TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jagat media sosial dihebohkan oleh postingan yang menjual dokumen-dokumen bersejarah, berupa surat nikah dan akta cerai antara Presiden pertama RI Soekarno, dengan Inggit Garnasih.
Dua dokumen pernikahan tersebut diklaim asli dan penyimpannya selama ini adalah cucu dari Inggit.
Adapun akun yang mengunggah penawaran penjualan surat nikah dan akta cerai itu adalah @popstoreindo di Instagram.
Dalam unggahan itu, terlihat sebuah surat perjanjian yang menyebutkan pihak pertama, Soekarno, menjatuhkan talak kepada pihak kedua, Inggit Garnasih.
Dokumen itu tertulis diterbitkan Djoem'at tanggal 29 boelan 1 tahun 2603 (penulisan tahun dalam dokumen itu menggunakan penanggalan Jepang yang bertepatan dengan tahun 1943).
Selain itu, ada juga unggahan foto dokumen bertuliskan Soerat Katerangan Kawin.
"Seorang bapak di Bandung menawarkan surat nikah dan surat cerai asli Presiden pertama RI Ir. Soekarno dan Ibu Inggit Garnasih. Beliau ternyata cucunya Ibu Inggit. Saya kaget pas baca dokumen sangat bersejarah ini, baru tau juga ternyata yang jadi saksi cerainya Bung Karno & Bu Inggit adalah Bung Hatta, Ki Hadjar Dewantara dan KH. Mas Mansoer," demikian dikutip dalam unggahan Instagram @popstoreindo, Kamis (24/9/2020).
Saat dihubungi, Yulius Iskandar yang menjadi pengelola akun @popstoreindo itu mengatakan, ia mulanya hubungi oleh Tito Zeni Harmain (73) alias Tito Asmara Hadi untuk menjual dokumen-dokumen tersebut.
Tito diketahui merupakan cucu dari Inggit Garnasih. Adapun Yulius berprofesi sebagai kolektor barang antik.
"Gini, kan, saya ini jual beli barang antik, macam-macam. Kebetulan yang punya menawarkan mau dijualin, kalau barangnya mah enggak saya pegang," ujar Yulius saat dihubungi pada Kamis (24/9/2020).
Yulius mengatakan, dokumen itu terdiri dari dua jenis. Pertama surat keteranga pernikahan.
Kedua, surat perjanjian yang isinya menerangkan perceraian Ir Soekarno dengan Inggit Garnasih.
Sejak diposting, Yulius mengaku sudah dihubungi banyak pihak.
"Para sejarawan kontak saya, sayang katanya kalau dijual, mending disimpan. Saya enggak tahu, tadi saya posting seizin beliau, tolong cariin pembeli, bagusnya kalau punya akses ke pemerintah seperti badan arsip atau museum," ucap Yulius.
Dalam percakapan dengan salah satu keluarga Inggit Garnasih itu, kata Yulius, soal harga sudah dibuka. Harga yang ditawarkan fantastis.
"Buka harga Rp 25 miliar. Saya enggak tahu kenapa pengin dijual, tapi mungkin beliau sebagai pemegang dokumen sejarah, di tengah usia senja juga," ucap Yulius.
Baca: Surat Cerai dan Akta Nikah Inggit Ganarsih Lebih Baik Dikelola Pemerintah
Yulius yang mengaku sebagai pengagum Bung Karno, sempat kaget saat melihat isi dokumen tersebut. Namun, ia tidak bisa melarang jika dokumen-dokumen bersejarah itu dijual.
"Saya sama-sama pengagum Bung Karno. Ini arsip bersejarah. Cuma balik lagi, dijual itu hak beliau. Saya kalau punya dana pasti saya beli, saya jaga," ucap dia.
Ihwal Kepemilikan Dokumen
Sementara itu Tito Asmara Hadi saat ditemui di kediamannya di Kelurahan Margahayu Utara, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, menceritakan bagaimana dokumen itu bisa berada di tangannya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk menjual.
Tito mengaku memiliki semua dokumen itu sejak tahun 1980-an.
Dokumen-dokumen itu diserahkan langsung oleh Inggit kepada dirinya. Menurut Tito, dirinya diberikan kepercayaan untuk menyimpan barang yang memiliki nilai historis tersebut.
"Itu awalnya tahun 80-an. Bu Inggit sendiri yang menyerahkan kepada saya untuk menyimpan kedua surat itu," kata Tito, Kamis (24/9/2020).
Dalam dokumen-dokumen tersebut terlihat sebuah surat perjanjian yang menyebutkan pihak pertama, Soekarno, menjatuhkan talak kepada pihak kedua, Inggit Garnasih.
Dalam akta cerai itu juga dinyatakan bahwa Soekarno sebagai pihak pertama akan membelikan rumah plus pekarangan beserta isinya di Kota Bandung untuk Inggit sebagai pihak kedua, sesuai petunjuk dan pertimbangan dari Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan KH Mas Mansyur yang menjadi saksi.
Ketiganya juga turut menandatangani surat tersebut.
Selain itu Bung Karno sebagai pihak pertama juga berjanji akan memberi nafkah kepada Inggit sebagai pihak kedua seumur hidup sebesar F75 per bulan.
Satu dokumen lagi berupa surat nikah. Dalam surat nikah, semuanya ditulis dalam bahasa Sunda dan huruf sambung.
Dua dokumen pribadi itu disimpan Tito sejak 1980-an, sebelum Inggit Garnasih meninggal.
"Saya simpan sejak 1980-an, diamanatkan oleh ibu Inggit Garnasih," ujar Tito.
Sepengetahuan Tito selama ia berkomunikasi dengan Inggit semasa hidup, perjanjian itu tidak ditepati oleh Soekarno.
"Seingat saya, dengar dari Ibu Inggit, tidak ditepati. Kalau rumah yang di Jalan Inggit Garnasih, itu dulunya memang sempat ditinggali Bung Karno dan Bu Inggit. Sepulang dari Bengkulu, Bu Inggit tinggal disana," ucap Tito.
Cucu Inggit
Tito Asmara Hadi diketahui merupakan anak dari pasangan Asmara Hadi dan Ratna Juami. Ratna Juami merupakan anak angkat Soekarno saat menikah dengan Inggit.
Adapun Ratna Juami merupakan anak dari kakak Inggit Garnasih.
Sejak usia 40 hari, Ratna Juami diasuh Soekarno dan Inggit Garnasih.
Baca: Penjual Surat Nikah dan Cerai Soekarno dengan Inggit Bisa Terancam Pidana 5 Tahun
Sedangkan Asmara Hadi, dikenal sebagai anak didik Soekarno. Selain itu, dikenal sebagai wartawan dan sastrawan serta politikus di era Presiden Soekarno.
Ratna dan Asmara Hadi turut ikut dengan Bung Karno saat dibuang pemerintah kolonial ke Ende, Flores dan Bengkulu.
Tito tidak menjelaskan secara rinci maksud Inggit memberinya kepercayaan untuk menyimpan sekaligus merawat dokumen itu.
Setelah diserahkan, dokumen itu sempat dipublikasikan di sejumlah pameran sebagai bukti bila benar Soekarno dan Inggit pernah menikah bahkan bercerai.
"Iya, saya simpan. Dipublikasikan sudah diperlihatkan di pameran, itu sudah. Itu untuk menyatakan bahwa betul Bu Inggit adalah dulunya pernah menjadi istri Bung Karno, sebagai bukti penting," ucap dia.
Selain dokumen, Tito juga menyimpan benda lainnya yang berkaitan dengan Bung Karno dan Inggit selama bersama. Seperti foto-foto, meja belajar hingga lemari.
Tito mengatakan, pada tahun 2000-an mantan Gubernur Jabar, R Nuriana pernah meminta dokumen itu pada dirinya untuk jadi koleksi museum.
Tito pun sudah setuju meskipun dengan syarat harus ada kompensasi untuk menjalankan wasiat dari Inggit membangun fasilitas bagi masyarakat.
Permintaan dari Nuriana ketika itu juga sudah masuk dalam APBD.
"Tapi akhirnya ditolak dan batal karena katanya bukan dokumen negara, tapi dokumen pribadi. Padahal sudah dibahas. Jadi kalau sudah begitu, gimana? Saya sebagai pemilik dokumen itu, terserah saya dong mau digimanain," ucap Tito.
Menurut Tito, pembatalan menjadi bukti bila pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat tidak peduli.
Pembatalan itu pun membuatnya memiliki hak atas dokumen itu.
"Penolakan Pemda selaku perpanjangan tangan dari pemerintah pusat berarti pemerintah tidak peduli dan membutuhkan. Dengan adanya penolakan saya berhak mau diapakan benda itu walaupun tadinya saya nomor satukan pemerintah karena saya tahu ini adalah menyangkut tokoh bangsa," ucap dia.
Hingga akhirnya, foto-foto itu diunggah di media sosial Instagram oleh pemilik akun, Yulius Iskandar. Ia menyebut, dokumen pribadi itu dihargai Rp 25 miliar.
"Sebenarnya sudah banyak yang menghubungi kami untuk meminta dokumen itu," ucap Tito.
Galuh Mahesa (36), anak ketiga Tito menambahkan, dokumen-dokumen itu sempat pernah akan dijual ke Belanda.
Baca: Surat Nikah dan Surat Cerai Ir Soekarno-Inggit Garnasih Dijual, Kolektor: Buka Harga Rp 25 Miliar
"Sempat dihargai lebih dari itu (Rp 25 miliar). Dulu ada dari Belanda, cuma kami diminta ke sana terus kemudian dilelang. Ada yang sempat menawar hingga Rp 100 miliar. Tapi enggak dikasih karena kami dulu berharap dipegang pemerintah secara resmi dengan kompensasi, tapi kan enggak bisa," ucap dia.
Galuh menambahkan, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, saat berkampanye di Pilgub Jabar juga sempat menyambangi rumahnya dan melihat benda-benda peninggalan Soekarno dan Inggit Garnasih.
Kata dia, saat itu Ridwan Kamil sempat mengatakan akan membeli dokumen itu untuk museum sejarah Jabar.
"Tapi sampai saat ini belum," ucap dia.
Galuh menerangkan, Tito sebagai pewaris dokumen tersebut, punya hak atas dokumen tersebut. Ia berharap dokumen itu dikuasai dan disimpan oleh siapapun yang berhak, tentunya dengan kompensasi.
Tito sendiri menjelaskan alasannya menjual dokumen itu karena adanya wasiat dari Inggit agar hasil penjualan dokumen itu dibuat fasilitas umum seperti klinik dan sekolah bagi masyarakat.
Dia pun menilai dokumen itu bukan dokumen milik negara karena negara dinilai tak pernah peduli dokumen itu.
"Memang cuma ada keinginan atau wasiat dari Bu Inggit buat klinik untuk lahiran dan sekolah dasar, dulu untuk pembuatan rumah sakit bersalin dan sekarang juga ada yayasan untuk mengurusi itu, jadi memang untuk kepentingan masyarakat juga karena memang wasiat dari Bu Inggit," kata dia.
"Ini bukan dokumen negara, memang betul menyangkut dokumen nasional tapi pemerintah sendiri tidak peduli, mau diapakan lagi. Saya enggak ada jalan lain," lanjut dia.(tribun jabar/meg)