintah jika gelaran pilkada serentak menimbulkan klaster Covid-19.

Hal itu disampaikan, Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Abdul Rohim Gazali dalam keterangannya, Kamis (24/9/2020).

Ia mengungkapkan, Muhammadiyah tetap menyarankan pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2020 ditunda.

Baca: 7 Alasan LSI Denny JA Mengapa Pilkada Serentak Tak Harus Ditunda

Meskipun ada ketentuan penerapan protokol kesehatan secara ketat, tapi menurutnya sama sekali tidak bisa menjadi jaminan Pilkada aman dari penyebaran Covid-19.

“Muhammadiyah akan mengawal pilkada serentak tapi kami juga tetap berpendirian bagaimana pun pilkada serentak harus ditunda, Kami akan menggugat pemerintah jika kasus Covid 19 usai pilkada 9 Desember mengalami kenaikan," ujarnya.

Dia melanjutkan, pelaksanaan pilkada berbahaya, jika melihat saat tahapan pendaftaran bakal calon 4-6 September 2020 lalu, telah terjadi 243 pelanggaran protokol kesehatan.

Baca: Pasca NU & Muhammadiyah Desak Pilkada Ditunda, Protokol Kesehatan di Tahapan Pemilu Dinilai Membaik

PP Muhammadiyah khawatir protokol kesehatan yang ditetapkan tidak berjalan maksimal.

"Agama atau keyakinan dan menjaga nyawa, itu di atas segala galanya kalau harta dan akal mungkin bisa disembuhkan tapi nyawa tidak, makanya itu tadi ini gambling yang sangat berbahaya karena pertaruhkan nyawa rakyat,” ujar Rohim.

Ia menambahkan, pilkada Serentak nanti juga dikhawatirkan menelan banyak korban mengingat, pada Pilkada 17 April 2019 lalu, banyak petugas yang meninggal.

Baca: Bamsoet Ingatkan Pelaksanaan Pilkada Serentak Harus Dibarengi Penerapan Protokol Kesehatan Ketat

“Dan kita punya pengalaman pada 17 april tahun lalu, ada 469 pekerja pemilu yang meninggal karena kelelahan, ini gak bisa dibayangkan para pekerjanya sudah kelelahan sementara mereka juga harus berhadapan dengan pandemi, sementara virus korona ini kan sangat mudah menjangkiti orang yang kelelahan, itu untuk penyelenggara bukan lagi untuk peserta,” katanya.

Sampai saat ini diketahui, pemerintah bersama DPR tetap memutuskan pelaksanaan pilkada serentak sesuai jadwal, sesuai hasil rapat gabungan bersama Komisi II DPR Senin lalu.

Masukan penundaan pilkada tak hanya datang dari ormas namun datang juga dari perkumpulan profesi tenaga medis dan kesehatan.

4 Alasan Presiden Jokowi Tetap Lanjutkan Pelaksanaan Pilkada

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap melanjutkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 .

Pertama, menurut Mahfud yakni menjamin hak konstitusional rakyat untuk dipilih dan memilih sesuai dengan agenda yang telah diatur dalam undang-undang dan atau dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Kedua, pandemi Covid-19 belum bisa diketahui kapan akan berakhir.

Baca: Anggaran Melonjak Rp 20,46 Triliun Jika Pilkada Serentak Jadi Digelar

Karena itu, apabila Pilkada ditunda sampai Pandemi selesai, maka akan menimbulkan ketidakpastian.

"Karena tidak ada satupun orang atau lembaga yang bisa memastikan kapan Covid-19 akan berakhir. Di negara-negara yang serangan Covid-19 lebih besar seperti Amerika sekalipun Pemilu juga tidak ditunda. diberbagai negara juga berlangsung, pemilu tidak ditunda," kata Mahfud MD saat membuka rapat koordinasi bersama KPU dan seluruh Sekjen partai politik, Selasa (22/9/2020).

Ketiga, Presiden juga menurut Mahfud tidak ingin daerah yang menggelar Pilkada hanya dipimpin pelaksana tugas alias Plt dalam waktu bersamaan.

Baca: KPU Finalisasi Draf Revisi PKPU Tentang Penyelenggaraan Pilkada Saat Pandemi Covid-19

Karena Plt itu tidak boleh mengambil kebijakan-kebijakan strategis.

"Sedangkan situasi sekarang di dalam Covid-19 kebijakan-kebijakan strategis yang berimplikasi pada penggerakan birokrasi dan sumber daya lain seperti dana itu memerlukan pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang sifatnya strategis," katanya.

Baca: Jika Pilkada Tak Ditunda, Epidemiolog Minta KPU Rombak Aturan: Hilangkan Pertemuan Tatap Muka

Keempat, menurut Mahfud, pemerintah telah menunda Pilkada sebelumnya dari 23 September ke 9 Desember.

Karena itu, yang harus dilakukan sekarang adalah mengantisipasi masifnya penyebaran Covid-19, bukan menundanya lagi.

"Penundaan sebenarnya sudah pernah dilakukan untuk menjawab suara-suara masyarakat yang menginginkan tunda itu. Nah yang diperlukan sekarang sebagai antisipasi masih masifnya penularan Covid-19 seperti dikhawatirkan baik oleh pemerintah maupun oleh kelompok atau masyarakat yang menginginkan agar ditunda yang diperhatikan sama yaitu masifnya penularan Covid-19," katanya.(Rina Ayu)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini