TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat bersama pemerintah membahas RUU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan pada Sabtu (26/9/2020).
Rapat digelar secara virtual, dipimpin Wakil Ketua Baleg DPR RI fraksi Partai NasDem Willy Aditya.
Pada rapat tersebut, pihak pemerintah yang diwakili Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiadi.
Dia mengatakan, pemerintah mengajukan tujuh substansi pokok perubahan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja.
Ketujuh substansi pokok itu adalah waktu kerja, rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA), pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya atau outsourcing, upah minimun, pesangon PHK, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.
"Jadi ada beberapa usulan lain , termasuk masukan Mahkamah Konstitusi (MK). Kami setuju putusan Mahkamah Konstitusi, kami akan ikuti dan hal-hal yang tidak sesuai dengan keputusan MK kami kembalikan ke putusan MK. Sanksi pidana kita sepakat untuk kembali pada Undang-Undang existing, sehingga kami usulkan tidak perlu dibahas karena sudah diputuskan untuk kembali ke Undang-Undang existing," ucap Elen.
Baca: Penguatan KPK dan Pembenahan Birokrasi Lebih Efektif Tingkatkan Investasi Dibanding RUU Cipta Kerja
Baca: RUU Cipta Kerja Dinilai Bakal Percepat Hilangnya Hutan di Indonesia
Baca: Fraksi Partai NasDem Sambut Baik Penarikan Sub-Klaster Pendidikan di RUU Cipta Kerja
Elen menjelaskan beberapa alasan diubahnya beberapa substansi pokok UU Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.
Misalnya soal Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Elen mengatakan, dalam RUU Cipta Kerja, RPTKA hanya memudahkan untuk TKA Ahli yang memang dibutuhkan dalam kondisi tertentu.
"Kita mengulurkan relaksasi kemudahan hanya untuk TKA ahli yang memang diperlukan dalam kondisi tertentu. Kita tidak ingin semua dibuka, Pak, untuk yang betul-betul diperlukan dan punya keahlian," ujar Elen.
Untuk pekerja kontrak, kata Elen, dalam UU Ketenagakerjaan, belum diberikan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap.
Dalam RUU Cipta Kerja, pekerja kontrak akan diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap.
"Antara lain antara upah jaminan sosial, perlindungan K3, termasuk kompensasi hubungan kerja, kami ingin ada kepastian di situ," ungkap Elen.
Kemudian, menurut Elen, dalam UU Ketenagakerjaan, upah minimum ditangguhkan sehingga banyak pekerja menerima upah dibawah upah minimum dan upah minimum tidak bisa diterapkan pada usaha kecil dan mikro.
Kemudian, untuk pekerja alih daya (outsourcing), dalam UU Ketenegakerjaan ada limitasi untuk jenis pekerjaan tertentu.
Termasuk belum ada ketegasan atau kesamaan jaminan hak dan perlindungan bagi pekerja alih waktu.
"Ke depan pak, kita ingin mendudukan persoalan ini, alih daya adalah persoalan B to B, sebesar bisnis to bisnis, yang kita perlukan adalah jaminan pekerja yang bekerja di dalam alih daya tersebut, diberikan perlindungan sama dengan pekerja tetap," jelas Elen.
Elen melanjutkan, dalam UU Ketenagakerjaan, upah minimum ditangguhkan sehingga banyak pekerja menerima upah di bawah upah minimum dan upah minimum tidak bisa diterapkan pada usaha kecil dan mikro.
Ditambah terjadi kesenjangan upah minimum di kabupaten/kota.
Baca: Staf Ahli Menteri Airlangga Yakin, Ekonomi Indonesia Akan Rebound Jika RUU Cipta Kerja Sudah Jadi UU
Baca: Politikus PKB Sebut Pemerintah-Baleg DPR RI Sepakat Klaster Pendidikan Tak Masuk RUU Cipta Kerja
Di dalam RUU Cipta Kerja, upah minimum tidak ditangguhkan, upah minimum di tingkat provinsi, dan dapat diterapkan upah minimum pada kabupaten kota pada syarat tertentu, dan upah untuk UMKM tersendiri.
Elen menambahkan, pemberian pesangon terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam UU Ketenagakerjaan sebanyak 32 kali upah dianggap sangat memberatkan pelaku usaha, sehingga investor tak berminat berinvestasi di Indonesia.
Pemerintah mengusulkan ada penyesuaian perhitungan besaran pesangon PHK.
"Terakhir, subtansi pokok yang kami usulkan adalah hal-hal yang baru yang tidak diatur di dalam UU ketenagakerjaan dan ini diperlukan saat ini, saat pandemi. Kita mengusulkan adanya program baru yaitu program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Mestinya ini bisa dilaksanakan dengan cepat," pungkasnya.