TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan menyampaikan tuntutan kepada Presiden RI Joko Widodo terkait pengangkatan sejumlah pejabat di Kementerian Pertahanan yang terkait dengan Tim Mawar.
Koalisi menyebut pejabat tersebut di antaranya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Asisten Khusus Menteri Pertahanan Chairawan Kadasryah Nusyirwan, Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Brigjen TNI Dadang Hendrayudha, dan Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Yulius Selvanus.
Koalisi menilai nama-nama tersebut sangat tidak layak menjadi pejabat publik karena rekam jejaknya pernah tergabung dalam Tim Mawar yang khusus dibentuk untuk operasi penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1997-1998.
Melalui tim Kopassus tersebut, kata Koalisi, sebanyak 22 aktivis diculik.
Sebanyak sembilan orang di antaranya, kembali dalam keadaan hidup dengan berbagai praktik penyiksaan yang dialami, sedangkan 13 lainnya belum kembali hingga saat ini.
Sebanyak 13 orang itu yakni Yani Afrie, Sony, Herman Hendrawan, Dedi Hamdun, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Petrus Bima Anugerah, Widji Thukul, Ucok Munandar Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Naser.
Baca: Polemik Pengangkatan 2 Eks Tim Mawar Jadi Pejabat di Kemenhan, Jokowi Dinilai Ingkar Janji
Koalisi juga mencatat Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta memang pernah digelar dengan hasil menjatuhkan putusan masing-masing 1 tahun 4 bulan dan 20 bulan penjara masing-masing untuk Brigjen TNI Dadang Hendrayudha dan Brigjen TNI Yulius Selvanus pada April 1999 selaku Kepala Unit I dan Kepala Unit II Tim Mawar.
Namun, Koalisi menilai vonis tersebut sangatlah tidak sebanding dengan perbuatan yang dilakukan dan persidangan juga gagal untuk mengungkap seluruh aktor yang terlibat.
Selain itu menurut Koalisi, publik juga tidak tahu-menahu kelanjutan perkara tersebut karena putusannya tidak dipublikasikan secara terbuka hingga ternyata karier militer keduanya masih berjalan hingga menjadi jenderal.
Keputusan-keputusan presiden termasuk pengangkatan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan, kata Koalisi, seharusnya dibatalkan Presiden Jokowi jika memang dirinya berkomitmen menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu.
Presiden menurut Koalisi, tidak boleh memberikan tempat bagi siapapun yang mempunyai rekam jejak di masa lalu sebagai pelanggar HAM berat untuk menempati jabatan publik.
Menurut Koalisi hal tersebut justru semakin menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak memiliki komitmen dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat, malah menambah dan memperpanjang penderitaan keluarga korban.
Padahal tahun 2014 ketika masih berkampanye sebagai calon presiden pada penjabaran visi keempat Nawacita, Jokowi berjanji untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM Berat.
Koalisi juga mencatat Presiden Jokowi berjanji untuk menemukan Widji Thukul apabila terpilih menjadi presiden.
Pada 2019 Presiden Jokowi juga berjanji serupa pada misi keenam dan program aksi keempat namun hingga kini hal itu hanya sebatas janji politik saja tanpa ada realisasi.
Baca: Bekas Anggota Tim Mawar Kini Jadi Pejabat Kementerian Pertahanan
Koalisi menganggap penting untuk melihat penggantian warga sipil menjadi tentara sebagai pejabat di Kementerian Pertahanan.
Padahal sejak reformasi beberapa pos di Kementerian Pertahanan, lazim diisi oleh pejabat sipil.
Koalisi memandang penggantian tersebut semakin menguatkan trend militerisasi di masyarakat setelah sebelumnya Kemenhan menggulirkan rencana membentuk komponen cadangan yang sangat bermasalah.
"Atas dasar hal tersebut, Koalisi Reformasi Sektor Keamanan menyatakan sikap menuntut presiden mengevaluasi menteri pertahanan yang membuat beberapa kebijakan yang kontraproduktif dalam pemajuan HAM dan proses reformasi sektor keamanan serta dugaan keterlibatannya dalam kasus penghilangan orang," kata Koalisi dalam siaran pers pada Minggu (27/9/2020).
Kedua, Koalisi juga menuntut Presiden untuk mencopot seluruh pihak, yang tergabung dalam Tim Mawar yang terbukti terlibat dalam tindakan penghilangan paksa 1997-1998, dari jabatan publik.
Baca: Usman Hamid Sebut Dua Pejabat Baru di Kementerian Pertahanan Pernah Terimplikasi Kasus Tim Mawar
Ketiga Koalisi menuntut Presiden menuntaskan seluruh kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu demi memberikan keadilan bagi keluarga korban dan sebagai bentuk komitmen negara agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.
"Keempat Koalisi mendesak Presiden dan DPR untuk mereformasi peradilan militer dengan cara mengganti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Kelima, Koalisi mendesak Mahkamah Agung untuk mempublikasikan seluruh putusan terkait penculikan dan penghilangan paksa 1997-1998. Keenam, Koalisi menolak militerisasi pejabat teras di Kementerian Pertahanan," kata Koalisi.
Sejumlah lembaga yang tergabung dalam Koalisi antara lain LBH Jakarta, Public Virtue Institute, Imparsial, SETARA Institute, Pil-Net, ELSAM, PBHI, Amnesty Internasional, LBH pers, dan ICW.